27- Jatuh Hati Sejatuhnya

989 77 15
                                    


"In fact, for a long time
You ’re my star and my dream." April - Lalalilala

~♥~

"Noona?"

Aku tersentak kecil mendengar panggilan di belakangku. Kemudian bahuku disentuh oleh sebuah tangan hangat. Pemilik tangan itu tersenyum menatapku.

"Belum tidur?" tanyanya lagi.

Aku balas tersenyum kemudian menggelengkan kepalaku. "Belum ngantuk."
Mataku memandang pemuda yang kini berada di sampingku. Aku bisa melihat bagaimana tatapan Iqbal meneduhkan hatiku.
Seolah tersadarkan, aku kini menyadari bahwa dengan adanya Iqbal di sisiku selama ini, aku selalu bahagia. Dan itu cukup. Enggak ada yang aku butuhkan lagi.

Iqbal mengangkat lengannya, jemarinya terayun mengelus rambutku. "Mikirin apa, hem?" tanyanya lembut.

Ah .. Iqbal, kamu memang benar-benar sudah menyihirku.

"Mikirin kamu."
Aku tertawa kecil.

Tak kusangka pemuda itu ikut terkekeh. "Masa?" Alisnya naik turun meledekku.

"Bodo," kataku diikuti dengan kekehan.

Tiba-tiba Iqbal menyentuh bahuku dengan kedua lengannya, menarikku menghadapnya. Mau tak mau aku kini menatap matanya, kami bertatapan, seolah tidak ingin ada yang terlewat barang sedetik pun.
"Noona mikirin cowok itu?" Iqbal bertanya serius.

Aku tersentak. Ia tahu. Iqbal selalu tahu apa yang mengusik pikiranku.

"Aku enggak pernah tahu apa yang terjadi antara kalian setahun yang lalu, Noona. Aku juga enggak mau ngungkit-ungkit masa lalu. Tapi, Noona harus selalu ingat satu hal, dia pernah menyakiti Noona."

Aku menatap ke dalam manik hitam di mata Iqbal. Tidak pernah aku melihat Iqbal seserius sekarang.

"Mama ... bahkan Danang pun pernah bilang kalau karena cowok itu Noona jadi sosok yang berubah. Jadi sosok pendiam dan tertutup. Jauh berbeda dari Azel yang ceria seperti dulu. Dia pernah membuat Noona benar-benar di titik rendah, kan? Lalu sekarang dia kembali dengan maksud apa?" Iqbal berkata lagi.

"Bal, aku ..."
kalimatku terputus ketika ia melanjutkan.

"Dia benar-benar bukan sosok yang baik untuk Noona."

Mataku mengerjap.

Benar kata Iqbal. Kak Ilham adalah sosok yang pernah membuatku begitu jatuh hati, sejatuh-jatuhnya. Hingga membuatku trauma untuk menjalin hubungan dengan cowok lagi. Dan enggak seharusnya aku sempat goyah, bukan? Karena nyatanya, bersama dengan Iqbal saat ini adalah hal yang begitu kusyukuri.

"Aku bicara begini bukan karena aku adalah Tunanganmu, tapi karena aku peduli dengan Noona."
Iqbal tersenyum teduh. Sekali lagi ia mengelus kepalaku.

~♥~

Flashback

Azel melangkah dengan hati-hati berniat mengagetkan sosok di hadapannya yang kini terhanyut menatap langit sore. Namun belum sempat terealisasikan pikirannya, sosok itu berbalik dan memergokinya. Sosok itu adalah Ilham. Cowok itu tersenyum kecil.
"Kamu ga bisa ngagetin aku kayak gitu."
Tawanya memecah keheningan.

Azel tersenyum canggung. "Udah lama di sini, Kak?"

Mereka sedang berada di taman dalam komplek perumahan. Ilham sengaja mengundangnya untuk memberi tahu beberapa hal.
Tadi, sepulang sekolah, Azel bergegas mencari pakaian yang akan ia kenakan untuk berjumpa dengan cowok yang disukainya itu. Kemudian tanpa mengulur waktu lagi, bahkan ia hampir berlari menuju taman. Padahal jarak taman dengan rumahnya hanya sekitar sepuluh meter.

"Apa yang ingin Kak Ilham kasih tahu padaku?" Azel penasaran. Ia menyisipkan rambut ke belakang telinganya, kemudian menatap flatshoes pink yang serasi dengan blouse-nya.

"Zel ... kami sekeluarga akan pindah."

Kalimat itu sukses membuat Azel mendongak. Ia menatap Ilham tidak percaya.
"Apa?"

"Emm.. lusa besok kami akan pindah."

Hatinya berdesir. Tiba-tiba ia bingung bagaimana tanggapan yang harus ia sampaikan. "Kemana?" Pada akhirnya Azel hanya bertanya hal itu.

"Luar Kota."

"Tapi kamu tenang aja, sekarang teknologi sudah canggih. Kita masih bisa berhubungan, kan?" Ilham terkekeh kecil. Sesungguhnya menyampaikan perihal kepindahannya pada Azel merupakan hal yang berat. Ia tahu akan menyakiti Azel.

Gadis di depannya menundukkan kepalanya lagi. Ilham melihat bagaimana Azel meremas tali slingbagnya.

"Azel?" Ilham memberanikan diri menyentuh bahu gadis berambut hitam panjang itu.

Azel mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Kak Ilham tenang aja, kita masih bisa berhubungan lewat telepon."
Berbanding terbalik dengan matanya, ia malah tersenyum lebar.

Ilham tak tega sebenarnya. Namun bagaimana lagi yang harus ia perbuat? Keputusan Papanya memboyong keluarganya ke Kota Medan sudah bulat.
Awalnya Ilham pun menolak, namun pada akhirnya tidak ada yang bisa ia perbuat.

"Tapi sebelumnya, ada yang aku ingin beritahu juga pada Kak Ilham."
Tali slingbagnya semakin ia remas kuat-kuat, seolah menyalurkan kekuatan dari sana.

"Mungkin Kak Ilham merasakan hal ini selama ini ... aku ... suka Kakak."

Mendengar hal tersebut, Ilham terperanjat. Tak menyangka Azel akan menyatakan perasaannya.

"Maaf kak selama ini aku enggak kasih tau tentang perasaanku. Perasaan ini tiba-tiba tumbuh sendirinya tanpa bisa kukendalikan. Kemudian semakin hari ... aku semakin jatuh hati pada Kak Ilham."
Azel menjelaskan. Persetan dengan harga dirinya sekarang. Yang Azel tahu, ia akan kehilangan kesempatan menyatakan perasaannya jika bukan sekarang.

"Aku ..."

"Jangan suka sama aku."

Kalimat yang terlontar dari bibir Ilham membuat semua kata yang ingin Azel lanjutkan terhenti.
Tersentak kecil, Azel masih mengira bahwa pendengarannya salah. Ia menatap Ilham yang menunduk. Tangannya perlahan menggapai tangan Ilham, namun ditepis cowok itu.

"Iya, Zel. Jangan sukai aku. Kita hanya sebatas teman masa kecil, bukan? Aku enggak pernah menganggap kamu lebih dari itu."
Mata Ilham memancarkan tatapan dingin. Tatapannya berubah. Dan hal itu membuat Azel sedih. Ia tidak pernah melihat cowok itu menatapnya sedingin itu.

"Kak?"

"Lupain aku, Zel, juga semua perasaanmu sama aku. Kumohon."

"Aku ga nyuruh Kak Ilham balas perasaanku." Airmata mulai mengalir dari sudut matanya. Tapi kemudian langsung ditepisnya.

"Ah, udahlah. Menyukaiku akan membuat kamu hanya sakit hati, Zel. Lupakan semuanya, Oke?" Ilham acuh pada airmata Azel yang terus mengalir.

Azel menggeleng kuat-kuat. "Kak Ilham kenapa jadi begini?"

"Lusa besok aku akan pindah. Seperti  orangnya yang akan pergi, perasaanmu padaku juga harus pergi. Jangan sukai aku lagi."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ilham melangkahkan kakinya meninggalkan taman. Sekaligus meninggalkan Azel, gadis yang ia buat menangis sendirian saat ini.
Azel menangis sesenggukan sendirian dalam taman. Tak disangkanya, sosok cowok yang selama ini begitu dikaguminya akan berbuat seperti itu.
Ia menangis sejadi-jadinya di sana.

Tes

Kemudian, hujan perlahan membasahi kota Bogor. Tangannya meraba tetesan air hujan yang kian deras. Masih dengan matanya yang terus mengalirkan airnya.
Bahkan langit tahu bagaimana sedihnya Azel saat itu. Kemudian menangis bersama-sama.


~♥~

Emm.. Hai?
Ada yang masih mau melanjutkan cerita ini bareng aku ?

Aster

Oh My Fiance! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang