9- Halusinasi yang Nyata

3.4K 201 0
                                    

~♥~♥~♥~♥~

"I'll keep being in front of you so you can't forget me
I'll keep shaking your heart so you can't escape me
I will steal your lips and run far away
I'm a Trouble Maker" -- Trouble Maker (Trouble Maker)

~♥~

Azel masih tercengang di tempatnya berdiri hingga sebuah, ralat dua buah bisikan memenuhi indra pendengarannya yang tadi secara ajaib berdengung.

"Lo kenal sama Iqbal?"

"Azel, seriusan? Gue lagi nggak mimpi kan Iqbal barusan nyapa lo?"

Azel menggelengkan kepalanya seolah tidak setuju dengan dua buah pertanyaan sekaligus yang dilontarkan kedua sahabatnya.

Azel menatap Iqbal lekat-lekat. "Maaf, salah orang kali."

Dan setelah ia mengucapkan kalimat singkat itu ia bergegas meninggalkan area kantin sekolah. Oh jangan lupakan dua sahabat Azel yang senantiasa mengekori Azel kemanapun gadis itu pergi.

"Eh, Zel? Kok kita ditinggal sih?"

"Tungguin!"

Mereka berdua memandang Iqbal sekali lagi sebelum benar-benar meninggalkan kantin.

Iqbal tersenyum senang dan malah semakin melebarkan senyumnya. Disamping kirinya, Adit, menepuk pelan bahunya seraya mempertanyakan pertanyaan yang sejak tadi bercokol di pikirannya.
Mungkin bukan hanya di pikiran Adit saja, namun di pikiran semua siswa yang masih asik menonton peristiwa barusan.

"Lo kenal sama dia?" tanya Adit. Cowok itu mengernyit menatap Iqbal dari samping.

Iqbal hanya bergumam dan meneruskan langkahnya. Diikuti keempat cowok yang baru dikenalnya.

"Gue jarang ngeliat dia deh," kata Adit. Adit menyenggol lengan temannya yang lain yang juga mengedikkan bahunya.

"Dia kayaknya bukan siswi populer di sekolah ini." Kali ini Erza menyahuti. Erza membenahi kacamata hipsternya dan mendudukkan dirinya di atas kursi kantin favoritnya. Meja mereka letaknya di tengah kantin kelas X. Persis di tengahnya.

Benar-benar membuat siapapun yang ingin memesan makanan harus melewati meja mereka. Dan itu yang membuat Azel sebal melihat tingkah geng mereka yang sukanya tebar pesona, seolah menunjukkan kekuasaan orang tua mereka yang profesinya pejabat itu.

"Mau dia populer kek, kuper kek, gue nggak peduli." Iqbal berkata sinis sambil menatap Erza.

Erza yang ditatap begitu hanya memasang cengirannya.

"Tapi gue sering ngeliat dia di ruang dance sekolah," kata Deon. Setelah semenjak tadi ia hanya bungkam. Deon menepuk-nepuk lengan teman yang duduk disampingnya membuat cowok bername tag Reyhan itu mengaduh.

"Lo juga sering ngintipin Kak Mega di ruang latihan dance itu kan, Han?" tanya Deon. Matanya berbinar setelah mendapat ingatannya.

"Iya, sih. Tapi nggak sering juga, coeg! Lo kan yang maksa gue ikut ngintip mereka lagi latihan!" Reyhan menggeplak kepala Deon.

"Dance?" tanya Iqbal. Membuat ulah Reyhan dan Deon yang tengah bertukar geplakan itu menoleh serempak.

"Iya. Ekskul dance. Yang ruangannya ada disitu, tuh." Deon menunjuk koridor di sebrangnya, dan tepat di ujung koridor itu terdapat sebuah ruangan dengan pintu yang biasa kita jumpai di supermarket itu.

"Oh iya, ngomong-ngomong tentang ekskul, lo mau ikut ekskul apaan, Bal?" lanjut Deon. Deon ini memang yang paling cerewet di antara mereka berempat, sebelum kedatangan Iqbal.

Oh My Fiance! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang