42. Terlanda Badai Im-hong

2.6K 62 0
                                    

Hian-song mengatakan tak usah banyak pikir lebih baik berjalan maju lagi. Beberapa belas tombak jauhnya, deru angin itu makin dahsyat. Namun mereka tetap tak merasa sesuatu hembusan apa-apa. Tetapi beberapa langkah kemudian, mereka terkejut, ketika deru angin makin dekat dan melengking menusuk telinga.

Setelah membelok sebuah tikungan lagi, mereka berhadapan dengan sebuah karang buntu yang gelap. Kini Siu-lam baru mengetahui bahwa karang buntu itulah yang menahan masuknya angin ke dalam terowongan.

"Engkoh Lam, ayo kita kembali saja! Karang itu buntu!" tiba-tiba Hian-song berseru.

"Tidak, adik Song. Justru kita sudah hampir dapat lolos dari bahaya!" jawab Siu-lam. Kemudian ia ajak si dara duduk bersemadhi lagi untuk mengumpulkan tenaga.

Atas permintaan si dara, Siu-lam memberi penjelasan, "Terowongan ini terletak di perut gunung dan tembus ke darat gunung. Tak mungkin terdapat angin. Angin dahsyat itu tentu berasal dari luar gunung. Dan karang buntu ini pasti tidak berapa tebal!"

Hian-song girang mendengar penjelasan itu. Ia membayangkan bahwa tak lama, tentu sudah dapat lolos dari neraka. "Engkoh Lam, kemanakah kita akan menuju setelah keluar dari neraka ini?" tanyanya.

"Soal itu belum dapat kupastikan. Yang jelas dunia persilatan tentu akan mendengar berita tentang kematian beberapa tokoh di Beng-gak. Mereka tentu takkan tinggal diam. Dunia persilatan pasti akan timbul pergolakan hebat..."

Siu-lam berhenti sejenak karena didapatinya dara itu sandarkan kepalanya pada bahunya, "eh, adik Song, kau memikir apa?"

"Kubayangkan setelah kita lolos dari sini, apakah kita masih dapat berkumpul terus. Kalau di sini memang terdapat bahan makanan, alangkah baiknya kita terus berada di sini saja."

Siu-lam terbeliak, ujarnya, "Tetapi adik Song, kita harus berdaya upaya untuk tinggalkan tempat ini. Kita harus lekas-lekas menyampaikan berita kematian para tokoh-tokoh itu kepada dunia persilatan."

"Kalau karang ini tidak seperti yang kau bayangkan, lalu bagaimana rencanamu?" tanya si dara pula.

Siu-lam mengangkat bahu, "Kalau memang begitu kita tak dapat berbuat apa-apa. Tetapi sebelumnya kita harus berusaha!"

Tiba-tiba Hian-song loncat bangun, serunya, "Jalan pikiranmu berlawanan dengan aku. Namun aku tetap akan menurut rencana!" Habis berkata ia menghantam karang buntu ini. "Bum..." pukulan Hian-song mental dan memantulkan suara kumandang.

Siu-lam terkejut dan menusuk karang itu dengan pedangnya. Suara kumandang itu melantang pula.

"Engkoh, itu bukan karang betul!" kata Hian-song.

"Benar, seperti karang logam. Aneh, mengapa di dalam perut gunung terdapat dinding karang logam!"

"Ya, memang aneh. Padahal tempat ini jelas belum pernah didatangi orang!" kata si dara.

Karena tak dapat memecahkan persoalan itu, Siu-lam mengajak duduk bersemadhi lagi.

"Ah, kalau benar dinding karang ini dari logam besi, jangan harap kita dapat keluar!" Hian-song tertawa tawar.

"Salah, kalau memang dinding karang logam, kita malah mempunyai harapan keluar!"

"Hai, mengapa?" Hian-song heran.

"Kalau dinding logam, terang dahulu tentu sudah ada orang yang pernah datang ke sini!" kata Siu-lam. Tiba-tiba ia rasakan tubuhnya kesemutan. Saking kagetnya ia loncat beranjak.

Hian-songpun mempunyai perasaan demikian dan ikut melonjak juga. Tetapi setelah turun ke tanah perasaan kesemutan itu hilang. Mereka saling menyatakan apa yang dirasakan tadi.

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang