Hobi Baru

6.5K 352 19
                                    


Hal yang harus ditekuni saat menjadi anggota Persit yang baru di asrama batalyon itu adalah berlatih olahraga voli. Sekalipun belum pernah memukul (servis) bola voli, kami harus berani mencoba. Dan Ibu Ketua Kebudayaan kami sangat men-support agar ibu - ibu -khususnya pengantin baru- berani memukul bola.

Yaa cuti selama hampir satu setengah bulan lalu membuatku agak lupa bermain voli. Tapi, tidak mematahkan semangatku untuk selalu berlatih. Dan seperti sudah menjadi tradisi disini jika ibu baru akan selalu ditunjuk menjadi pemain pertama sebelum yang lain secara bergantian.

Di lapangan batalyon, semua anggota kompi dalam berkumpul menjadi satu, tidak ada yang boleh bergerombol hanya pada kompi atau malah letingnya saja. Kami selalu diminta untuk berbaur, bisa saling mengenal antara satu dan yang lainnya. Mungkin bagi ibu - ibu lain sangat mudah untuk mengenaliku karena aku termasuk pengurus Persit Ranting yang bisa dibilang orang yang selalu sibuk wira - wiri mengikuti kegiatan Ibu Ketua Persit Ranting di dalam kompi maupun pertemuan gabungan. Tapi, bagiku menghafal 10 sampai 20 nama dari tetanggaku saja lumayan repot jika tidak setiap hari bertemu, apalagi dengan ibu - ibu anggota kompi lain....huft! 😩

"Bagi ibu pengantin baru dan yang belum bisa memukul bola, diharap berkumpul di depan saya." Ibu Dantonkes selaku Ketua Kebudayaan berdiri di sisi tengah lapangan dan menyuarakan nada lantang.

Ini karena hampir sebagian ibu pengantin baru dan yang belum bisa bermain voli masih duduk manis hanya menonton dan menangkap bola tanpa berani maju mengambil giliran, sedangkan sedari tadi mereka yang sudah terbiasa atau kami menyebutnya atlet voli Persit mendominasi giliran permainan.

Lalu, beberapa ibu berdiri dengan rasa kurang pede dan berjalan menuju tengah lapangan yang tidak begitu panas.

"Baik, cuma segini saja? Yang merasa pengantin baru, belum ada 6 bulan di batalyon mana ini? Ayoo..cepat maju!" sentaknya lagi. Akupun ikut berdiri di tengah kerumunan ibu - ibu. Dan beberapa ibu lagi ikut bergabung di tengah lapangan.

"Tadi siapa saja yang sudah bermain, angkat tangan?" tampak hanya 6 orang saja dari kami yang mengangkat tangan, termasuk aku.

"Oh bu Aji, sudah main kah?" tanyanya dengan nada keras.

"Siap, sudah Ibu." jawabku lantang.

"Oke! Bagi yang sudah main, silahkan duduk kembali,"

"Ada yang lagi hamil? Silahkan duduk juga," lalu beberapa ibu pun kembali ke tempatnya duduk tadi.

Dan, ibu ketua melanjutkan wejangannya dengan dialeg khas Ambon yang lumayan kaku, "Terus kalian ini sisanya kapan mau bermain? Kenapa harus diteriak dulu baru bergerak?......... Kalo belum bisa itu ya belajar, buu.... Jangan malas! Kalian datang ikut olahraga itu ya bergerak, jangan malah gerombol di pojok sana gosip sampe dower. Apa untungnya buat kalian?.......... Kalo kalian ikut olahraga, kan yang sehat ibu - ibu juga tow! Bukan cuma saya. Paham tidak?" suaranya begitu lantang terdengar sampai ke seluruh lapangan.

"Siiiaaaap...pahaaaaam," jawab ibu - ibu kompak.

"Oke kalo memang paham! Mulai besok jadwal olahraga berikutnya saya tidak mau lihat ada yang bergerombol dan tidak maju main ya! Saya akan khususkan kalian yang belum bisa main untuk latihan servis dan pukul bola sampe bisa. Terkecuali bagi yang hamil. Sekarang karena sudah sore, silahkan pulang dan kembali ke rumah masing - masing. Terimakasih!" beliau mengakhiri wejangannya dengan nada keras dan kesal. Tampak tautan alis yang mengkerut, bibirnya yang melengkung ke atas, dan rona merah yang begitu dominan di wajahnya. Beliau sedang menahan amarah. Yaa begitulah watak beliau, keras dan kasar. Tapi itu semua ada alasannya, bukan karena beliau memiliki jabatan tinggi, melainkan beliau merasa memiliki kewajiban untuk mendidik kami, anggotanya agar menjadi wanita yang disiplin, taat dan menjaga kebugaran tubuh. Toh manfaatnya pun akan kembali ke diri masing - masing 'kan?

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang