Epilog

1.4K 76 18
                                    

~♡~

"Bun, harus banget ya Iqbal tunangan sama gadis itu?"
Aku memandang Bunda di depanku. Matanya serius sekali membenahi dasi kupu-kupu yang terpasang di bawah daguku. Lalu Bunda menepuk-nepuk pundakku dengan senyum yang sejak tadi terumbar.

"Udah, ganteng." Bunda berkacak pinggang dan menatapku sedikit jauh. Kemudian ia mendekat dan memegang pundakku. "Harus dong. Lagian kamu kan suka sama gadis itu," katanya. Ia menarik sudut bibirnya.

"Bunda tahu dari mana?" tanyaku. "Sok tahu ih, Bunda," tawaku.

"Kamu pikir Bunda gak tahu kalau kamu diam-diam masuk kamar Bunda dan melihat foto gadis itu," ujar Bunda. Ia menyipitkan matanya. Senyumnya melekuk meledekku.

Aku mengerjap. Eh, Bunda tahu?

"Udah, gak usah pura-pura. Sebentar lagi Azel sama Mamanya bakal dateng. Kamu siap-siap, gih."
Setelah mengatakan kalimat itu, ia melenggang begitu saja. Aku menatap punggung Bunda. Ternyata Bunda menghampiri temannya, Mama Azel. Ya, gadis itu dan Mamanya sudah datang sejak lima menit yang lalu sepertinya. Kulihat adiknya juga ikut membantu Azel yang kesusahan dengan gaunnya.

Gadis itu, Azel, terlihat jauh lebih cantik dari yang kulihat dalam foto. Rambutnya diurai indah membingkai wajahnya, lalu riasannya juga tidak begitu menor. Ia yang mengenakan gaun menenggelamkan tubuhnya itu terlihat lucu. Bibirnya sejak tadi mengerucut, sepertinya ia habis-habisan memaki Mamanya karena enggan dipaksa ke tempat seperti ini.

Sebenarnya, sama seperti gadis itu, aku pun enggan mengalami hal seperti ini. Bertunangan dengan orang yang belum dikenal, lalu melepaskan masa muda yang menyenangkan. Aku juga masih ingin bersekolah dengan teman-temanku dan berbuat jahil. Sepertinya ini juga alasan Bunda membuatku bertunangan dengan gadis itu, Bunda ingin aku terikat dengannya dan perlahan berubah. Aku yakin Bunda sebenarnya bermaksud baik. Aku juga tidak menolak ditunangkan dengan gadis secantik Azel. Namun, entah mengapa hatiku masih belum ikhlas.

Aku menyeringai melihat ia gugup di tempatnya berdiri kini. Gadis itu juga menatapku, tapi aku tidak bisa mengartikan tatapannya. Seperti tatapan tidak suka?

"Selanjutnya acara tukar cincin."

Prosesi pertunangan yang benar-benar tidak aku harapkan, namun harus kulakukan. Mulai sekarang aku harus rela berdekatan dan menyentuh hati gadis itu. Bagaimana pun caranya.
Entah mengapa melihat gadis itu membuatku ingin memilikinya. Aku menyematkan cincin di jarinya dengan seringaian yang sejak tadi tak kulepaskan.

"Sekarang Anda dapat mencium pasangan Anda."

Gadis di depanku, yang sekarang resmi menjadi tunanganku itu, tampak tercengang. Rautnya berubah. Ia kelihatan gugup sekarang. Sudut bibirku tertarik. Aku melangkah mendekat ke arahnya. Ia masih melongo, dan tidak menyadariku yang sudah memegang tengkuk lehernya.
Namun saat bibirku mendarat di bibirnya, ia sepertinya baru sadar. Matanya langsung terbelalak dan tubuhnya seketika membeku. Aku menyeringai.
Kucium bibirnya lebih dalam lagi. Terbawa suasana, aku mendekapnya semakin erat. Tiba-tiba perasaan hangat menjalar ke dadaku. Aku membuka mata, begitu pula gadis itu. Ia menatapku tidak suka. Namun aku justru menyeringai. Manis. Aku tidak tahu yang mana efek manis itu datang, mungkin dari hatiku, atau dari bibirnya.

Entah mengapa, aku ingin mengumpat karena menyetujui omongan Bunda tadi. Sepertinya, aku benar-benar sudah jatuh hati pada gadis itu.

~♡~


Oh My Fiance! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang