Bandoeng 3

820 46 6
                                    

ºMIA RENJANAº

Ardan Pov
💘

Aku melihatnya berbeda, cantik dan sederhana. Dia tampak luar biasa dengan apa adanya--yang ia miliki.

Kebanyakan dari perempuan mungkin selalu ingin menampilkan fisik yang kadang membuat kaum adam tergoda. Tapi yang kulihat darinya hanya kecantikan alami.

Dia seperti menari berdasarkan mood. Bisa saja sautu waktu aku melihatnya sebagai gadis anggun, periang, dan kadang bertingkah konyol. Tapi lain waktu juga aku melihatnya sebagai gadis jutek, tomboy dan tak ingin menyerah begitu saja. Dia kadang bisa jadi pemalu namun kadang juga begitu supel.

Dan untuk hari ini aku tidak suka padanya, melihatnya murung itu terasa aneh. Menekuk wajah di balik buku novel--yang aku yakin bahwa ia tak sedang serius membacanya.

Apa dia sedang ada masalah?

"Hey! Kamu liat Bara?" Oke! itu pertanyaan tak penting karena aku sendiri tak terlalu membutuhkan kehadiran Bara. Dan aku yakin ia juga tidak terlalu mengenalku atau pun Bara.

Dia mengangkat wajahnya, menatapku dengan malas. "Hm?" lihat, dia bahkan tidak fokus.

"Liat Bara?" ulangku.

"Ooh, Bara?"--dia nampak berpikir--"Kesana!" Dia menunjukan arah dengan hendikan dagu. Aku mengangguk dan segera bergegas, walau sebenarnya aku tak ingin meninggalkannya.

Mia ada apa denganmu hari ini?

º

Jam pelajaran di kelasku kosong, guru bahasa Inggris yang galaknya minta ampun itu entah pergi kemana, jadi untuk membuang bosan aku pergi keluar.

Saat aku melintas tepat di depan kelas XII IPA 1 tak sengaja aku melihatnya masih cemberut, ia membenamkan setengah wajah dibalik lipatan tangannya. Dan dapat kulihat matanya merah, sepertinya dia menangis.

Benar dugaanku, ada yang tidak beres!

Aku berlalu dan mematung di depan koridor, aku memikirkan kemana perginya sekelompok temanku. "Ri! Liat Bara?" tanyaku dengan sedikit berteriak pada Fahri yang berada di lapang sedang bermain basket.

"Tadi ke sana!" Jawabnya. Artinya teman-temanku berada di kantin bi Onah.

Betapa kagetnya aku ketika kuputar badan, Mia keluar dari kelasnya dengan mata sembab nyaris menabrakku. "Kenapa?" Asataga! Apa yang aku lakukan? kenapa mulutku tak bisa direm.

Dia memandangku seperti melihat yang aneh, lalu menggeleng sebelum akhirnya melengos tanpa kata apapun yang terucap dari bibirnya. Aku menatap punggungnya sampai akhirnya ia hilang berbelok ke arah koridor kantin. Itu haknya untuk bersikap dingin padaku, tapi lagi-lagi aku tidak mau menerima.

Bukan pertamakalinya aku melihat dia menangis.

Suatu hari...

📌
"Nita! tuh kan kamu gak pernah dengerin aku!" Teriaknya, Anita yang mengajak ku bicara langsung menoleh berbalik menghadap Mia yang berdiri di balik punggungnya.

"Oh sorry..." ujar Anita.

Dia terisak dan meneyeka air mata yang baru saja menetes, "Nit, dia kenapa?" tanyaku sedikit ragu.

"Dia nangis gara-gara kamu!" Sontak aku terkejut, bagaimana bisa bahkan aku tidak terlalu mengenalnya. Aku mengetahuinya hanya sebatas murid baru. Tapi tawa canda Anita akhirnya membuatku lega, aku kira benar aku yang menyebabkannya menangis.

Setelah kuingat sebelumnya, ia sempat membawakan tas Irhan, temanku yang merupakan mantannya, aku tahu dari beredarnya gosip. Entah apa yang terjadi hari itu, aku tak yahu secara detailnya. Tapi besoknya kudengar Mia menangis karena khawatir, sebab penyakit Irhan kambuh.

(From) BandoengWhere stories live. Discover now