Persit Baru

23.3K 1K 39
                                    


Pukul 15.00 WIT. Tak terasa waktu berlalu dengan cepatnya.

Aku masih benar - benar bingung, bagaimana aku bisa memasak, mandi dan membereskan pakaian yang masih tersimpan dalam koper, sedangkan tidak ada apa-apa dalam rumah ini.

Setelah sholat dzuhur aku istirahat siang bersama mas Aji di kamar depan yg luasnya sekitar 3x5 meter beralaskan selimut tebal "cover bed" yang kubawa dari Malang hadiah dari kakak iparku. Astaga! Bahkan kasurpun kami belum punya.

Tok...tok...tok.....

"Assalamu'alaikum!" sapa seseorang.

"Wa'alaikumsalam, ya sebentar!" kubuka pintu perlahan.

"Bu, orang baru ya? Kenalkan saya bu Tejo, letingnya om tinggal di rumah sebelah. Gimana bu, rumahnya sudah ada air?" ia tersenyum menyodorkan tangannya dan kami berjabat tangan.

"Oh iya bu, belum ada apa-apa di didalam jadi bingung juga nanti mau mandinya gimana," ya rumah ini benar-benar kosong, bahkan airpun tak ada. Apa aku harus mengangkat air dari sungai kecil didepan pos Provost?

"Oh ya sudah, sampean bisa mandi di rumah saya Bu. Gak papa, gak usah malu. Nanti mampir saja ya Bu,"

"Ya bu, makasih banyak. Nanti saya ke rumah ya kalo mau mandi,"

"Kalo gitu saya pulang dulu ya, mari Bu. Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam,"

Alhamdulillah, akhirnya bisa berkenalan dengan tetangga baru sebelah rumah. Tapi sebelahnya lagi masih tutup pintu, mungkin orangnya belum pulang bekerja.

"Yang, nich jendela lebar banget ditutup pake apa ya?" Rumah ini kaya dengan penerangan, jendela depan kacanya cukup lebar sekitar 2x2 meter. Jadi nampak dari luar terlihat semua isi dalam rumah karena belum terpasang gorden. Sedangkan arah belakang rumah kacanya 2x1 meter, sangat terang dan menyilaukan mata.

"Ehmmm.....!" Mas Aji hanya mengulet tubuhnya yang masih betah berbaring di kamar.

"Aiiish!"

Terpaksa kucari sendiri sesuatu yang bisa menutupi jendela agar aku bisa leluasa membuka hijabku.

Yaa aku termasuk wanita berhijab rapi dan enggan membukanya selain yang bukan mahramku. Huuaah! Rasanya sudah mulai kegerahan.

"Yang, nyari apaan sich? Kok kopernya diobrak-abrik gitu?" Tanyanya dengan posisi masih sama sedari tadi.

"Nich sarung boleh gak kusobek? Buat nutup jendela depan sama belakang. Malu kan kalo keliatan dari luar seisi rumah yang masih berantakan," kutunjukan salah satu sarung shalatnya yang agak kusam.

"Walah! Kok sarung sich? Jangan dong! Itukan sarung kesayangan," ia segera duduk meraih sarung tadi dan memeluknya.

"Hadeh! Trus pake apa?"

"Itu sudah mas belikan tinggal dipasang aja, ada di koper satunya!"

"Oh, kalo gitu ayo dipasang,"

"Sek ah! Masih enakan tidur juga, abis ashar aja ya!" Sambil menata bantal ia mengatur posisinya lagi untuk kembali tidur.

"Ya ampun!" cuma bisa tepok jidat melihatnya seperti itu.

~~~~♡~~~~

Ba'da maghrib, mas Aji mengantarku ke sebuah rumah yang masih menjadi tetangga kami. Hanya beberapa deret rumah saja.

"Mau ngapain ke rumahnya, yang?"

"Ya kenalan tow! Kan orang baru, gak usah takut dia itu istri abang letingnya mas. Jd bisa dibilang mbakmu disini,"

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang