33- Ruang Ujian

728 57 7
                                    

"Q&A What is so difficult?
Just tell me what you have in your heart
You just look into my eyes
And tell me what’s on your mind
Your eyes are telling everything." ---- Q&A (Ailee ft. Seventeen)


~♡~

Aduh, malunya! Aku enggak bisa berkata apa-apa begitu Danang memergoki kami berpelukan di gudang. Apalagi Danang berteriak dan mengatakan hal yang enggak masuk akal. Luar biasa. Rasanya ingin kugetok kepala adikku itu keras-keras.
Iqbal  meringis menatapku begitu kami melerai pelukan kami. Em, ralat, pelukanku maksudnya, karena nyatanya sejak tadi akulah yang memeluknya.

"Awas lo!"

Aku mendelik ke arah Danang saat berada di depannya. Kutonjok lengan cowok itu sembari memberinya tatapan Tunggu-pembalasanku!

Cowok itu hanya menyeringai. Danang memang selalu mengerjaiku. Menyebalkan!

~♡~

"Sayang, ribut-ribut apa sih?"

Begitu sampai di ruang keluarga, Mama malah terlihat kebingungan. Ia masih mengenakan apron sehabis memasak untuk kami.

"Mama enggak dengar?" tanyaku pada Mama. Aku menaikkan sebelah alisku menunggu jawabannya.

"Enggak. Mama kan daritadi masak." Diam-diam aku bersyukur dalam hati karena tahu Mama enggak mendengar dengan jelas teriakan Danang.
Mama akhirnya menyadari jika masih mengenakan apron. "Ya sudah, kamu mandi terus makan," suruhnya.
Aku mengangguk dan bergegas menaiki tangga.
Membersihkan rumah memang selalu secapek ini. Aku enggak menyangka bagaimana hebatnya Mama yang setiap harinya harus melakukan pekerjaan mulia ini. Ya meskipun aku dan Danang --sebelum kedatangan Iqbal-- terkadang membantunya seperti menyapu atau mencuci piring masing-masing, namun tetap saja pekerjaan rumah tangga Mama lebih berat.
Benar-benar istri idaman deh pokoknya Mamaku itu! Hihi.

~♡~

"Bal, kamu ujian di ruang apa?"
Azel membalikkan badannya ketika menanyakan hal itu. Kini posisi Azel yaitu berjalan mundur dengan menghadap Iqbal. Gadis itu meremas tali slingbagnya menunggu jawaban Iqbal.

Iqbal tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku lupa, Noona."

"Yah," lirih Azel. Ia memerosotkan bahunya dan memutar kembali badannya menghadap depan. "Masa lupa, sih?"

"Kenapa memangnya?" tanya Iqbal penasaran. Ia kini berganti menatap Azel sambil berjalan mundur.

"Enggak." Azel pura-pura marah pada pemuda itu.

"Pertanyaan "Kenapa?" kok jawabannya "Enggak"? Harusnya itu ... Karena bla bla bla ..." canda Iqbal.

"Ya suka-suka dong," sahut Azel bersidekap.

"Bukan suka aku?" Iqbal memajukan badannya membuat Azel memundurkan kepalanya.

Azel terkesiap lalu berikutnya ia mendorong dada Iqbal. "Apaan sih!" ketusnya.

Iqbal terkekeh dan memutar badannya, memosisikan sejajar dengan gadisnya. "Aku lupa beneran. Mau ngecek tapi males." Ia menyengir di akhir kalimatnya.

"Iya ... ya udah. Enggak usah diingat kalau lupa, enggak usah dicek kalau males."

"Memangnya kenapa, Noona?" tanya Iqbal lagi. Kali ini dengan nada lembut. "Aku beneran kepo ini. Tunggu- atau karena Noona ingin memastikan kalau kita seruang atau engga?"

"Eng- kata siapa?" sanggah Azel. "Aku cuma pengen tau aja."

"Iya pengen tau sekaligus mastiin kan?" ledek Iqbal. Iqbal ini seneng banget kalau ledekin Azel.

Oh My Fiance! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang