Pergilah, Aku Tak Apa

5K 274 29
                                    

Jika ingin menjadi pendampingnya
Kau harus rela untuk mendewasa
Jauh dari keluarga, ibu dan ayah
Tak perlu ada tangisan
Karena ini hanyalah suatu pembelajaran

__G__
***

Aku tak menyangka jika ada perintah se-mendadakan ini untuk suamiku bertugas. Masih mungkin jika ia ditugaskan secara tiba - tiba di sekitaran kota ini, misalnya nge-Pam, evakuasi pasien di pedalaman atau daerah konflik, tapi ini bukan. Semua tebakanku salah!

"Yank, memangnya lusa mau kemana? Bukannya mas ada nama satgas?" aku bertanya dengan tatapan serius.

Ia masih sangat nyaman berbaring disampingku. Hmmm... Kebiasaan pria disaat hari libur.

Hari ini memang hari Sabtu yang sangat dinantikan para pekerja kantor untuk bisa beristirahat di rumah. Bersantai seharian untuk menghilangkan penat setelah 5 hari bekerja. Kebetulan sekali Sabtu ini suamiku tak ada jadwal korve ataupun piket, karena para bapak sedang mempersiapkan segala hal untuk keberangkatan satgas minggu depan. Itupun kalau jadwalnya tidak berubah.

"Yank, bangun iiih! Kenapa sih tiap ditanya serius gak mau langsung jawab? Udah jam 6 nie lho!? Kebiasaan yaa kalo selesai shubuh trus ngajak tidur lagi, jadi males 'kan?"

Lengannya masih menelungkup tubuh kecilku, sampai membuatku tak bisa bergerak untuk bangun. Hembusan nafasnya terasa hangat mengena sisi kanan pipiku. Mau sampai jam berapa ia begini?

"Iiiiih.....nie tangan be-rat a-mat yah! Isinya apa coba? Huft!" aku berusaha mengangkat lengannya sebisaku tapi sepertinya percuma. "Yaaaaaaank!" aku sedikit mengeraskan suaraku.

"Apaa siiiih?" suaranya serak khas orang yang enggan untuk terbangun.

"Aku mau rebus air, bikin kopi, trus masak. Udah ah! Ayooook bangun! Nanti keburu bu Tejo kesini lho!"

"Heh? Mana bu Tejo? Mana?" tiba - tiba ia membuka lebar mata dan mengangkat kepalanya seperti mencari sesuatu tanpa mengubah posisi tidurnya.

"Lhaaa itu di depan,"

"Iiih ganggu aja!" ia pun mengubah posisi tubuhnya dan menjauh dari tubuhku.

"Hahahaha..... Ketipu deh!" lalu aku segera bangkit dan mengenakan pakaian.

"Oooooow....awas ya!" ia melirikku sedikit sinis, lalu menenggelamkan wajahnya di balik selimut.

"Hihihi.... Udah ah, nanti lagi bisa 'kan? Aku laper, yank! Pengen bikin nasi goreng, mas mau?" tawarku penuh rayuan.

"Hmmmmm...."

"Bikin kopi dulu aaaaaaaah!" aku meninggalkannya menuju dapur.

~~~~~~~~

Kali ini ia begitu cemas dengan kondisinya sendiri, sampai ia benar - benar sulit untuk menelan makanan dan akhirnya malas untuk makan jika pada akhirnya harus keluar lagi seluruh isi perutnya.

"Ayo makan dulu, maa!" ajak sang suami yang sebenarnya sangat khawatir dengan kondisi istrinya itu. Padahal minggu depan ia akan berangkat untuk bertugas kembali sedangkan kondisi di rumah sangat berat untuk ditinggalkan.

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang