PROLOG

508K 22.5K 1.2K
                                    

HAPPY READING....

***

Bara mengepulkan asap dari mulutnya, disela-sela jari telunjuk dan tengahnya sudah terselip sebatang tembakau yang terbakar api.

Dia benar-benar bosan dengan kehidupannya, memiliki orang tua tetapi sama sekali tidak merawatnya. Orang tua macam apa itu?

Lebih baik tinggal sendiri daripada tinggal berdua dengan papanya yang super sibuk, pekerjaan yang begitu ia banggakan sampai lupa jika dia memiliki anak yang harus diurus.

Kehidupannya benar-benar berubah sejak kepergian mamanya, belum lagi papanya yang sibuk dengan urusan kantor.

Menggunakan obat-obatan berbahaya garis miring Narkoba, cukup membuat dirinya merasa tenang seperti di surga. Seperti ada seseorang yang menemaninya walaupun tak terlihat.

Suara dering telepon terdengar hingga membuyarkan lamunannya, kemudian ia mengangkatnya.

Bocah Anjing Is Calling...

"Halloo, broo." teriak seseorang di seberang telepon.

"Gak usah teriak." kata Bara malas, dirinya sebenarnya malas mendengar ocehan tidak jelas Devan.

"Aduhh, kesepian lo? Sini Abang Devan temenin." rayu Devan centil seperti banci kurang belaian, sikap sahabatnya itu memang rada miring.

"To the point aja, banyak bacot lo. Mau apa?" tanya Bara singkat tanpa ingin banyak bicara lagi, waktu sangatlah berharga baginya.

"Jemput adik gue yaa, please? Gue gak bisa jemput karena ada ekstra."

"Hm.." selesai menjawab itu, Bara langsung mematikan sambungan telepon.

Ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya, jam memang sudah menunjukkan pukul 1 siang.

Jam segini memang jam-jam dimana anak-anak berseragam putih biru berhamburan keluar gerbang sekolah, bersiap untuk pulang.

Jujur, Bara hanya tahu nama adik Devan saja. Sama sekali tidak pernah melihatnya, bagaimana wajah dari adik sahabat karibnya.

Bara kemudian beranjak dari sofa, setelah menghabiskan waktu selama 1 jam sebelumnya di rooftop. Setidaknya dia merasa sedikit tenang, walaupun hanya sedikit oleh sebatang tembakau.

***

"Abang! Katanya mau jemput Karen? Tapi mana? Abang kok belom dateng?" gerutu Karen, cemberut.

Di seberang telepon, abangnya tertawa terbahak-bahak seperti mengejeknya. Memangnya apa yang ia ejekkan? Memangnya ada yang lucu dari Karen?

"Bukan abang yang jemput kamu, sayang. Tapi temen abang, tunggu aja dulu mungkin macet di jalan."

"Tapi, bang--"

Tut.. Tut.. Tut..

Belum saja Karen menyelesaikan ucapannya, abangnya yang sialan menyebalkan itu sudah lebih dulu mematikan.

"Apa-apaan dia!? Gimana caranya gue tahu temennya coba kalo dia gak Kasih tahu?" tanya Karen pada dirinya sendiri.

Di sebelahnya ada Sera sahabatnya sedang terkikik geli, seperti bahagia melihat sahabatnya yang sedang jengkel dengan abangnya.

"Elo lucu, Ren. Kalo lagi marah, kayak kucing." kata Sera polos seraya tertawa kecil tanpa tahu bahwa apa yang ia katakan itu begitu menyakitkan.

"Ihhh, gitu ya lo jadi sahabat? Ya udah, musuh." kesal Karen seraya memalingkan wajahnya, berpura-pura marah.

Tiba-tiba seorang lelaki berseragam putih abu-abu datang dari arah berlawanan, sesekali melihat ponselnya lalu kembali melihat ke depan. Seperti sedang mencari seseorang yang sama seperti di ponselnya.

Karen menatap bingung lelaki itu saat langkah kaki cowok itu berjalan mengarah padanya.

Dia mencari Karen atau Sera? Ini benar-benar membingungkan.

"Kamu... Karen?" tanya laki-laki itu lembut seraya tersenyum kecil.

***

Minggu, 3 Desember 2017.
07.52

Semoga suka sama Sequelnya yaa, jangan Prequel nya doang yg disukain 😂😆.

SUDAH DI REVISI

BARA POSSESSIVUMWhere stories live. Discover now