5 : Pencarian Yang Melelahkan

Mulai dari awal
                                    

"Tapi, tempat itu adalah ruang terdalam dungeon ini, pasti sangat berbahaya," kata Haruka menegaskan. Namun, rasa pilu muncul saat kondisi kakaknya tebersit dalam benak. "Kasihan sekali kau Kak Yura."

Haruka mengerti dan mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan.

Monster Lumpur kembali menghadang, namun kali ini mereka bersama Srigala Hitam. Jumlanya mereka sangat banyak membuat kedua anak manusia itu terkepung dengan mudah.

Erix bersiaga dan telah siap dengan katananya, sedangkan sorot matanya mendelik tajam menunggu serangan. Salah satu Srigala Hitam menerkam, disusul dengan Srigala Hitam yang lain. Monster Lumpur tidak diam saja, mereka ikut menyerbu.

Erix menebas setiap monster yang menghampirinya. Meloncat kesana-kemari, bergerak meliuk-liuk cepat, menari sambil memainkan katana-nya dengan indah. Ia bertarung sambil melindungi Haruka. Ayunan, tebasan, tusukan dan sayatan ia gabungkan dengan tariannya yang elegan. Bahkan, terkadang ia menarik Haruka untuk menghindari serangan semprotan lumpur, namun terlihat seperti ajakan untuk ikut menari.

Satu per satu monster-monster tadi tewas. Yang awalnya rombongan, kini tinggal beberapa monster saja. Hingga semuanya habis tak tersisa. Hanyalah Dungeon Stone yang berkilauan mengelilingi mereka di lantai. Haruka melongo tak bergerak. Tercengang dengan tarian pedang yang Erix perlihatkan barusan. Ia terkagum-kagum terpesona.

"Heebaat ...," gumamnya.

"Haruka ... hoy, Haruka." Keterpesonaan Haruka buyar. "Dungeon Stone-nya."

*****

Di sisi lain, Lucius membongkar barang-barang bawaan pada tumpukan tulang-belulang tadi. Tidak hanya kerangka manusia, terdapat pula kerangka-kerangka aneh yang belum Luicus lihat sebelumnya. Mungkin kerangka itu dari makhluk-makhluk fantasi yang belum pernah Lucius temui.

Tidak hanya itu, ia juga mendapatkan koin emas, perhiasan dan sebongkah batu ruby dari hasil penjarahan ini.

Setelah itu, ia mulai berjalan melewati lorong gua yang gelap. Makin ke dalam, lorong gua yang ia telusuri lantainya makin menanjak. Tidak sengaja ia menemukan dua rangka utuh di sisi gua. Ia mengamati setiap sudut rangka itu dengan cahaya obor yang ia pegang. Dua kerangka itu diperkirakan adalah mayat dari dua orang kesatria, terlihat jelas dengan baju zirah yang membalut tubuh mereka. Ia juga menemukan pedang berhiaskan permata. Tak jauh dari sana, ia juga menemukan sebuah busur panah yang berukiran indah, beserta dengan dua anak panahnya.

Tanpa pikir, Lucius langsung melepas zirah yang menyelimuti kedua mayat itu dan segera mengenakannya. Satu zirah yang lain ia simpan di dalam ranselnya. Tak lupa juga ia mengambil pedang dan busur panah tadi.

Lucius kembali melangkah dangan hasil jarahannya. Ia berjalan jauh makin ke dalam. Melewati lorong gelap yang meliuk-liuk. Tidak ada lorong lain atau persimpangan, Lucius hanya terus berjalan mengikuti kemana lorong ini akan membawanya. Hingga ia melihat sebuah ruang yang di terangi pencahayaan di ujung lorong. Lucius segera memadamkan obornya dan mempercepat langkahnya.

Makin dekat ia dengan ruangan itu, semakin jelas ia mendengar suara seseorang. Maka dari itu, ia memperlambat langkahnya supaya tidak menghasilkan senada suara pun. Ia mengendap dan merapat ke dinding gua di sebelah pintu ruang yang bercahaya tadi, dan mengintim kedalam.

"SIAAL!! Di mana? Di mana!?" gerutu suara itu.

Lucius tetap mengintip dari balik pintu. Di sana ia melihat sesosok makhluk sedang membongkar setumpuk kerangka manusia. Mahluk agak kerdil namun kurus, berhidung mancung agak bengkok, bertelinga panjang seperti elf sambil memegang tongkat rod yang ujung tongkat itu adalah sebuah tengkorak kecil. Dua mata pada tengkorak itu memancarkan cahaya merah.

Dungeon HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang