Ibadah Terindah

6.7K 321 15
                                    

Kriiiiiiiiiing.......
kriiiiiiiiiing.......
kriiiiiiiiiiiiing! 

Tut! Jemariku menekan layar ponsel tanda mematikan alarm. Tampak di layar ponselku jam 03.00 WIT, aku bangkit lalu menuju dapur untuk membuat santapan sahur pertamaku. Ada tumis kacang panjang dan tempe, ayam goreng, sambal orek dan dua gelas susu hangat. It's simple menu, guys!

Setelah siap, aku meninggalkannya sebentar di meja makan untuk menyempatkan diri sujud di sepertiga malam terakhir. Lalu membangunkan suamiku yang kelihatannya masih terlelap di balik selimut.

"Sayang....ayo bangun...." selimut yang biasa kami pakai tak biasanya menutupi hampir seluruh tubuhnya. Aku duduk di sisi tepi kasur.

"Hmmmm....." ia hanya mengulet, lalu  memiringkan tubuhnya ke arahku tapi matanya masih terpejam.

"Ayo.....kita sahur, sudah jam setengah 4 sayang...." serasa membangunkan anak usia 6 tahun, iiiih.....menggemaskan! Aku menggoyangkan lengannya perlahan dan menyingkap selimutnya.

Dan, hap! "aaaaah....apaan sih ini?" ia menarik lenganku dan menjatuhkan tubuhku di atas tubuhnya yang kekar tanpa pakaian, lalu melingkarkan lengannya erat di atas punggungku.

"Hehehe...." ledeknya. "Boleh main bentar gak? Sebelum nanti kita puasa,"

"Hah? Apaan sih? Ini udah jam setengah 4, mas. Imsaknya jam 4.15 lho!?" jawabku gugup dan masih menahan rasa terkejut.

"Yakin gak mau? Hmmm.....nanti nyesel lho!"

Aku menatapnya sebentar, tak tahu harus menjawab apa. Rasanya ingin pasrah, tapi aku harus rela makanan yang sudah kusiapkan sedari tadi menguap menjadi dingin.

"Oke....oke, mas becanda kok! Jangan ngeliat horor gitu aah, mas tau kamu sudah nahan laper dari tadi 'kan? Hehe..." ia menggeser tubuhku ke sisi kasur kemudian bangkit, menyingkap selimut yang menutupi separuh tubuhnya.

"Aku bukan menolak lho mas," akhirnya aku bisa mengontrol hatiku. Huuuuuaaaah!

"Iya, gak papa. Ayo sahur!" tangannya menarik lembut lenganku. Lalu, aku bangun dan mengekornya menuju ruang tengah.

Ia begitu berselera melihat masakan sahur yang sudah aku siapkan. Entah karena memang benar - benar suka atau juga karena ia lapar. Aku segera menyendokan beberapa nasi, sayur dan juga lauknya. 

"Alhamdulillah ya, mas. Ini jadi puasa pertama kita,"

"Iya, banyak bersyukur saja karena gak semua pasangan bisa kayak kita sekarang." tuturnya disela suapan sendoknya.

"Iya, mas. Alhamdulillah kita bisa sahur bareng di hari pertama Ramadhan. Eh....katanya om Tejo bentar lagi selesai satgas ya? Kapan mas?"

"Hmmm mungkin seminggu puasa, bisa maju atau mundur. Tau dari mana?"

"Biasalah.....ibu - ibu 'kan spies-nya dimana - mana. Hehe..."

"Dasar! Jangan gitu, gak baik ikut - ikut gosip. Kalo lagi ngumpul sebaiknya bicarakan yang bermanfaat, bukan buka aib sesama."

"Astagfirullah.... Ya gak lah, mas. Maksudku tadi, masalah kedatangan bapak - bapak itu pastinya dinantikan para istri di rumah. Jadi wajar kalo kita nyari info soal itu, dan bukan berarti disaat ngumpul bareng sama ibu - ibu di komplek depan trus kita gosipin sesama perempuan. Ngapain  juga mas? Amit - amit deh!"

"Ya baguslah kalo begitu, alhamdulillah kalo istri mas sudah paham. Mas cuma mengingatkan saja,"

"Iya sayang, makasih ya... Insyaa Allah pesan mas selalu aku ingat dan jaga,"

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang