[Bonus] Above the cloud

26 3 0
                                    

Seira's pov:
.
.
.
.
.

Aku menatap sekitar, menangkap jam yang terpasang di dinding. Jam 4 sore. Ah, aku tertidur.

Tubuhku bergerak menuruni kasur, memasang sendal di kakiku. Lalu berjalan keluar kamar.

Dimana oppa?

Hari ini hari libur, ia juga tak bekerja tadi pagi. Apa ia sedang keluar? Atau sedang bersama Jaejoon dan Sehyun?

Aku membelokkan diriku menghampiri kamar mereka, dan membukanya perlahan. Tapi didalam sana hanya ada dua anak kecil yang sedang bermain.

"Jaejoon, Sehyun, dimana appa?"

Mereka secara bersamaan menoleh kearahku.

"Appa..? Aku tidak lihat dari tadi." Jaejoon tampak bingung.

"Aku juga." Sahut Sehyun.

"Ah, baiklah. Jaejoon, ini sudah sore, jangan lupa sebentar lagi mandi ya. Sehyun tunggu eomma, eomma ingin cari appa dulu."

"Baik, eomma!" Mereka hormat kepadaku, seketika aku terkekeh.

Aku kembali menutup pintu kamar, dan terdiam beberapa saat. Menunduk, mengelus perutku yang sudah hamil besar. Kemudian tersenyum tipis.

"Dimana appa-mu itu, ya..?"

Saat aku berjalan hendak menghampiri dapur, tiba-tiba saja aku terhenti di depan tangga. Menatap tangga tersebut. Lalu kembali menatap perutku.

Hatiku mengatakan untuk naik kesana, tapi apa perutku akan baik-baik saja?

Baiklah, perlahan saja.

Aku menaiki anak tangga tersebut satu persatu dengan sangat perlahan. Terhenti di setiap anak tangga yang ke-3, untuk bernapas menetralkan tekanan perutku.

Setelah sampai di anak tangga terakhir, tak jauh dari tempatku berada, aku langsung mendapati sosok itu. Yang sedang terdiam menatap langit.

 Yang sedang terdiam menatap langit

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

"Oppa?"

Minhyun menoleh seketika, rautnya tampak terkejut. "Seira, sedang apa kau disini?"

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu pada oppa. Aku mencari opp-- A-akhh--"

Aku merintih saat merasakan dorongan yang kuat dari dalam perutku. Minhyun segera berlari kearahku, dan memegangiku. Ia segera membawaku untuk duduk.

"Harusnya kau panggil saja aku." Minhyun mengelus perutku perlahan. Ia tampak sangat khawatir.

"Entah.. kenapa aku tidak melakukannya, ya..?" Aku terkekeh merasakan perutku mereda. "Lalu, apa yang oppa lakukan disini?" Tanyaku menatap langit yang sebelumnya ia tatap di balik kaca bening.

Tears & HurtsМесто, где живут истории. Откройте их для себя