Bandoeng 21

359 32 8
                                    

ºRINDUº

Seusai shalat isya, aku merebahkan diriku di tempat tidur. Aku bersyukur karena malam ini tidak ada PR. Habisnya lelah sekali setelah kerja kelompok tadi. Oh iya, besok teman-temanku akan datang lagi ke rumah untuk mengganti air rendaman kertas.

Handphone yang kusimpan di atas nakas tiba-tiba bergetar, kuraih dan memeriksanya. Ternyata WhatsApp dari Ardan.

Ardan
Apel ya?

Kubiarkan dan tak membalasnya.

Ardan
Mi... kangen...

Aku tersenyum dan menunggu pesan selanjutnya.

Ardan
Kok cuma di read?😭

Ardan
Sayang...
Maaf kalau aku ada salah

Ardan
Pengen ketemu...

Ardan
Mia...😫

Ardan
1
Malam-malam rindu
Kopi dan rokok tidak membantu
Apalagi si Danu
Dia cuma tukang jamu
Kalau bicara nganu-nganu
Huuuhuuu
Aku cuma mau satu
Miaku...

Aku terkekeh geli membaca puisi anehnya itu. Ingin sekali membalas pesannya, tapi... harus kutahan. Mungkin kamu pikir aku terlalu jahat dengan mengujinya begini. Tapi inilah mauku, cuma ingin tahu seberapa sabar ia menghadapiku. Lagi pula aku tidak benar-benar tega padanya, aku sayang Ardan. Sangat.

2
Tak perlu basa-basi
Karena rasanya tak tahan lagi
Seperti tikus butuh sabun
Tapi tak mungkin kalau aku pake sabun
Mmm... kamu menggoda
Sangat menggoda nona
Sini... hampiri abang
Jangan cuma mematung dekat ranjang
Mia... Mia... Mia...
Aku suka...
Siapkah kamu dengan sisi liarku?
Malam ini...

Aku menelototi ponselku, seolah Ardan yang langsung membacakan puisinya di hadapanku. Apa maksud dari puisi ke duanya?

Mia
Kamu mesum ya!!😡

Ardan
Umpan manjur! 😘😘😘

Mia
Nyebelin!
Awas ya mikirin aku macam-macam!😠

Ardan
Mikirin kamu lebih dari macam-macam, karena banyak alasannya.
Sampe-sampe aku cari di google😘

Sampe-sampe aku cari di google😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan aku hanya bisa cekakakan. Dasar! Ada-ada saja. Aku nyaris mengetik jawaban, tapi tiba-tiba ponselku bergetar panjang. Ardan memanggil. Tidak, ternyata bukan panggilan biasa. Ini video call.

Aku segera kembali berbaring kemudian menarik selimut sampai menutupi setengah wajahku, lalu menjawab panggilannya.

Awalnya dia tersenyum, lalu kemudian memberengut menatap layar handphonenya dekat-dekat.
"Kok curang?"
"Kok mata doang?"
"Buka..." katanya seperti memohon. Dia mencebikan bibirnya sambil memasang wajah sedih.

(From) BandoengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang