Bandoeng 7

525 45 5
                                    

ºJALAN-JALANº

Kududuki kursi kayu di pos satpam sekolah, menunggu jemputan Ayah. Sudah hampir setengah jam, dan lahan parkir juga sudah mulai lengang.

"Neng Mia teu acan uih? Ngantosan nu ngajemput?" Artinya Neng Mia belum pulang? Nunggu yang jemput?
Mang Dede satpam di sekolahku menyapa sambil menancapkan slot  salah satu sayap gerbang sekolah.

"Iya pak!" Sahutku.

Saat aku sibuk menghentak-hentakan kakiku ke lantai semen. Kudengar suar motor vespa mendekat dan berhenti tepat di depanku. Kuangkat wajahku perlahan menelusurinya dari ujung sepatu sampai tertambat pada wajahnya yang tertutupi helm. Tapi aku tahu dia tersenyum karena matanya yang menyipit kecil. Aku takan mengenalnya jika saja aku tak melihat tulisan '12 Juli bidadari cantik' di ujung seragamnya. Aku pun segera berdiri dan membalas senyumannya.

"Mau bareng?" Suaranya tersendat helm. Aku diam untuk berpikir. Aku ingin sekali, tapi bagaimana jika Ayah menjemputku.

"Mmmh..." aku menimbang-nimbang.

"Mmm... Mia gak suka vespa ya?" tanyanya.

Aku terperangah dan segera menggelengkan kepala. "Suka kok," aku jadi kikuk "suka vespa," lanjutku.

"Ah iya, Mia kan gak sukanya sama buah lengkeng sama cacing."

"Hah?." Aku terperangah menatapnya tak percaya. Tahu dari mana dia ini?? Serius bikin gemas.

Dia tertawa lalu kembali diam. "Gimana suka gak sih vespa jelek? Kalau nggak, aku temenin jalan kaki."
"Naik angkut juga boleh," timpalnya.

"Iya aku suka..."
Aku melirik arloji di tanganku. Sudah hampir jam satu lebih empat lima. Ayah bilang akan jemput pukul satu, tapi sekarang sudah lebih belum juga datang. Apa mungkin Ayah ada urusan mendadak.

"Yaudah ayo!"

"Oke deh."

"Sip!" Dia melepaskan helmnya dan menyerahkannya padaku. "Kalau bau simpan aja di meja, hahaha." Maksud Ardan adalah meja di pos satpam.

Tapi aku memakainya. Dan helmnya sama sekali tidak bau, malah beraroma segar maskulin.
"Bau shampo."

"Hahaha wangi berarti bukan bau, ayo!" katanya. Aku pun segera naik ke boncengan dengan berpegangan pada bahu Ardan, alhasil sentuhan itu membuat jantungku meronta liar.

Ardan segera melajukan motornya. Menyusuri jalan Laswi. Aku mau memberitahunya kemana ia harus mengantarku tiba-tiba dia mengoceh menerangkan alamat lengkapku.

"Oh rapor," kataku menjawab sendiri pertanyaan yang muncul di benak ku.

Ada jalan yang dekat untuk menuju Malabar. Tapi dari Laswi ia malah terus menerobos sampai ke jalan Asia-Afrika. "Jalan-jalan bentar gak papa kan?" tanyanya.

 "Jalan-jalan bentar gak papa kan?" tanyanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
(From) BandoengWhere stories live. Discover now