[#EXOFFIMVT2019] NUR ANNISA_SERATUS LAPIS PELANGI DI KOREA

4 0 0
                                    


Seratus Lapis Pelangi Di Korea

Nur Annisa

Kedua tanganku memeluk tubuh, jaket tebal yang kukenakan tak cukup memberikan rasa hangat. Perlahan salju turun, menyentuh wajah yang kudongakkan ke atas, menantang langit kota Myeongdong hari ini. Dingin merembes sampai ke hatiku. Ini hari ke tujuh aku berada di Korea. Seminggu lalu, tanpa diduga aku memenangkan undian dan membuat kakiku dapat menjejak negeri gingseng ini. Meninggalkan nenek dan kakek di Indonesia yang melepaskanku untuk pergi dengan berat hati. Berbeda dari mereka, aku sangat gembira sehingga dengan beraninya berangkat seorang diri. Bukan untuk liburan, ada hal penting yang harus kulakukan, mencari ayahku.

Sebenarnya ini bukan kali pertama aku bertandang ke sini. Dulu saat ibuku masih hidup, kami pernah mengunjungi orang tua ayahku. Ketika itu usiaku lima tahun, aku hanya ingat liburan kami yang menyenangkan dan sepotong memori tentang seorang anak laki-laki yang memberikan aku tteokbokki saat kedinginan sewaktu bermain di sekitar rumah yang kami tempati. Yang anehnya, hari itu ia membuat aku langsung jatuh hati hingga memberikan kalung berbandul bintang milikku sebagai kenang-kenangan. Cinta monyet memang menggelikan. Karena ingatan itu pula, aku akhirnya memilih untuk pergi ke Myeongdong sini. Menyusuri jejak langkah ayah yang samar di memoriku.

Setelah sekian lama, kudengar perutku berbunyi. Mataku melirik sekitar, berharap orang-orang di tengah keramaian ini tak mendengarnya. Aku merogoh tas selempang yang kubawa, mengobrak-abrik isinya. Meski di kanan kiriku ada banyak penjual makanan, aku harus berhemat karena uang sakuku semakin menipis. Di dalam tas itu hanya ada ponsel, pouch, dompet, dan buku kecil dengan nama Aira Sylvana.

Aku tersenyum mengingat nama yang diberikan ibu itu, perlahan membuat aku teringat juga pada namaku yang lain, Shin Ae Ra. Ya, aku punya dua nama karena ayah ingin aku juga mempunyai nama Korea sepertinya. Lagi pula, kedua nama itu tak berbeda jauh. Aku suka namaku. Baru saja ingin menyerah karena tak mendapati apapun yang bisa dimakan di dalam sana. Mataku kembali berbinar tatkala menemukan dua buah fortune cookies yang diberikan orang-orang di pinggir jalan tadi sebagai bentuk promosi karena toko kue yang baru buka.

"Hari ini nasib buruk akan mendatangimu," kataku membaca barisan kalimat yang tertulis di kertas dalam kue berbentuk hati itu. "Ramalan begini masih ada yang percaya?"

Kue kecil itu kemudian berpindah dari tangan menuju mulutku. Tentu saja tidak meninggalkan rasa kenyang, tapi setidaknya bisa mengganjal sebentar. Aku beralih membuka fortune cookies yang satunya lagi dan membuka kertas di dalam sana.

"Kau akan dipertemukan dengan cinta sejatimu segera. Ia adalah seseorang dari masa lalu."

Aku terbahak, sejurus kemudian menggelangkan kepala pelan. Ini hanya omong kosong. Tadi katanya aku akan mendapat kesialan, tapi di sini dikatakan lagi aku kan menemukan cinta sejati? Apakah itu termasuk sial? Tanpa memperdulikan lagi ramalan itu, aku segera menghabiskan fortune cookies di tanganku dan kembali melangkah. Menikmati ramainya Myeongdong yang memang identik dengan jajanan pinggir jalannya sehingga begitu menarik perhatian para turis asing maupun lokal.

Sampai kemudian aku tercekat. Langkahku spontan saja berhenti dengan mata yang menatap lurus ke depan. Melihat seorang pemuda yang tengah berdiri di sana, aku hampir saja lupa cara bernapas. Wajahnya yang putih bersih itu masih dapat kukenali meski di balik penutup kepala dari jaket tebal yang ia kenakan.

"Choi Dong Min," lirihku.

Ia menengok, spontan aku berbalik. Langkahku kini menuju arah berlawanan, bahkan dengan tergesa mencoba berlarian meski harus mendapat tatapan tak suka dari orang-orang yang tak sengaja kusenggol. Aku tak boleh menemuinya. Pemuda yang tiga bulan lalu dengan kurang ajarnya memutuskan hubungan kami tanpa alasan yang jelas. Hanya karena dia bilang dia ingin kembali ke Korea setelah menyelesaikan pendidikannya di Indonesia. Meski kami tidak bertengkar, aku tetap saja kesal.

#EXOFFIMVT2019Where stories live. Discover now