Bandoeng 12

397 30 0
                                    

ºSOSOK SEBENARNYAº

Aku dan Ardan keluar dari GK kemudian duduk di warung kecil yang tak jauh dari GK sambil menikmati teh botol. Sedang asik-asiknya kami mengobrol tiba-tiba sekelompok pria menghampiri. Aku menjerit ketika salah satunya menarik baju Ardan sampai Ardan berdiri, lelaki itu mencecar dengan kasar.

"Anjing! sia nu nitah si Bara nya?"
(Anjing! Kamu yang nyuruh si Bara ya?)

Karena saking terkejutnya badanku jadi lemas bergetar. Ardan tak menjawab lelaki itu, ia malah melirik ke arahku dengan cemas. Sisi lain pemilik warung berteriak-teriak mengatakan "tong garelut di dieu!" Artinya jangan berantem di sini.

"Kèla-kèla Gan, naon heula ieu tèh masalahna?" (Nanti dulu Gan, apa dulu ini masalahnya?)

Gan?
Aku langsung teringat dengan nama Gandhi.

Ardan berusaha tenang menahan si lelaki yang menyagun dan mengangkat bajunya yang berwajah merah padam karena marah. Dengan non-verbal Ardan memberi intruksi padaku agar tetap diam di tempat sedang ia terus berjalan menjauhi warung dan sampai di tanah kosong yang berada di samping warung. Tiga orang pria lainnya membuntuti.

Aku tak bisa mendengar jelas apa yang mereka debatkan. Tiga teman Gandhi hanya diam menonton melingkari Ardan dan Gandhi. Ardan dengan sabar mencoba menjelaskan tapi Gandhi berteriak lagi dengan kasar dan mendorong Ardan dengan kuat sampai Ardan nyaris terjengkang. Aku kembali berteriak dan lututku semakin bergetar ketika melihat si Gandhi itu melayangkan tinjuannya tepat mengenai wajah Ardan.

Aku tak bisa menahan air mataku, dan aku merasa sangat takut. Aku merasa sangat marah pada Gandhi. Dengan kaki kelimpungan lemas aku berlari menghampiri mereka.

Ardan terlihat kaget melihat kedatanganku. Tadinya aku ingin memukul Gandhi tapi aku tiba-tiba takut jadi aku memeluk Ardan sambil terisak.

"Anjing sia lacur ngajedoglah tong ikut campur bisi di--" Belum sempat ucapan kasar Gandhi selesai, dengan cepat Ardan menjauhkan aku dari hadapanya lantas dia melangkah cepat lalu menonjok Gandhi.

"Rèpèh bangsat! Waras ngomong ka awèwè teh!" teriak Ardan.
(Diam goblok! Yang bener kalau bicara sama permpuan!)

"Saha waè awèwè nu deket jeung sia mah lacur!" Teriak Gandhi, bukan hanya membuat Ardan naik darah tapi juga membuatku sakit hati. Dia bilang siapa saja yang dekat dengan Ardan itu bukan wanita baik-baik alias pelacur.

Ardan dengan emosi kembali menyerang Gandhi. Anehnya atau mungkin untungnya teman-teman Gandhi tidak melakukan bantuan mereka hanya diam dengan wajah waspada.

Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, sosok Ardan yang manis dan lembut berubah menjadi brutal dan dengan lincah memukuli Gandhi.

"Ardaaaaan stop!" Aku berteriak kencang tapi dia tidak mau dengar. Akhirnya Gandhi melawan dan balas memukuli Ardan.

"Toloooong!" Teriak ku sambil terisak. Banyak orang yang melihat di sebrang tapi tak ada satu diantara mereka yang ingin membantu Ardan.

Bahkan sekarang ketiga kawan Gandhi ikut memukuli Ardan setelah melihat si Gandhi babak belur. Aku semakin takut, dan tubuhku bergetar hebat melihat Ardan terjerembap ke tanah. Tenaga tubuhku juga menguap dengan cepat jadi aku tak bisa berdiri hanya bisa mengesot di tanah.

"Toloooong!"

"Wey setaaan!" Teriak seseorang yang datang dari arah belakangku. Ternyata bukan hanya seorang, langkah kaki itu terdengar kurang lebih sebanyak lima orang dan semuanya pria. Aku mengenali salah satunya, dia adalah Fahri yang sekarang mencoba menyelamatkan Ardan sedangkan yang lainya melawan kawanan Gandhi.

(From) BandoengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang