[Season 2] 1: Loving you?

53 9 17
                                    

Aku melangkah menuju dapur, hendak menghidangkan sesuatu disana. Sekarang pukul 6:00 KST. Masih terbilang sangat pagi di korea. Langit juga masih lumayan gelap.

Tentu aku masih belum terbiasa bangun sepagi ini. Karna masih sangat hening dan sepi. Sepertinya belum ada anggota keluarga yang bangun. Namun, aku tidak lupa karna sekarang statusku susah sebagai seorang istri. Aku harus melaksanakan kewajibanku semestinya. Memasak untuk suamiku dan anggota keluarga yang lain.

Jangan takut, aku ini pandai memasak. Sebagai penyandang pacar–ah, mungkin mantan dari seorang chef–, tentu saja aku juga harus pandai memasak.

Aku mengambil beberapa bahan didalam kulkas. Aku sangat senang karna didalam sana terlihat sangat penuh. Kali ini bukan lagi alkohol dan soda, tetapi semuanya bahan makanan.

Aku menepuk kedua tanganku kagum. Baiklah, aku akan membuat sesuatu kali ini.

Aku meraih beberapa telur dan mulai ku kocok. Lalu menuangkannya keatas wajan kotak yang sebelumnya sudah ku oles minyak. Menggoreng lalu menggulungnya disana.

Lalu beralih meraih daging iga sapi, memotongnya cukup tipis dan pendek.

"Seira, kau salah. Seharusnya kau memotongnya seperti ini"

Aku menghentikan aktifitasku ketika ingatan itu muncul.

"Bersabarlah oppa, aku juga sedang masa belajar,"

"Lihat aku, Seira. Seperti ini.. bukan seperti itu.. kau memotongnya terlalu tebal, kau keras kepala sekali."

"Kenapa oppa memarahiku? Aku sudah tidak mau lagi melanjutkannya! Aku marah pada oppa!"

"Aku tidak memarahimu.. sayang.. maafkan aku,"

"Hahaha, oppa benar-benar berfikir aku marah? Hahaha. Padahal oppa tahu, aku tidak pernah bisa marah pada oppa."

Aku merindukan masa-masa itu. Aku merindukan Minhyun. Aku ingin kembali merasakan semua itu dan bersenang-senang bersamanya.

Aku menunduk dan terdiam.

Jadi ini rasanya berkorban.

"Putriku rajin sekali, kau bangun pagi sekali."

Aku menoleh terkejut saat suara seseorang menggema di ruangan yang hening.

"Ah, eomma. Aku sedang menyiapkan sarapan pagi,"

"Apa yang sedang kau buat? Biar aku membantumu."

"Tak usah, eomma. Ini sudah menjadi tugasku sebagai seorang istri."

Ibu Jaebeom tersenyum lalu mengelus rambutku. "Aku juga seorang istri."

Seketika aku terdiam tak mampu menjawab. Ibu Jaebeom meraih beberapa bahan yang sudah sempat ku siapkan. Ia mulai mengiris kecil kimchi dan lobak.

Kami terdiam dengan kesibukan masing-masing. Hanya ada suara pisau yang beradu dengan alas pemotong. Dan pikiranku pun kembali mengenang masa-masa diriku dengan Minhyun.

Aku menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Terasa sesak sekali.

"Bagaimana semalam dengan putraku?"

"Ah, n-ne?" Aku menoleh saat hendak memanggang daging yang sudah ku potong dan ku bumbui sebelumnya. Aku kurang fokus mendengar ucapannya karna pikiranku yang terlalu berlarut.

"Apa putraku memperlakukanmu terlalu kasar?"

Hah? Apa? Apanya yang terlalu kasar? Sebenarnya inti topik pembicaraannya apa? Apa yang sedang dibicarakan? Aku harus menjawab apa, aku saja tak mengerti.

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now