3: Mall

76 20 0
                                    

"Ibu, darimana Ibu mengenalnya?" Tanyaku kepada Ibuku.

"Siapa? Jaebeom?"

"Tentu saja, siapa lagi."

"Dia sempat menolong Ibu yang hampir saja terserempet mobil. Darisitu Ibu mengenalnya."

"Setelah saat itu kami menjadi lebih sering bertemu. Ia sangat sopan kepadaku dan selalu menyapaku, kami sering berbincang berdua dan aku selalu membicarakan tentangmu kepadanya. Maka dari itu, ia kemari hanya karena ingin bertemu denganmu."

Aku hanya mengernyit mendengarkannya.

"Selain itu juga, ia sering meminjamkan Ibu uang karna tau finansial Ibu yang kekurangan. Ia bilang sudah menganggap Ibu sebagai orangtuanya."

"Apa!? Ibu bahkan meminjam uang kepadanya?"

"Ibu tidak pernah meminta, ia yang menawarinya ke Ibu. Kau tahu Ibu sudah dipecat dari pekerjaan Ibu seminggu yang lalu?"

"Ibu di-pecat? Kenapa tidak memberitahu aku."

"Maafkan Ibu belum sempat memberitahumu. Maka dari itu jika Ibu menolak pinjaman Jaebeom, darimana kita mencukupi kehidupan sehari hari."

"Aku kan memberi Ibu uang hasil novelku."

"Itu tidak cukup Seira."

Aku menarik napas dalam lalu membuangnya dengan berat. "Beritahu aku berapa banyak uang yang Ibu pinjam."

•••


Aku bersiap dikamarku. Menyiapkan diriku karna Ibu bilang hari ini Jaebeom akan datang dan mengajakku pergi. Ibu benar benar tidak dapat dibantah. Aku tidak ada pilihan lain. Daripada rumah ini akan menjadi hancur karena amukan Ibu, lebih baik aku menuruti apa yang ibu mau.

Aku membuka pintu kamarku dan berjalan menuju ruang tamu. Terlihat Ibu dan Jaebeom yang sedang berbincang disana. Aku bisa mendengar Ibu membicarakan tentangku.

Dasar Ibu. Kenapa juga ia menceritakan semua hal tentangku padanya. Aku tidak rela sekali Jaebeom mengetahui semua itu. Ditambah Jaebeom yang seolah sangat antusias mendengarkan setiap perkataan Ibu. Dasar picik. Ia pasti sedang mengambil hati Ibu.

"Kau sudah selesai?" Tanya Ibuku. Ia menatap penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan teliti.

Aku hanya mengangguk.

Jaebeom juga mengalihkan pandang kearahku, namun aku langsung menatapnya tajam.

"Sebentar ya nak, ada hal yang harus ku bicarakan dengan Seira." Ibuku bangkit dari sofa dan menarikku kembali masuk kedalam kamar.

"Astaga Seira, kau itu akan pergi bersama Jaebeom. Seorang CEO pemilik perusahaan besar. Kenapa kau berpenampilan seperti itu?" Ibuku mulai mengacak acak lemariku dan mencari baju yang lebih pantas disana.

"Apasih bu. Jangan terlalu berlebihan. Memangnya kenapa kalau aku berpakaian seperti ini jika pergi dengannya? Lagipula sudah kubilang kalau aku tidak ingin pergi dengannya." Aku duduk dikasurku dengan malas. Aku memang hanya mengenakan jeans biasa dan hoodie, rambut dikuncir asal dan wajah tanpa sedikitpun polesan makeup. Aku malas berpenampilan rapi hanya untuk pergi dengan Jaebeom.

"Pakai ini." Ibuku menyerahkan sebuah baju kepadaku.

"Tidak mau. Ini baju yang dibelikan Minhyun untukku. Kenapa juga aku memakainya saat pergi bersama dia. Aku akan memakai ini hanya saat aku pergi dengan Minhyun." Aku menaruh kembali baju tersebut, namun Ibu dengan cepat menahan tanganku.

"PA. KAI. SA. JA." Ibuku memelototiku sambil menekankan setiap perkatannya. Matanya benar-benar terlihat menyeramkan. Seketika aku merasa bulu kudukku merinding. Oke, aku merasa diriku terancam sekarang.

Tears & HurtsWhere stories live. Discover now