Bandoeng 26

343 25 0
                                    

ºMmm... Ardan?º

Pulang dari warnet kami jalan-jalan sebentar. Sebentar juga dapet martabak rasa cokelat marshmallow kesukaanku seharga dua puluh lima ribu, dan satu bungkus kopi kesukaan Ardan seharga dua ribu lima ratus.

Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi aku cuma mengajukan permintaan perutku yang tiba-tiba lapar ketika lewat ke depan gerobaknya si Mang Martabak. Dan sebagai pacar yang baik Ardan membelikannya sebagai pemenuhan kemauanku. Dan untungnya dia bawa uang yang didapat dari bayaran Ardi mengutang padanya.

Ketika sedang beli martabak gerimis pun turun dengan curah yang cukup kerap. Ardan menghampiri motornya, lalu ia mengeluarkan jas hujan dari balik jok dan memasukan hasil printnanku ke sana supaya tidak basah. Butuh waktu kurang lebih sepuluh menit untuk mendapat giliran. Karena pembeli cukup banyak. Jadi Ardan sempat pergi ke sebrang jalan untuk beli dulu sebungkus kopi. Katanya buat nanti ia seduh di rumah sebelum tidur. Dan katanya itu juga kalau kopinya gak ngusir ngantuk.

Sekarang di atas motor, aku memeluknya semakin erat ketika ia harus menambah kecepatan. Angin malam dan basah hujan membuat setiap buku jariku terasa pegal ketika saling bertaut memeluk Ardan.

"Jangan tidur, bahaya," katanya.

"Aku gak tidur," sahutku.

Akhirnya kami bisa sampai dengan cepat di rumah.

Ardan tadinya mau langsung pulang, tapi aku melarangnya sebab hujan semakin deras. Aku menyuruhnya menyimpan motor di bawah saung pos kecil di halaman rumah. Karena garasi penuh diisi dua mobil. Ada mobil Tante Ani dan Om Bimo.

Ardan mengeluarkan makalah printnan lalu menyerahkannya padaku.
"Ada siapa Mia?" tanyanya. Kami berlari kecil ke teras.

"Om Bimo kayaknya, pacar Tante Ani," jawabku.

"Ayo masuk!" Kutuntun dia masuk ke dalam rumah. Ruang tamu terlihat lengang, dan kudengar suara mengobrol dari arah dapur. Jadi kutarik Ardan sampai dapur.

Mereka sedang berkumpul di meja makan dengan hidangan yang sudah siap. Sepertinya Tante pesan semua makanan itu, karena nggak mungkin Bi Sari kerja malam hari. Bi Sari cuma kerja dari pagi sampai jam lima sore.

"Ini diaaa si cantik, kehujanan kamu nak?" tanya Tante Ani.

"Oma bilang juga apa, besok saja." Oma tetap keukeuh, padahal sudah kubilang kalau besok waktunya dikumpulkan.

"Iya kehujanan," sahutku.

"Siapa itu?" tanya Om Bimo sambil melirik Ardan lalu kembali menatapku dengan jahil.

"Siapa yah?" Kutatap Ardan sambil meniliknya. "Siapa kamu?" kutanya dia.

"Ardan, kamu siapa?" sahut Ardan lalu balik bertanya dengan wajah so' bingung.

"Hihi, pacarmu! kok lupa sih!" kutimpuk bahunya pelan-pelan.
Semua tergelak singkat.

"Oh iya, pikun kali aku ini," kata Ardan.

Ardan tersenyum membungkuk kepada Om Bimo lalu mencium tangannya, kemudian ia berjalan menyalami satu per satu anggota keluargaku.

"Mencetan deui moal?" tanya Oma sambil menggenggam tangan Ardan. Artinya : Mau mijit lagi nggak?

Ardan menghehe, "siap Oma!" katanya. "Berarti buruhna juga dua kali lipat."

Aku terkikik.

"Kok minta upah?" tanya Oma.

Ardan melirikku, "karena suka, hahaha."

"Ini teh, kamu mijit Oma, aku upahnya. Apa... deketin aku, harus bayar pake mijet?"

(From) BandoengWhere stories live. Discover now