Cepatlah Pulang

5.9K 345 18
                                    

Aku merindu...
Rasanya seperti ada gumpalan daging yang sedang menyumbat pembuluh darah di dalam dadaku...
Sesak...
Dan hanya kau saja yang bisa menyembuhkannya...

__Mia Az Zahro__


~~~~~

"Ada apa, Bu? Oni kenapa?" ia tampak cemas di depan pintu.

"Bu, minta tolong antarkan ke klinik ya! Oni panas dari sore, sudah tak kasih penurun panas tapi panas lagi." matanya tampak sayu seperti tak tidur semalaman.

"Oh oke, bentar tak ganti ya! Sampean siap - siap aja, nanti tak ampiri ke rumah,"

"Iya, Bu. Suwun ya!" ia segera bergegas pulang dan menyiapkan segala keperluan rawat inap.

Ini kali pertamanya aku melihat bu Tejo begitu kepayahan merawat anaknya. Matanya begitu sayu, wajahnya muram dan gelisah, emosinya bisa mudah berubah, kadang tampak tegar tapi juga kadang ia terlihat rapuh. Kadang ia bisa sabar menghadapi anaknya, tapi kadang seketika berubah menjadi amarah. Aku sendiri bingung bagaimana menghadapi emosi bu Tejo, rasanya kasihan melihat seorang anak yang tak berdosa menjadi pelampiasan hati orang tuanya. Tapi aku tak berdaya.

"Dicek darah dulu ya, Bu." ijin om Anwar, perawat yang sedang berjaga malam ini di klinik.

"Gaaak maaauuu, maa! Saaaakiiiiiit!" ronta Oni di atas pangkuan ibunya.

"Ck, gak papa. Cuma sedikit aja kayak digigit semut, biar Oni cepet sembuh." rayunya yang kaku.

"GAAAK MAAAUUUU!!! HAAAAAH," tolaknya keras.

Lalu, aku mencoba membantu sebisanya memegangi Oni yang terasa panas di seluruh tubuhnya. Lalu om Anwar menusuk sedikit ujung jarinya untuk dicek apakah ada indikasi malaria atau tidak. Setelah mendapat 2 - 3 tetes darah dari ujung jari tengah tangannya, ia segera membawanya ke laboratorium.

"Dari jam berapa panasnya, Bu?" tanya pak Danton yang kebetulan masih berada di klinik.

"Eh iya, Pak. Dari sore jam 4, sudah saya kasih penurun panas trus 2 jam turun dia bisa tidur. Lhaa kok jam 8 apa 9 tadi panas lagi, saya kasih lagi. Jam 12 panas lagi, sampe gak bisa tidur saya. Rewel trus, gak mau makan cuma susu saja." jelas bu Tejo cepat.

"Oh jangan sampe malaria itu, diinfus saja ya Bu. Kasian gak bisa makan." tawar pak Danton.

"Iya pak, dirawat saja. Saya gak tega, dia tadi juga sempat muntah sekali selesai makan jam 7 tadi."

"Oke, disiapkan dulu ya! Bu Aji bagaimana, sehat kan? Bentar lagi bapaknya pulang kok, sabar ya!"

"Hehe, iya Pak. Alhamdulillah kalo begitu," aku tersenyum mendengarnya.

"Oke, saya tinggal sebentar ya!" pak Danton kembali ke ruangannya.

~~~~~~

Sedikit lebih sibuk dari hari biasanya kali ini. Aku harus secepatnya menyelesaikan perang dapur di rumah, memasak seadanya persediaan di dalam kulkas. Tidak! Ini sama sekali tidak merepotkan untukku. Justru ini kewajiban seorang tetangga sebelah rumah yang harus aku penuhi.

Aku tak tega melihat bu Tejo kewalahan disaat begini. Apalagi anaknya tak bisa ditinggal walau hanya sebentar saja untuk buang air kecil.

"Assalamualaikum, ijin Ibu. Maaf mengganggu pagi - pagi." Aku menyapa Ibu Ketua Dankima via ponsel.

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang