Bandoeng 19

452 29 0
                                    

ºPERTUKARAN PELAJARº

Pukul sembilan lebih sepuluh menit kami sudah sampai di rumahku. Ardan langsung pamit kepada Tante Ani dan Oma.
"Dan, enakeun mencetna..." (Dan, enak mijitnya) kata Oma ketika Ardan sun tangan.

Ardan tergelak singkat, "Ngke dipencetan deui nya ku Ardan, ayeuna mah badè bobo." (Nanti Ardan pijit lagi, sekarang mah mau tidur)

"Dan, minta bayar sama Tante," kataku. Tante Ani langsung melotot.

"Itu syarat lho kalau mau ajak kamu kencan," sahut Tante Ani dengan cepat.

Ardan tertawa lalu menatapku, "bayarannya kamu, haha."

Aku memberengut kesal, "kok kesannya aku seperti cewek bayaran!"

"Becanda... jangan manyun!" Tante Ani mengusap wajahku kemudian memelukku dari belakang dengan erat.

"Apa liat-liat?" kata Tante Ani pada Ardan dengan suara so galak. "Ngiri ya?"

"Hehe, nggak juga."
"Yaudah, saya pulang ya, Tante... Oma." Ardan menaiki motornya.

"Iya hati-hati," kata Oma kemudian dia masuk duluan ke rumah sementara Tante Ani masih mendekapku.

"Kok sama aku nggak?" tanyaku.

Ardan nyengir, "sengaja."
"Biar apa cing?"

Cing = suatu kata untuk membuat seseorang yang ditanyai pertanyaan menebak jawabannya.

"Biar kamu nanya kok sama aku nggak," Ardan sendiri yang menjawab.

Aku mengernyitkan bibir, "kamu pulang kan?" tanyaku kemudian.

"Mau ke Fahri, ke warnet, ngeprint." Ardan menyahut sambil menyalakan motor.

"Jangan pulang malem-malem."

"Iya."

"Jangan nakal."

"Siap!"

"Jangan lupa minum susu." Tante Ani terkekeh mendengarku.

"Manja pula anak ni," komentarnya.

"Tentu!" Sahut Ardan masih diam di tempat. "Jangan apa lagi?" tanyanya.

"Jangan..." Aku berpikir.

Tante Ani berbisik mendikteku, "jangan keluyuran."

"Jangan keluyuran!"

"Kenapa?" tanya Ardan.

"Nanti ketemu pocong, haha!" Jawabku, entah kenapa tiba-tiba kepikiran ke sana.

Wajah Ardan tiba-tiba menegang, "sssssttt," katanya kemudian.

"Hehe."

Aku dan Tante masuk setelah Ardan pergi dari halaman rumah. Aku diwawancarai beberapa pertanyaan oleh Tante Ani. Pertanyaan sederhana yang tidak membuatku merasa terganggu, tapi malah membuatku kembali mengenang apa yang sudah aku lalui. Tante Ani tentu saja cekakakan ketika mendengar ceritaku tentang kejadian rumah hantu tadi. Lalu giliran dia yang bercerita tentang kegalauannya, karena Om Bimo pacarnya, tidak jadi pulang ke Bandung.

Ceritaku cukup menjadi hiburan baginya dan aku juga sudah menjadi tempat curhatnya, sudah itu... aku lelah kemudian berpamitan dan segera masuk kamar.
.
.
.

Pagi-pagi, ketika aku sudah beres berpakaian dan akan sarapan pagi, tiba-tiba kudengar suara vespa tiba di halaman rumah. Ketika kuintip dari jendela ternyata benar, itu Ardan.

Keluar dari kamar, Tante Ani menghampiri. "Ardan di depan," katanya.

"Iya."

"Makan dulu!" katanya.

(From) Bandoengजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें