4 : Monster Dungeon

Magsimula sa umpisa
                                    

"Itu potion. Ramuan penyembuh luka fisik," jelas Haruka.

Dari semua informasi yang dijabarkan Haruka barusan, tidak salah jika mereka menganggap dunia ini adalah dunia dalam gim. Karena persisnya aturan yang ada. Namun, mereka sudah menerima kenyataan kalau ini dunia nyata, bukan gim.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Cahaya yang remang tidak membuat nyali mereka ciut sedikitpun. Kaki terus melangkah di sepanjang lorong gua. Makin ke dalam, makin sering mereka bertemu Mug si monster lumpur dan jumlahnya pun samakin banyak. Tapi bagi Erix, mereka hanya lendir pengganggu yang harus dimusnahkan. Satu monster satu ayunan, tidak sulit bagi mereka menghantam tiga puluh Monster Lumpur yang menyerbu. Sedangkan Lucius, ia tetap setia memungut Dungeon Stone yang berserakan.

Tiba-tiba, Lucius menghentikan aktifitas memungutnya. Ia berjalan pelan, memandangi dinding di depannya. Siapapun tahu jika itu adalah tanah biasa, namun Lucius menanggapinya berbeda. Ia meraba dinding itu seakan ada sesuatu di sana. Erix dan Haruka yang keheranan, ikut berhenti memungut dungeon.

"Apa ada yang salah Lusius?" tanya Erix penasaran.

"Aku merasakan sesuatu di balik dinding ini," katanya tanpa mengurangi keseriusan dalam sorot matanya.

"Maksudmu?" Haruka ikut penasaran.

Lucius sangat yakin dengan instingnya, walaupun Erix dan Haruka tidak merasakan apapun. Untuk membuktika keyakinannya, Lucius melepas ransel besarnya, lalu ia mundur menjauhi dinding yang ia anggap mencurigakan tadi. Lucius melesat cepat dan menghantam dinding mencurigakan tersebut. Dinding gua itu hancur dan ambruk seketika. Erix dan Haruka tercengang melihat runtuhnya dinding itu. Nampaklah sebuah ruangan yang sangat gelap dari balik dinding yang hancur.

Erix cukup terkejut melihat tendangan Lucius barusan mengingat tebalnya dinding itu. Ia tidak menyangka pelayannya memiliki kekuatan sebesar itu. Memang tidak salah menempatkan Lucius sebagai pelayannya.

"Ruangan ini tidak ada di peta!" seru Erix sambil menunjukakan isi peta itu pada Lucius dan Haruka, ia sudah memastikanya beberapa kali. "Mungkin ini ruang rahasia!!"

Lucius mengambil salah satu obor di dinding gua dan menggunakannya untuk penerangan pada ruang yang gelap tadi. Ia berjalan pelan selangkah demi selangkah untuk menghindari sesuatu yang akan menghantam kakinya. Tantu saja, belati hitam telah siap di tangan kirinya. Hingga, ia menemukan pemandangan tidak berbahaya namun mengerikan, pemandangan yang hanya pernah ia lihat di televisi atau film-film horor. Lucius segera memanggil tuannya. Haruka yang penasaran, ikut masuk ke dalam ruangan, tapi Lucius melarangnya.

Betapa mengejutkannya Erix melihat kengerian di depannya, ia sampai gemetar karena takut. Di ruangan itu berserakan tulang-tulang dan tengkorak manusia di lantai. Ada pula yang terikat di dinding. Ini benar-benar mencekam.

Ada tengkorak yang terpisah dari tubuhnya. Erix membanyangkaan saat tengkorak ini masih keadaan segar, pasti sangat menakutkan. Pemuda itu keluar menemui Haruka, meninggalkan Lucius yang masih melihat-lihat situasi di dalam ruangan mengerikan tersebut.

"Ada apa di dalam?" tanya Haruka sambil mencoba mencari celah untuk melihat.

Erix hanya menggeleng dan memastikan Haruka tidak masuk ke dalam. Bukan karena apa, ia tidak ingin Haruka membayangkan salah satu kerangka itu milik kakanya.

Tak lama setelahnya, Lucius keluar. "Tuan, ada jalan lain di dalam ruangan ini. Bagaimana menurutmu?"

"Hmm... kakak Haruka tidak mungkin melewati ruangan ini. Baiklah, kita bagi dua tim. Lucius, kau telusuri jalan ini, mungkin kau akan menemukan sesuatu. Aku dan Haruka akan melewati jalan ini," kata Erix menjelaskan rencananya.

"Pardon? Apa anda tidak salah, Tuan? Tidak, tidak, ini telalu berbahaya."

"Masalahnya bukan itu Lucius. Ada kemungkinan kalau monster membawa kakak Haruka ke lorong rahasia itu," jelas Erix meyakinkan.

"Tapi, tempat ini terlalu berbahaya, kau bisa saja terluka. Dan jika itu terjadi, apa gunanya aku di sini?"

"Aku tidak akan terluka, Lucius. Aku tidak selemah itu. Kau 'kan tahu sendiri latar belakang olahragaku."

Lucius diam sambil berfikir. Dan akhirnya, dengan helaan nafas panjang, ia pun menyetujuinya. "Baiklah."

"Yes!!"

"Tidak, tunggu dulu! Kau serius? Ini tempat berbahaya. Tidak mungkin kau menelusuri dungeon ini sendiri," seru Haruka yang mendengar perbincangan dua pemuda itu.

"Haruka, kau tidak perlu takut. Aku bukanlah orang biasa yang lemah. Lucius juga jauh lebih hebat dariku. Kau lihat sendiri tadi 'kan, bagaimana dia menghancurkan dinding itu," kata Erix apa adanya.

Haruka diam dan mencerna perkataan pemuda itu. Lucius memang kuat.

"Dan Anda orang yang ceroboh, Tuan. Sedikit sulit untuk melepaskan Anda begitu saja," timpal Lucius.

"Lucius ...," rengek Erix kesal.

"Aku pergi dulu, Tuan." Lucius berbalik dan masuk ke ruangan itu.

Dengan berbekalkan obor, ia mulai menyelesaikan perintah egois tuannya.

Erix dan Haruka juga mulai melanjutkan perjalannannya. Haruka terpaksa meninggalkan tempat itu dengan penasaran yang tak terbayar.

Mereka bertiga berpisah, memilih jalan yang telah ditentukan. Lucius yang sendirian menelusuri tempat mengerikan, mengikuti apa kata tuannya. Sedangkan Erix dan Haruka melangkah bersama dengan penuh harapan, semoga Yura dapat ditemukan.

Apa Erix dan Lucius memang sekuat itu sehingga mereka berani berpisah di dalam dungeon yang terkenal akan keberbahayaannya itu? Apalagi, sekarang sudah dipastikan kalau terdapat puluhan monster yang sedang mengawasi mereka.

Tapi, janji mereka yang sudah diucapkan pada Haruka harus dipenuhi. Setidaknya hal itulah yang menjadi pegangan mereka untuk bertahan hidup.

Note:
Mug, jenis monster lumpur. Termotifasi dari monster Tar dari film Scooby Doo 😝

______________________________________

Capter 4 beres...

Untuk pembaca, saya ucapkan terima kasih...

Dan saya tunggu kritik dan sarannya, ya...^^

Dungeon HallowTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon