[Season 2] 20: Pregnant

36 3 5
                                    

Seira's pov:
.
.
.
.
.

Aku meraih gagang sapu disudut ruangan dan sedikit membungkuk mulai bergerak menyapu lantai. Tangan kiriku pun senantiasa menahan perutku.

"Lantai itu sudah ku sapu."

Aku kembali menaruh sapu tersebut ke tempatnya semula, dan kini beralih menyiapkan kain pel.

"Aku sudah mengepelnya."

Baru tanganku hendak menyalakan keran air, deruan tersebut kembali menghentikan aktifitasku.

Aku menoleh menatap sekitar mencari pekerjaan lain. Tepat aku melihat wastafel yang penuh dengan piring, dan alat masak yang kotor bekas semalam yang tak sempat di cuci. Aku segera menghampirinya dan hendak memasang celemek agar bajuku tidak basah. Lalu mulai memasang sarung tangan.

"Tidak usah di cuci piringnya, biar aku saja."

Aku berdecak sudah tak tahan.

"Oppa berangkat kerja saja sana! Oppa selalu melarangku melakukan ini itu!" Protesku.

Padahal ini masih jam 6 pagi, dan Minhyun sudah seperti mengibarkan bendera perang padaku.

"Semenjak hamil kau mudah sekali marah seperti itu." Ucap Minhyun dengan nada datar, tapi justru meningkatkan emosiku.

"Oppa— akhh!"

Aku segera menarik kursi kecil dan menempatkan tubuhku disana. Perutku sakit dan menegang setelah pergerakan bayi itu seperti baru saja menendang.

Minhyun berlari mendekatiku dan mengelus perutku lembut.

Aku memejam bernapas tenang. Perutku kembali menenang.

"Dasar manja," kekeh Minhyun mengecup perutku.

"Aku harus berangkat bekerja sekarang. Baik-baik dan jangan nakal pada ibumu." Ia berbisik pada perutku, lalu bangkit mengelus kepalaku.

"Aku berangkat ya."

Aku mengangguk, "hati-hati."

"Pergi ke kamar dan istirahat saja," ucap Minhyun berlalu.

Setelah Minhyun sepenuhnya pergi, aku terdiam dan menunduk mengelus perutku.

"Jangan manja seperti itu pada oppa, dia itu bukan ayahmu," gumamku.

Aku menatap sekitar apartement. Sudah berapa lama aku disini? Aku lupa. Sepertinya hampir 5 bulan.

5 bulan aku pergi dan tak seorang pun mencariku. Hingga sekarang aku masih menunggu. Menunggu Jaebeom yang aku pikir ia akan merubah pikirannya. Tapi sepertinya tidak. Sepertinya ia hidup sangat baik selama 5 bulan ini hingga tak mencariku lagi. Padahal sebelumnya, semalam saja ia tak bisa tidur tanpaku.

Aku sudah sempat mencoba menghubungi nomornya dan mengirimkan pesan, tapi sepertinya ia mem-blok nomorku.

Wah, sangat mengejutkan. Padahal ia yang bersalah, tapi disini tampak seperti akulah penjahatnya.

Apa ia tidak pernah merasa bersalah atas apa yang sudah dilakukannya?

Setelah awal aku hamil, Minhyun banyak melarangku. Ia melarangku untuk pergi kemanapun apalagi mencari kerja. Ia juga sekarang melarangku memegang pekerjaan rumah disini.

Ia memberiku perhatian lebih. Tidak untukku, tapi untuk anakku lebih tepatnya.

Minhyun ya..

Aku memejam.

Aku rindu suasana rumah.

Bibi oh, eomma, appa, nora, kunta, odd, dan... Jaebeom.

Aku rindu berbincang bersama bibi Oh, aku rindu kasih sayang eomma dan appa yang memanjakanku, aku rindu kenakalan tiga kucing itu, dan aku rindu semua hal dari jaebeom. Suaranya, sentuhannya, kasih sayangnya, dan perhatiannya.

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now