The Last Friendship

828 73 22
                                    

Dan ini adalah pertama kalinya
Aku kehilangan sahabat terbaik
Mungkin tak akan pernah lagi
Aku menemukan sosok sepertinya...

~*****~


Sore ini, aku masih termenung memikirkan kondisi terakhir sahabatku.

Mbak Hami, yaa itu nama kecilnya. Masih begitu teringat saat pertama kali aku tiba di asrama ini, beliaulah yang mengunjungiku dan mengajak berkenalan dengan senyum sapaan yang sangat ramah.
Beliau menanyakan tentang kondisi air di rumah yang baru aku tempati, lalu menawarkan kamar mandinya agar bisa kugunakan untuk membersihkan diri setelah perjalanan jauh sekitar 6 jam dari kota Malang. Yaaaah... Hanya beliau saja yang berani menyapaku langsung ke rumah, padahal umumnya orang akan segan atau malas berkenalan lebih dulu pada orang baru saja pindah rumah di kompleks perumahan.

Tak terasa bulir air mata menetes perlahan dan aku makin terisak.

Kriiiiiing..... Kriiiiing..... Ponselku berdering, menyadarkan lamunanku.

"Assalamu'alaikum, mas dimana?"

"Wa'alaikumsalam, mas masih di rumah sakit, yank. Mas pulang telat yaa!
Oh iyaa, kamu jangan kaget yaa, sayang."

"Kenapa mas?"

"Bu Tejo..... Bu Tejo...... Meninggal barusan, yank!?" Ucap mas Aji lirih.

"Oh yaa Allah...... Innalillahi..... " Isak tangisku makin menjadi.

"Yang ikhlas yaaa, insyaa Allah Bu Tejo sudah tenang dan ndak sakit lagi. Mungkin mas pulang agak larut karena harus mengurus jenazah Bu Tejo untuk dipulangkan ke Blora besok,"

"Hiiiiksss..... Iyaaa mas.... Hati-hati yaa...."

"Iyaa, sayang... Jangan lupa makan yaa, assalamu'alaikum.... Muuuaaach!"

Adzan maghrib berkumandang, segera ku mengambil wudhu dan sholat untuk menenangkan hatiku yang sekarang tidak karuan rasanya.

Yaaa Allah.... Terimalah amal kebajikan mbak Hami dan ampunilah dosa-dosanya, ia terlalu sering disakiti oleh suaminya, biarkan keikhlasannya menjadi amalan indahnya menuju Jannah-Mu.
Dan aku telah mengikhlaskan kepergiannya untuk selamanya, yaa Allah... Aku ikhlas.... Walaupun hamba tidak akan pernah menemukan sahabat seperti beliau lagi....
Kuatkan kami dan keluarganya yang ditinggalkan, berilah kami kelapangan dan ketabahan. Serta jadikanlah Oni, anak semata wayangnya sebagai anak yang sholeh dan menjadi syafa'atnya nanti di akhirat-Mu.

Aamiin.....

~~~~~~~~~

Sekarang kau paham, bukan?
Menjadi istri seorang prajurit itu bukan sesuatu hal yang bisa dibanggakan, melainkan banyak ujian dan tanggung jawab yang harus dijalaninya. Terlebih mereka itu masih juga dijuluki sebagai playboy cap kadal burik oleh sebagian para gadis yang illfeel pada status mereka, termasuk aku dulu. Entah bagaimana bisa aku terjerat cinta seorang pria berstatus TNI-AD yang mengatakan bahwa pangkatnya yang paling rendah se-Indonesia hingga aku mau dijadikan istri "keduanya" selamanya.

Iyaaa.... Istri kedua, karena bagi seorang prajurit istri pertamanya adalah senjata mereka. Apakah kau sanggup?
Aku masih dikatakan beruntung karena disaat hamil besar begini suamiku masih ada didalam satuan bukan sedang satgas pamrahwan atau luar kota (pedalaman hutan/dinas di ibu kota). Banyak tetanggaku yang sejak awal hamil sampai mau melahirkan baru di"tengok" suaminya pulang. Malah ada juga yang terpaksa melahirkan sendirian karena suami sedang satgas luar negeri dan tidak memungkinkan untuk mendadak ijin pulang.

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang