10 : Toyotami Genji

Mulai dari awal
                                    

Rombongan yang mengejar Erix pergi  manjauhi tempat persembuanyiannya. Akhirnya ia terlepas dari pengejaran.

"Kau aman sekarang," kata seseorang yang tadi menyelamatkannya. Sesosok paman dengan tubuh besar dan kekar. Rambutnya yang sebagian memutih, disisir ke belakang dengan rapih. Janggutnya yang pendek terlihat pas dengan proporsi wajahnya. "Tadi itu sangat berani, bocah. Memegang ekor seorang gadis dikeramaian. Aku salut dengan kemesumanmu."

"Ha..!? Hatiku terluka dengan pujianmu, Paman," saut Erix dengan nafas tersengkal.

Paman ini tertawa dengan girangnya. "Karena aku sudah menyelamatkanmu, sebagai gantinya, traktir aku makan siang. Kebetulan aku sudah sangat lapar."

"Apa!? Aku tidak punya uang."

"Jangan begitu, atau kau lebih memilih tidur di penjara malam ini. Kau tahu siapa gadis kucing yang ekornya kau belai barusan? Dia adalah putri seorang saudagar. Aku yakin jika kau tertangkap, ayahnya tidak akan mengampunimu. Kau bisa jadi penghuni penjara selamanya," ancam paman tadi. Erix mulai merasa ngeri, pikiran-pikiran buruk menjalar di otaknya. "Ayo! Aku tahu tempat makan yang enak."

Erix rela dirinya di bawa paman itu ke sebuah restoran tanpa mengucap sepatah kata. Paman itu memesan hampir semua masakan yang ada di daftar menu. Erix berpikir keras mengenai masalah ini. Ia pusatkan pikirannya, mengerahkan kepintaran dan kelicikan yang ia punya. Hingga ia menemukan satu ide cemerlang. Di mana ia bisa melewati makan tanpa bayar sekaligus membalas jasa paman rakus ini.

Paman itu menyantap makanan yang ia pesan dengan lahapnya. Erix pun tidak mau kalah, ia juga memesan makanan yang super enak, tanpa memperdulikan harga yang tercantum. Masakan laut, masakan darat dan masakan udara, semua ia pesan. Hingga meja makan penuh dengan makanan, dan mereka melahap semuanya tanpa ragu. Ini benar-benar pesata makan yang mendadak.

Beberapa menit kemudian, rasa lapar pada perut kedua orang ini telah tersingkir. Kepuasan akan masakan enek berkualitas tinggi mengisi perut mereka. Dan disaat inilah rencana Erix dimulai.

"Paman apa kau sedah puas?" Tanya Erix.

"Yah, aku sangat puas," kata paman itu sambil membersihkan giginya dengan tusuk gigi.

"Aku tidak punya hutang jasa lagi, kan?" Tanya Erix lagi.

"Iya, kau bebas."

"Kalau begitu aku perjelas situasinya," nada bicara Erix agak serius. "Aku tidak punya uang."

Paman itu tersentak seperti telah menerima sebuah pukulan keras di tubuhnya. Ia menatap Erix dengan serius. "Kau jangan main-main, bocah."

"Aku 'kan sudah katakana sejak awal, aku tidak punya uang," bisik Erix kesal.

"Jangan harap aku yang bayar, aku juga tidak punya uang." Paman ini melipat tangan di depan dada seakan tidak perduli. Tetesan keringat merayap dari dahi ke dagu.

"Kita tidak perlu bayar," kata Erix dengan senyum iblis di wajahnya.

Tidak butuh waktu lama bagi paman itu untuk mencerna apa yang dikatakan pemuda di depannya itu. "Ja-jangan-jangan...."

Ternyata benar. Sejurus kemudian, suara teriakan menggema di sepanjang jalan pasar. Erix dan paman tadi dikejar lima orang karyawan restoran yang bertubuh cukup kekar.

"HOOY!! TUNGGU!! JANGAN LARI!!" seru salah seorang pengejar.

Erix dan paman itu lari sekencang-kencangnya. Konyolnya lagi, paman itu tertawa sambil membawa sepiring lobster besar siap santap, padahal salah seorang yang mengejar mereka adalah koki yang membawa sebuah golok pemotong daging yang besar.

"Hahahahaha... aku tidak menyangka bakal jadi begini. Ini pertamakalinya bagiku mengalami hal gila seperti ini," seru paman itu sambil menyantap lobster besar itu.

"Astaga, harus bepara kali aku dikejar-kejar seperti ini," kata Erix dengan wajah cemas.

Akhirnya, setelah menempuh jarak yang cukup jauh, mereka berdua berhasil lolos dari pengejaran. Entah karena orang-orang restoran itu sudah menyerah atau mereka berdua yang larinya super cepat. Yang jelas, sekarang mereka terkapar di pinggir kota, di balik semak-semak, dengan nafas yang terputus-putus. Walau begitu, paman itu tetap tertawa akan pengalaman gilanya.

"Siapa namamu anak muda?" Tanya paman itu, nafasnya masih berderu.

"Erix," jawab Erix dengan nafas yang tersengkal.

"Namaku Genji, Toyotami Genji, senang bertemu danganmu," kata paman itu menyebut namanya. "Aku suka gayamu."

"Iya, iya. Terimakasih, terimakasih." Erix tidak begitu memperdulikan. Ia sibuk untuk menstabilkan nafasnya.

Tiba-tiba, terjadi gempa bumi scara spontan. Getaran dahsyat mengguncang dengan hebatnya. Membuat kaget masyrakat yang sedang sibuk beraktifitas.

Orang-orang panik seketika. Mereka berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Burung-burung pun beterbangan dari dahan pohon. Hewan-hewan berusaha menyelamatkan diri dengan lari ke tempat yang menurut isting mereka aman.

Beberapa orang memilih tiarap di tanah lapang untuk menghindari bahaya. Erix dan paman Genji memilih tetap terkapar di semak-semak tempat mereka bersembunyi. Menunggu sampai guncangannya mereda.

Erix terlihat sedikit panik. Ia menutup kepalanya dengan kedua tangannya. Tapi, Genji terlihat berbeda. Sepertinya ia menghawatirkan sesuatu. "Gempa ini, jangan-jangan...."

Note:
Guild adalah kumpulan atau perserikatan.

Guild Shensin berarti perserikatan atau perkumpulan Shensin.

Gedung Guild berarti gedung untuk perkumpulan Shensin.

______________________________________

Jangan lupa tinggalkan jejak ya...^^

Dungeon HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang