Bandoeng 28

385 26 2
                                    

ºYANG TERUNGKAPº

Hampir beberapa hari ke belakang ketika berada di sekolah, yang kulakukan adalah mencoba memgabaikan semua kecambuk perasaan. Entah itu rindu, hampa, kesal atau bahkan takut. Telingaku juga harus berpura-pura tuli pada mulut-mulut nyinyir seperti milik Anita, Meli dan yang lainnya yang tak menyukai hubunganku dengan Ardan. Entah karena mereka yang cemburu atau juga ada beberapa yang mengakui jika aku terlalu baik untuk Ardan.

Aku terkekeh saja mendengar alasan yang ke dua. Karena justru akulah yang selalu bertanya dalam hati tiap kali sedang bersama Ardan.

Pantaskah ku untuk dirinya?

Aku baru saja kelur dari ruang PLH, baru saja selesai menyimpan kertas daur ulang hasil kerja kelompok kami. Sedankan yang lainya lagi pergi ke gudang kebun sekolah untuk nenyimpan pupuk yang juga sudah selesai. Senang sekali, kelompok kami berhasil mendapat nilai yang cukup memuaskan.

Aku mau pergi menyusul anggota kelompokku. Tapi tiba-tiba aku melihat Dania sedang duduk di kursi taman. Wajahnya ditutupi tangan dan bahunya bergetar, sepertinya dia sedang menangis. Dan entah kenapa aku tiba-tiba merasa iba, jadi kuputuskan menghampirinya.

Suara langkahku yang bergesekan dengan kerikil membuatnya menoleh dengan wajah siaga. Namun setelah ia melihatku, matanya malah mendadak memicing tajam.

Tidak kusangka jika Dania akan menghampiriku dengan langkah cepat. Kemudian mendorongku dengan keras. Jika saja aku tidak segera berpegangan pada tiang lampu taman, mungkin saja aku sudah terjengkang.

Dia terlihat begitu marah.

"Dania kenapa?" tanyaku.

"Diam! Semuanya gara-gara lo Mia!"
"Gua benci lo!!"
"Lo datang ke kehidupan ini, dan lalu lo merebut Irhan!!"
"Dasar tak tahu malu!" telapak tangannya baru saja berhasil menghantam pipiku.

"Aw!" Menyisakan rasa panas perih.

"Lo tahu?"
"Gua benci lo!! Lo selalu beruntung!"
"Lo juga rebut Ardan dari Nita!"

"Dan kenapa rencana gua sama Gio harus gagal," katanya. Kalimat inj seperti ia tujukan untuk dirinya sendiri yang menyesal dan merasa gagal.

Sisi lain aku tertohok tak percaya pada apa yang sudah dia katakan.
"Apa Nia? Kamu dan Gio--?"

"Iya!! Itu rencana gua!!"
"Puas?!" Dia mendorong lagi diriku dan aku pun terjatuh. "Gua yang suruh Gio!!" katanya membentakku.

"Nia!!" Suara itu berasal dari seseorang di belakang Dania. Irhan menghampiri  dengan kemarahan dan kekecewaan terlihat begitu jelas di wajahnya.

Jelas Dania terkejut dan gelagap.
"Ir-Irhan?"

"Aku gak nyangka! Kamu cewek kan? Gimana bisa kamu melakukan itu?" kata Irhan.

"Tapi, Irhan... aku gak suka dia rebut kamu--"

"Berhenti! Terserah! Apa pun alasanmu. Sumpah aku kecewa sekali Nia!"
"Pergi Nia!!"

"Tapi Han..."
Nia memohon sambil menggenggam tangan Irhan.

Irhan segera menarik tangannya dari Nia dengan kasar, "kubilang pergi! Aku gak sudi liat wajah wanita jahat!"

Dania terdiam sebentar seperti tak percaya pada apa yang Irhan ucapkan. Lalu akhirnya tangisnya pecah, ia pun pergi begitu saja.

Aku masih diam termenung di bawah, air mataku tak bisa kutahan dan bercucuran begitu saja tanpa isakan. Aku amat terlalu tidak menyangka Dania akan setega itu padaku. Bahkan aku merasa aku tak memiliki kesalahan padanya.

(From) BandoengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang