77. Keanehan Rasa Jasmaniah Wanita

2.8K 67 0
                                    

"Dia mati atau hidup bukan soal. Aku tetap akan hidup menjanda," sebut si nona dengan tawar.

Hening beberapa saat. Tiba-tiba Siu-lam menghela napas panjang dan perlahan-lahan membuka mata.

Ketika matanya tertumbuk si nona baju putih, Siu-lam tersirap: "Engkau nona Bwe...."

Nona baju putih itu mengemasi rambut dan mengusap keringat dikepala, ujarnya: "Apa?"

"Engkau tidak meninggal?" tanya Siu-lam.

"Engkau mengharap aku mati? Kalau aku mati, engkau lantas cari lain lagi?"

Ucapan yang miring dengan persetorian antara sepasang suami istri itu, sengaja dilantangkan si nona baju putih didepan orang-orang. Sikapnya pun tidak malu-malu.

"Pui-sicu, nyonya menjengukmu" kata Tay Ih.

Siu-lam hanya mendesah. Tak tahu apa yang harus dikatakan!

"Nyonya benar-benar hebat dalam pengobatan hingga sicu terlepas dari bahaya maut!" kata Tay Ih pula.

Siu-lam hanya berbatuk-batuk kecil. Dipandangnya Bwe Hong-swat, "terima kasih atas pertolonganmu!"

Tay Ih berpaling ke arah Ceng Hoa totiang. Diam-diam ia heran mengapa suami istri itu menggunakan panggilan seperti orang asing.

Sejak kecil ia sudah masuk gereja sehingga tak mengerti urusan hubungan wanita dan pria. Keterangan Bwe Hong-swat yang mengaku sebagai istri Siu-lam, diterima tanpa keraguan.

Ceng Hun menyatakan hendak beristirahat dalam kamar.

Tay Ih menduga, ketua Ceng-sia-pay itu tentu ada apa-apa. Maka ia segera mengatakan hendak mengantar.

"Loni suruh dua orang hweesio kecil melayani gadis ini. Jika Pui-hujin memerlukan apa-apa harap suruh saja mereka!"

Bwe Hong-swat mengiakan. Ia terhibur dengan panggilan sebagai Pui-Hujin atau nyonya Pui itu, sedang Siu-lam hanya meringis.

Kini dalam ruangan hanya tinggal Siu-lam dan Bwe Hong-swat.

Tiba-tiba Siu-lam menghela napas, tegurnya perlahan: "Mengapa engkau mengatakan kita ini sebagai suami istri?"

Nona itu memandang Siu-lam dingin-dingin "Sumpah ditepi kolam yang disaksikan rembulan menjadikan diriku seumur hidup menjadi istrimu. Matipun akan menjadi setan dari keluarga Pui. Mengapa takut diketahui orang?"

Siu-lam terkesiap, "Hanya ikatan sumpah itu sudah cukup menetapkan pendirianmu? Tetapi tanpa persetujuan dari kedua belah orang tua dan tanpa orang perantara pula, bagimana hal itu dapat dianggap sah ......."

Bwe Hong-swat tertawa dingin "Ayah bundaku sudah lama menutup mata, sudah tentu aku sendiri yang memutuskan"

"Taruh kata kita kita sudah melanggar adat istiadat dan melakukan perjodohan sendiri. Tetapi sebelum dirayakan dimuka orang banyak bagaimanakah kita dapat mengakui sendiri?"

"Mengapa tidak? Aku tokh sudah menjadi isterimu, mengapa engkau takut diketahui orang?"

"Ho, tahulah aku apa sebabnya engkau takut. Bukankah engkau takut jika berita itu tersiar didunia persilatan, takkan ada seorang nona lagi yang menyukaimu? Seorang pemuda yang sudah beristri tentu sukar memikat gadis lain lagi ......."

Pada lain kejap Siu-lam berkata pula : "Ah, jangan omong tak karuan!"

Bwe Hong-swat tertawa hambar: "Tetapi dalam hal itu, jangan kuatir. Aku bukan seorang isteri yang berhati dengki. Asal engkau mampu, berapapun isteri yang kau miliki, aku tak perduli. Toh kita jarang-jarang bertemu. Asal aku tetap menjaga namaku sebagai seorang isteri, aku takkan mengikat kebebasanmu ......."

Wanita IblisOù les histoires vivent. Découvrez maintenant