114. Pencarian Dua Sumoay

2.7K 53 0
                                    

MEMANG setelah mengerahkan tenaga dalam untuk menyambut, Siu-lam dapat bertahan selama setengah jam. Tetapi dia telah menghabis seluruh tenaga sehingga tubuhnya letih sekali dan akhirnya runtuhlah pertahanannya.

Ia tak kuasa menahan seluruh hawa panas yang menyusup kedalam ubun-ubun kepalanya. Seketika ia rasakan seperti dilempar kedalam kawah api. Daging dan tulang belulangnya seperti di bakar....

Entah keadaan itu berselang berapa lama, keadaan sadar tak sadar, Siu-lam membuka mata. Dilihatnya Kak Bong taysu duduk bersila, meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya. Kepala menyandar pada dinding karang dan tertidur pulas.

Siu-lam menggeliat, ia rasakan sakit pada tubuhnya sudah hilang. Ia menghela napas, lalu memanggil, "Lo-cianpwe...."

Kedengaran Kak Bong menyahut dengan suara lemah, "Nak, lekas engkau salurkan napas, Aku letih sekali, hendak beristirahat. Dalam dua belas jam jangan diganggu!"

Tergetar hati Siu-lam melihat keadaan paderi itu. Bayang-bayang ketakutan mencengkam perasaannya. Ia kuatir Kak Bong taysu akan mengalami nasib serupa dengan Kak Hui taysu tadi.

"Nak, lekas salurkan pernapasanmu, jangan mengecewakan harapanku," kembali Kak Bong taysu berseru lemah.

Siu-lam terkejut. Buru-buru ia melakukan perintah paderi itu. Setiap kali terbangun dari melakukan penyaluran darah, ia rasakan dari perutnya selalu menghambur hawa hangat ke atas. Tubuhnya terasa terbang dihembus oleh hawa panas itu.

Sejak belajar ilmu tenaga dalam baru pertama kali itu ia mengalami perasaan seperti begitu. Diam-diam ia gelisah tetapi beberapa kali hendak membuka mulut bertanya kepada Kak Bong, ia selalu menahan diri.

Dengan susah payah dua belas jam telah lewat. Kak Bong taysu pun sudah terjaga. Sepasang matanya memancar sinar dingin yang menyeramkan semangatnya sudah segar kembali, tegak berdiri dihadapannya jenasah sutenya Kak Hui taysu ia berkata dengan tegas.

"Mengasohlah dengan tentram. Akan kulakukan segala pesanmu. Kepandaianku selama tiga puluh tahun lamanya akan kuberikan kepadanya!"

Siu-lam berlinang-linang air mata. Hatinya berat sekali meninggalkan Kak Hui taysu yang sudah menjadi almarhum itu.

Kak Bong taysu berpaling, ujarnya dengan berat "Nak, ambillah batu-batu gunung. Guha ini hendak kututup!"

Siu-lam cepat melakukan perintah itu. Guha yang berisi jenazah paderi Kak Hui, telah ditutup dengan batu.

Kak Bong taysu menghela napas, ujarnya, "Mari kita tinggalkan tempat ini!"

Siu-lam terkesiap. Ia heran hendak kemana paderi itu. Bukankah tempat disitu merupakan dasar lembah yang buntu?

Rupanya Kak Bong dapat membaca isi hati Siu-lam. Ia tertawa hambar, "Kita menuju ke tempat Lam-koay dan Pak-koay dipenjara dahulu. Di sana tentu masih tersedia makanan. Ah, kira pengasingan diri selama tiga puluh tahun yang kulakukan, ternyata akan menghadapi peristiwa yang begini. Selama tiga puluh tahun itu aku hanya hidup dengan berpuluh ribu kacang yang kubawa sebagai persediaan makanan. Tetapi saat ini engkau masih belum dapat menyelami ilmu bersemadhi perguruanku. Jika tak makan, engkau tentu tak tahan!"

Siu-lam mengikuti dibelakang paderi itu menuju ketempat penjara Lam-koay dan Pak-koay. Ternyata disitu terdapat sebuah sumber air yang mengalir dari puncak gunung. Tiap tiga hari sekali, aliran itu tentu membawa sebakul makanan.

"Dari manakah makanan ini? Apakah para paderi Siau-lim-si yang mengirim?" tanya Siu-lam.

Kak Bong gelengkan kepala, "Dahulu ketika suheng memenjarakan Lam-koay dan Pak-koay disini, kesemuanya itu telah diatur dengan baik. Anak murid gereja tak mengetahui hal ini!"

Wanita IblisWhere stories live. Discover now