Bandoeng 5

579 39 4
                                    

ºMENGENALNYAº

Pulang sekolah, selesai mandi dan makan aku merebahkan diri di atas kasur. Entah kenapa tiba-tiba kepikiran Ardan. Teringat surat darinya, langsung saja kuambil tas dan mencarinya. Setelah aku dapat, kubaca lagi. Dan aku kembali terkekeh.

"Dasar aneh!" Kataku seolah kertas surat yang kutatap itu dirinya. Setelah membacanya, semua tentang dirinya merecoki pikiranku semakin kuat, terbayang-bayang.

Tapi tunggu, entah mulai sejak kapan aku mulai memikirkannya. Oke, stop! karena itu tak ada gunanya. Kusimpan surat itu di atas nakas yang berada di samping tempat tidurku.

Aku herusaha melupakannya, tapi tak bisa. Pikiranku tak mau menurut padaku. Hingga akhirnya lama-lama aku tergoda lagi untuk membacanya. Kuraih lagi kertas itu, lalu membacanya sambil senyam-senyum sendiri duduk di meja belajarku.

Kubaca berulang-ulang dan selalu saja tertawa, entah dimana lucunya tapi aku ingin tertawa. Akhirnya aku dapat berhenti, bukan karena aku bosan tapi aku capek. Kemudian kusimpan surat itu, kuselipkan ke dalam buku sejenis catatan pribadi milikku.

"Mi! Mia!"Tanteu Ani memanggilku. Kusimpan buku tersebut ke dalam laci kemudian segera bergegas keluar.

"Ada apa Tan?" Kuhampiri Tanteuku yang sedang sibuk mengiris kentang di dapur bersama Oma, entah kemana perginya Bi Sari pembantu kami.

"Tolong buka pintu, ada yang pencet bel itu."

Aku segera berlari membuka pintu. Dan kudapati seorang tukang pos.
"Pos Neng!" Dia menyerahkan sebuah amplop lalu kuterima. "Tanda tangannya?"

"Tanteu Ani!" teriak ku ke arah dalam rumah. Tapi tak ada sahutan, mungkin Tanteuku tidak dengar.

"Ada nama pengirimnya Pak?"

"Dari orang untuk Neng Bidadari."

"Eh?!"

Serta merta aku kaget sekaligus tahu siapa pengirimnya.

"Untuk saya?" Si Bapak tukang pos hanya menghendikan bahu, lalu menyerahkan buku tanda tangannya. Dan segera kutandatangani.

"Makasih Pak."

"Iya."


"Siapa?" tanya Tanteuku ketika aku datang ke dapur.

"Tukang Pos!"

"Hah?"

"Kiriman? buat siapa?" tanya Oma.

"Dari Ayahnya kali Bu," sahut Tanteu Ani sedikit tidak peduli, karena ia mengira itu kiriman dari Ayah seperti biasanya.

"Bukan!" Jawabku, Oma dan Tanteuku  langsung terlihat bingung.

"Dari Orang untuk Bidadari katanya." Aku duduk di meja makan dan menjawab sambil menaham tawa. Apalagi melihat mereka tak mengerti membuatku semakin terhibur.

"Apaan sih?" Tanteuku yang kepo menghampiri ingin tahu, sedangkan Oma memandang dari sebrang meja dam raut yang sama penasarannya.

Aku tersenyum penuh arti kepadanya.
Membuka amplop berprangko di tanganku. Ketika kuambil isinya ternyata selembar uang lima ribu dan selembar surat yang dilipat jadi bentuk hati. Lantas aku tertawa dan semakin membuat bingung Tanteu dan Omaku.

Benar-benar Ardan ini!

Kubuka suratnya dan Tanteu Ani ikut membaca di sampingku.

Salam dari orang biasa buat cewek keren.

Terimakasih banyak sudah menyelamatkan hidup saya dari musibah besar ketinggalan uang jajan.

Aku tertawa.

(From) BandoengWhere stories live. Discover now