LDR (Part 1)

11.4K 485 17
                                    


Dalam perjalanan kami terdiam, hanya air mata yang dapat menggambarkan suasana hatiku. Harusnya suamiku yang sedih dan aku yang menghiburnya, tapi kali ini aku yang begitu terpukul dengan berita duka yang sedang menimpa keluarga besar kami. Entah mengapa, aku mulai begitu menikmati suasana keluarga baruku. Mertua pun sama maknanya dengan orangtua sendiri, justru dengan menyayangi mereka, akan ada pahala yang terus mengalir kepada orangtua kita. Insyaa Allah ☺

"Gak papa, dek. Gak usah sedih. Bapak memang sudah lama sakit, bolak balik rawat inap dan cuma ibu dan Novi saja yang bisa jagain. Kalo Didik masih sibuk sama kuliah profesinya. Kasian bapak kan, daripada menahan sakit yang tidak juga sembuh mungkin ini cara yang terbaik dari Allah supaya Bapak tidak sakit lagi," tuturnya lirih dengan mendekap bahuku erat.

"Iya mas, insyaa Allah aku bisa mengikhlaskan kepergian bapak."

Aku begitu memaklumi keadaan keluarga suamiku. Walaupun ia memiliki 5 saudara, tetapi hampir semuanya bekerja di luar kota dan pulau, juga termasuk ia sendiri. Sejak ia berkarir sebagai prajurit, untuk berkumpul dengan keluarga saja hanya bisa setahun sekali. Bahkan disaat lebaran tiba, ia jarang bisa mengambil cuti. Yaaa begitulah nasib para prajurit di tanah perantauan, harus terbiasa menahan rindu kepada orangtua dan sanak saudara.😣

................................

Jam 19.30 WIB

Sesampainya kami di rumah duka, begitu banyak undangan yang hadir mengikuti doa bersama. Pemakaman bapak sudah dilangsungkan siang tadi tanpa menunggu kedatangan kami, padahal ingin sekali kami melihat bapak untuk yang terakhir kalinya.

Aku tak tahu bagaimana perasaan suamiku saat ini, ia tampak begitu tenang menghadapi situasi seperti ini. Yaa mungkin karena ia laki-laki dan jarang mengekspresikan perasaannya kepada orang lain, aku paham ia sangat memendam perasaannya yang begitu merindukan bapak. Sejak kecil, ia-lah yang menjadi kesayangan bapak. Mas Aji menjadi seorang prajurit pun juga impian bapak, walaupun sebenarnya itu bukan keinginannya. Dan semenjak menjadi prajurit, ia sangat jarang bisa berkumpul dan bercengkrama dengan bapak. Terlebih disaat bapak sering kambuh sakit dan perlu perawatan khusus di rumah sakit, tanpa pikir panjang ia langsung mengurus ijin keluar satuan untuk menjenguk bapak. Masyaa Allah, suamiku termasuk anak yang sholeh ya!

"Bu, yang sabar ya... insyaa Allah bapak sudah tidak merasa sakit lagi disana. Bapak sudah sehat dan bahagia disana," kupeluk ibu dari sisi samping tubuhnya, beliau tampak begitu lemah tak berdaya, wajahnya lesu dan terus meneteskan air mata.

Dan tampak seluruh keluarga berkumpul di ruang tengah, menunduk pilu membaca yasin tahlil dan doa untuk bapak.

Beginikah rasanya kehilangan orang yang kami cintai, ya Allah?
Begitu berat, menyesakkan dada...
Padahal kami berharap Engkau memberikan kesembuhan pada Bapak..
Tapi inilah salah satu caramu menyayangi seorang hamba...
Berilah kami kesabaran dan keluasan hati untuk mengikhlaskan kepergian Bapak, ya Allah...
Terimalah segala amal ibadahnya, ampunilah dosanya dan jadikanlah kuburnya sebagai tempat penantian terindah hingga hari kebangkitan tiba..
Allahummaghfirlahuu warhamhuu wa'aafinii wa'fu 'anhuu...
Aamiin...

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang