Home Alone

8.3K 366 11
                                    

Aku tak percaya dengan apa yang mas Aji sampaikan tadi. Suasana hatiku berubah total, rasanya ingin sekali menangis, marah, dan......ah sudahlah, tak ada gunanya aku melawan aturan disini. Aku tak boleh egois, memang sudah semestinya  suamiku mendahulukan tugas negara karena itu profesinya. Dan perutku semakin terasa sakit.

"Aaaaakh...!"

"Adek kenapa?" ia nampak khawatir melihat wajahku yang meringis kesakitan dan memucat.

"Sakit, mas..." jawabku lirih, aku mendudukkan tubuhku dan memegangi perut di depan lemari yang sedari tadi sibuk menyiapkan segala keperluannya selama dinas di luar kota.

Dia menghampiriku, mengangkat dan membaringkanku di tempat tidur, "Minum obat ya? Apa sudah keluar M nya?"

"Tadi...waktu maghrib....belum, mas. Tapi, ini sudah......mulai terasa.... Lebih sakit....dari biasanya," keluhku tersendat - sendat padanya. Kali ini aku memang tak sanggup menahannya, efek obat yang ku minum selama seminggu rasanya seperti meremas kuat area perut bawahku dan memaksanya untuk mengeluarkan isi yang terhambat selama 2 bulan ini.

"Atur napas dalam ya! Bentar mas ambilkan analgesik sama air," ia bergegas ke dapur dan secepat mungkin kembali ke kamar untuk membantuku meminumnya.

"Mas, antarkan aku ke kamar mandi ya!"

Aku terduduk (jongkok) diatas kloset beberapa saat, semakin sakit tapi perlahan keluarlah cairan dan gumpalan hitam kemerahan sebesar hati ayam seperti usai melahirkan. Sedikit melegakan...!

Sekitar 5 menit aku berada di kamar mandi membersihkan diri dan setelahnya aku membaringkan tubuhku di atas kasur, rasanya seperti menguras tenaga. Tak lama mataku terpejam dan aku lupa jika esok suamiku akan berangkat melaksanakan tugasnya di luar kota.

~~~~~

"Lhooo....mas, kenapa gak bangunin aku? Jam berapa ini?" Aku terkejut melihat jendela kamar yang sudah menampakkan cahaya jingga matahari.

"Kan adek gak sholat, jadi mas biarkan adek tidur lebih lama. Ini juga masih jam setengah 7 kok!"

Aku bergegas ke kamar mandi, rasanya basah di area belakangku. Tembus! Ya ampun.... 😑😑

"Tuch kan! Gak mau bangunin jadinya luber kemana - kemana, mas." sungutku kesal karena nanti aku harus mencuci manual sprei dengan bercak darah yang lumayan banyak.

"Dah gak papa, nanti biar mas yang cucikan" tak berapa lama, ku dengar ia mencuci sprei itu di belakang rumah tanpa menggilingnya di mesin alias manual. Rasanya tidak tega melihatnya seperti itu, tapi aku tak memintanya. Kepalaku masih terasa seperti ada paku yang menancap kuat di dalamnya. Tuiing....tuiiing....

"Mas... " aku memanggilnya lirih sambil menyandarkan tubuh dan kepalaku di tepi pintu belakang.

"Ya sayang...." jawabnya tanpa memandangku.

"Mau dimasakin apa? Jadi 'kan hari ini ke Jakarta-nya?"

"Iya jadi, mungkin nanti jam 9 baru berangkat. Adek udah baikan belum? Mas tadi udah masak kok. Ada sayur bening sama sambel goreng udang, abis ini kita sarapan ya?" lanjutnya masih dengan membilas cucian.

"Maaf ya mas, aku jadi ngerepotin kamu"

"Ya sudah, ini nanti tinggal dikeringkan trus jemur ya, dek. Masih mas rendam pewangi."

"Iya mas, nanti biar aku yang lanjutin. Dah ayo sarapan!"

Mas Aji segera menghampiriku dan membopong tubuhku yang lemah ke ruang tengah dan menyiapkan sarapan beserta obat - obatku. Aku tahu, sangat tahu, jika kali ini hatinya gundah melihat kondisiku yang tidak biasanya seperti itu. Rasanya aku seperti usai keguguran. Lemah, pucat dan nyeri terasa dari kepala hingga perut bawah. Ia tak tega untuk meninggalkanku sendirian di rumah. Tapi, apalah dayanya. Ia tak bisa melalaikan tugasnya.

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang