116. Pertarungan Murid Dewa Iblis

3.1K 56 1
                                    

"Aku?" Siu-lam tercengang.

Ciu Hui-ing tertawa hambar, serunya, "Ya benar, memang karena engkau."

Melihat wajah kedua nona itu sama pucat, segera ia menyuruh mereka menyalurkan pernapasan.

Tetapi Hian-song tetap berseru, "Ai, kiranya kau masih hidup ......"

Kembali Siu-lam menyuruh nona itu supaya lekas menyalurkan napas karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Ia akan menunggu sampai kedua nona itu selesai melakukan penyaluran napas.

"Tidak kau tak boleh menunggu disini, lekas pergilah!" seru Ciu Hui-ing.

"Mengapa?" tanya Siu-lam. Hian-song deliki mata kepada Hui-ing, "Takut apa? Biar dia disini saja!"

Sambil letakkan sarang Bok-liong, Siu-lam tertawa, "Hayo kalian lekas mengambil napas, kutunggu disini. Ah, sudah lama berpisah, aku pun ingin sekali omong-omong."

Kedua nona itu menurut. Mereka segera duduk bersemadhi menyalurkan tenaga dalam. Berkat tenaga dalamnya sudah tinggi maka dalam waktu singkat mereka sudah sudah menghentikan darahnya.

Hian-song yang lebih dulu membuka mata segera menanyakan benda berkerudung kain hitam yang dibawa Siu-lam itu.

"Sarang tawon raksasa," sahut Siu-lam.

"Apa gunanya?" tanya dara itu.

Melihat wajah dara itu tampak rawan, Siu-lam sengaja hendak menghiburnya, "Banyak sekali gunanya tawon raksasa itu. Buat menundukkan lawan, buat mengirim berita dan lain-lain ......"

"Ih, kapan engkau belajar memelihara tawon?" seru Hui-ing.

"Tawon-tawon raksasa ini, selain amat beracun pun badannya luar biasa besarnya. Kekuatannya terbangpun hebat sekali. Kalau sumoay tak percaya, akan kupertunjukkan kepadamu!"

Sekali menjemput kain kerudung hitam, lima ekor tawon segera terbang keluar seraya mendengung-dengung.

Siu-lam sengaja hendak memamerkan kepandaiannya. Ia bersiul pelahan dan kibarkan tangannya. Kelima tawon raksasa itu segera meluncur kebawah menerjang sebatang pohon bunga. Setelah binatang itu menghantam pohon bunga itu dengan ekor masing-masing, kelima tawon itu terbang dan mengelilingi Siu-lam.

"Apakah engkau sendiri yang memeliharanya?" tanya Hian-song.

Siu-lam menceritakan asal usul ia mendapat tawon raksasa itu. Kemudian ia bersiul pelahan lagi memanggil kawanan tawon itu masuk ke sarang.

Tiba-tiba Hui-ing menengadah memandang kelangit. Kemudian meminta kepada Siu-lam, "Lekas tinggalkan tempat ini. Sebentar lagi mereka tentu datang. Pada saat itu kau pasti terlambat dan sukar untuk pergi dari sini!"

Siu-lam menghela napas, "Demi mencari kalian maka aku sampai tak sempat meyakinkan banyak ilmu pelajaran sakti. Aku tergegas-gegas datang kemari karena hendak segera menuju ke Beng-gak untuk menyelidiki kalian berdua. Siapa kira, aku dapat berjumpa dengan kalian disini ......"

"Mengapa kau bisa menemukan tempat ini?" tanya Hian-song.

"Ah, panjang kalau diceritakan...." Siu-lam segera menuturkan pengalaman tiba dikota itu sampai akhirnya berjumpa dengan Tong Bun-kwan.

"Lekas tinggalkan tempat ini!" kembali Hui-ing mendesak.

Karena sudah dua tiga kali Hui-ing mengatakan begitu, timbullah rasa heran Siu-lam, "Sungguh sukar sekali untuk menjumpai kalian berdua. Aku hendak omong-omong untuk pelepas rindu. Tetapi mengapa sumoay terus menerus mendesak aku supaya pergi saja?"

"Saat dan tempat ini bukan untuk bercerita. Hayo, lekas pergilah!" seru Hui-ing.

Tetapi Hian-song tetap menghendaki supaya pemuda itu jangan pergi. Kembali ia deliki mata kepada Hui-ing dan menegurnya, "Mengapa? Apakah kau takut?"

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang