"Duh, gemesin banget, sih. Dia benar-benar kecapekan karena UKT-nya itu." Azel beranjak dan meluruskan tubuhnya. Ia memandang Iqbal untuk ke sekian kali.

"Kalo gini, bisa-bisa aku betah deh di kamar ini dan gak balik lagi ke kamarku, hihi."
Azel terkekeh sendiri tanpa merasa aneh berbicara dengan orang yang tengah tertidur. Lalu tatapannya mengedar. Memandang seisi kamar. Kamar itu kini benar-benar dihias dengan kesan cowok. Dari mulai sprei, bantal, guling, semuanya diubah Iqbal dengan gambar Iron Man. Tapi saat Azel memandang dinding kamar, masih kosong. Sepertinya Iqbal tidak enak jika harus memasangi berbagai hiasan dinding, atau karena pemuda itu tahu, bahwa keberadaannya di rumah itu untuk sementara.
Entah mengapa, kata 'Sementara' terdengar menyebalkan saat ini.

"Ya iya lah, Zel. Iqbal juga punya kehidupan. Dia harus kuliah, kerja, dan gak mungkin kalau terus-terusan tinggal di sini." Azel menghela napas. "Iqbal juga punya keluarga."

"Noona?"

Azel tersentak ketika namanya dipanggil oleh Iqbal. Pemuda itu juga menggenggam pergelangan tangannya. Membuat Azel menoleh dan menatapnya.

"Ngapain di sini?" Iqbal mengucek matanya sembari bertanya.

Azel gelagapan sebelum akhirnya menjawab, "Mau ... minta lem."

"Aku ketiduran."
Iqbal merenggangkan badannya dan saat ada bunyi krek, Azel meringis ngeri.

"Duh, badanku pegel semua," ujar Iqbal ikut meringis mendengarkan bunyi itu.

"Iya, kamu lebih baik pindah posisi. Tidur yang nyaman di tempat tidur. Oh, iya, lemnya ada?"

Iqbal mengangguk masih dengan muka mengantuk. Ia bangkit dan kembali mengeluarkan bunyi krek lagi dari kakinya, Azel lagi-lagi meringis. Ngilu.
Dengan sempoyongan pemuda itu mencari lem dalam tas ranselnya. Dan begitu ketemu, langsung diserahkan pada Azel.

"Udah, kan?" tanya Iqbal. Ia ingin merebahkan tubuhnya di kasur namun melihat kebengongan Azel, ia urungkan.

"Kenapa Noona? Lemnya udah." Iqbal menyaksikan kebengongan gadis di depannya dengan mata menyipit.

Azel terkesiap kecil. "Oh, iya. Makasih ya," katanya.
Namun gadis itu masih tak kunjung beranjak.

"Ada lagi? Aku ngantuk, Noona." Iqbal menguap lebar-lebar dan tangannya ia tepukkan pada bibirnya.

"Oh, iya. Aku balik ke kamar ya."
Itu yang Azel katakan, tapi nyatanya kaki gadis itu tidak sesuai dengan bibirnya. Kakinya masih betah berada di kamar Iqbal.

Alis Iqbal terangkat sebelah memandang keanehan Azel. Kemudian senyumnya melekuk di bibirnya. "Noona ingin tidur di kamar ini? Sama aku?" tanyanya dengan nada dibuat-buat.

Mata Azel melotot.
Anjir suaranya!
Kebiasaan baca ff rated ini gue!

"Apaan!" bentak Azel.

Mendapati Azel yang kembali ke kesadarannya, Iqbal tergelak.
"Lagian Noona bengong gitu di situ. Kukira mau tidur sama aku di sini," selorohnya. Iqbal senang sekali melihat Azel gelagapan.
"Lagipula, kita kan pernah tidur bareng hari itu."

Blush

Pipi Azel merona mendengar ucapan Iqbal. Ditatapnya pemuda itu yang tengah menahan gelak tawanya. Pasti Iqbal saat ini sedang tertawa keras-keras dalam hatinya. Benar-benar menyebalkan!

"Gimana Noona? Jadi tidur sama aku, gak?"

Dan Iqbal harus puas menerima lemparan bantal yang dilempar Azel ke mukanya.

~♥~

Hari ini acara class meeting yaitu Futsal. Kelas Iqbal mendapat lawan yang cukup berat untuk permainan pertama kelas mereka. Kelas itu adalah XII IPS 2. Kelasnya sang Ketua tim Futsal di sekolahnya. Sejak awal, banyak yang sudah pesimis dengan kenyataan kelas mereka akan kalah telak. Namun, Iqbal dan Adit meyakinkan rekan se-timnya untuk optimis menang.
Jadi, di sinilah mereka sekarang. Di tengah lapangan sekolah mereka sambil mengoper bola ke sana-ke mari.
Iqbal berlarian di tengah lapangan, mengejar tim lawan yang sedang menggiring bola menuju gawang. Kakinya berulang kali hendak merebut bola dari lawannya namun gagal. Benar-benar tidak bisa dihentikan. Memang ia harus mengakui kemampuan kakak kelasnya itu.

"Ayo, Bal! Rebut bolanya!"

Kalau kalian menyangka itu yang heboh adalah Ica, kalian salah. Karena kini, Azel lah yang tengah menyoraki tunangannya itu dengan heboh. Bahkan kedua sahabatnya yang gantian memandang aneh pada Azel.

"Dia ... hari ini kesambet apaan?" Irma menggaruk belakang kepalanya masih menatap Azel.

Ica mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya dari Azel. "Iya, seorang Azel gak mungkin kek gitu. Atau dia orang lain yang nyamar jadi Azel?"

"Berisik ya, kalian." Azel melirik dengan tatapan tajam pada kedua sahabatnya itu. "Gue denger ya omongan lo pada."

Ica dan Irma hanya meringis. "Hehe."

"Udah buruan ikut jadi suporter bareng gue." Azel kini menyerahkan dua lembar kertas yang ia sobek dari bukunya. Kertas itu berisi tulisan Semangat X IPS 3 di sana. Tapi kepunyaan Azel berbeda, ada tulisan kecil bertuliskan dan Iqbal dibubuhi tanda hati ❤ di sana.

Ica dan Irma menggeleng. Namun akhirnya mereka ikut berteriak menyemangati tim Adit cs itu.

"Ayo, Adit!" seru Ica.

Tak mau kalah, Azel pun berseru, "Ayo, Bal! Kamu pasti bisa!"

"Aaaaa!! Iqbal ganteng banget astaga!"

"Duh, Adit juga ganteng kok."

Kini Azel dan Ica melirik ke sebrang kelas mereka. Tepatnya ke kelas sebelah mereka. Iya, seruan tadi berasal dari sana. Azel memberikan tatapan tajam pada dua cewek itu. Tapi sayangnya tatapannya tidak digubris, bahkan dua cewek itu tidak dikenalnya. Kelas sebelahnya tidak ia kenal. Benar-benar ajaib.

"Ya ampun seksi banget Iqbal. Rambut basah, terpapar sinar ilahi. Duh, gak kuat!"

"Iqbal, aku padamu!"

Kini suara berasal dari deretan siswi kelas sepuluh di depannya. Bangku penonton benar-benar heboh. Meneriakan nama Iqbal berulang kali. Eh, ada nama Adit juga disebut. Juga nama kakak kelas mereka yang bernama Rendi, si Ketua Tim Futsal itu.

Sial, banyak banget saingannya di sekolah ini.

"Aaaaa! Kak Rendi!"

"Iqbal, semangaat!" Azel berteriak tak mau kalah. Senyumnya sedari tadi mengembang. Matanya memandang Iqbal yang berlarian di tengah lapangan. Dan begitu pemuda itu mencetak gol, Azel kembali heboh.

"Waaaaa!! Bener, Bal. Kaya gitu loh!" Ia benar-benar heboh. Bahkan lebih heboh dari semua siswi di sana.

"Malu gue." Ica menutup mukanya ketika dipandang oleh setiap orang di sana.

"Gak kenal. Bukan temen gue." Irma kini malah mengibas-ngibaskan tangannya saat berpasang mata memandangnya.

Azel cuek, bahkan mengabaikan perkataan dua sahabatnya itu.
"Semangat Iqbal!"

Azel tidak tahu saja, Iqbal sejak tadi tersenyum mendengar suara Azel yang aslinya cempreng tapi terdengar merdu di telinganya. Ia senang, dan sangat senang melihat gadis itu meneriakkan namanya, bukan nama cowok lain. Azel bahkan rela mendapat tatapan tidak mengenakkan dari orang-orang di sekitarnya.

Ia tersenyum lebar memandang tribun penonton. Mencari keberadaan Azel. Dan begitu ketemu, senyumnya ia lemparkan. Sudut bibirnya tertarik lebar. Ia mengerling.

"Gemes banget, sih," ucapnya sebelum kembali menerima umpan bola.

"Pengen bawa pulang dia terus kurung di kamar."
Tim lawan kebingungan mendengar ucapan Iqbal yang menggocek bolanya untuk mengecoh.

"Gemes banget ya ampun. Anak siapa sih?"

Begitu seterusnya hingga membuat kakak kelasnya kebingungan di depannya yang berusaha merebut bola darinya.

"Duh, anaknya Mama Rei ini. Ya ampun."

Dan, gol!

~♥~


Gemas gak?

Oh My Fiance! [COMPLETED]Where stories live. Discover now