111. Raja Tawon Nyo Ko

2.6K 48 0
                                    

Walaupun buta, tetapi ternyata imam itu seperti dapat melihat. Dengan cepat ia mencekal kedua lutut Siu-lam. Setelah mengurut beberapa jenak, wajah imam itu mengerut gelap dan menghela napas.

"Ah ternyata benar luka akibat soh-meh-chiu," katanya, "dan orang itu telah menggunakan tenaga berat agar kedua kakimu lumpuh. Untunglah engkau segera datang kemari. Terlambat dua tiga hari lagi, aku tentu tak dapat menolongmu. Kecuali harus memotong kedua kakimu, barulah engkau dapat hidup. Karena kalau dibiarkan, luka itu akan membusuk dan akan menjalar ke seluruh tubuhmu hingga engkau binasa!"

Diam-diam Siu-lam bersyukur karena tak terlambat datang kesitu.

Imam buta itu menerangkan pula bahwa urat nadi ruas tulang lutut pemuda itu sudah mulai membusuk.

Siu-lam terbeliak, "Terima kasih atas pertolongan locianpwe. Tetapi entah berapa lama luka itu dapat sembuh?"

"Paling tidak harus sebulan!"

"Sebulan?!" Siu-lam terperanjat.

"Itu paling cepat. Jika mendapat halangan kemungkinan tentu akan lebih lama lagi...." kata imam itu, "aku meluluskan untuk mengobatimu sampai sembuh. Tetapi aku tak mau memaksa. Jika engkau merasa terlalu lama, silahkan tinggalkan aku. Karena setiap kali mengobati orang, aku tak mau setengah-setengah...."

"Tetapi hendak kuberitahukan kepadamu," kata imam buta itu pula, "dalam dunia ini kecuali aku seorang, mungkin tiada orang lain lagi yang dapat mengobati lukamu itu. Camkan dan pikirlah baik-baik!"

Diam-diam Siu-lam menimang, Jika kedua kakinya lumpuh, tentu tak mungkin ia akan meyakinkan ilmu silat sakti. Padahal ia harus menolong Hui-ing dan Hian-song yang sedang berada dalam cengkeraman si manusia aneh Ban Thian-seng. Tanpa ilmu silat sakti, tak mungkin ia dapat mengatasi manusia Ban Thian-seng itu.

"Baiklah, aku bersedia tinggal di sini dan menerima pengobatan locianpwe. Sebentar akan kusuruh kereta itu pergi, segera aku balik ke mari...." akhirnya Siu-lam memutuskan.

Imam buta itu memberi isyarat supaya Siu-lam jangan bicara. Siu-lam terkesiap dan memasang telinga. Ah, ternyata terdengar suara mendengung lemah, mirip suara tawon.

"Hanya suara tawon...."

"Tak mungkin tawon begitu keras suaranya," tukas si imam buta seraya memungut sebutir batu sebesar telur, dari samping meja.

Siu-lam melirik. Ternyata di tepi meja sembahyang tersebut terdapat setumpuk batu kecil-kecil. Entah jumlahnya berapa ratus biji.

"Hm, rupanya dia memang sudah siap sedia. Untuk menghadapi gangguan musuh," pikir Siu-lam.

Suara mendengus itu makin lama makin dekat dan masuk dalam ruang.

"Hai, tawon raksasa!" teriak Siu-lam ketika berpaling.

Serempak dengan teriakan itu, si imam buta pun sudah ayunkan tangannya. Dengan telinga sebagai ganti matanya yang buta, dapatlah ia membedakan letak arah sasarannya.

"Bluk," tawon raksasa itu terhantam jatuh.

"Hebat!" Siu-lam memuji.

Imam buta itu kerutkan alis lalu menyuruh Siu-lam memeriksa keadaan tawon itu.

"Tiga kali lipat besarnya dari tawon biasa!" kata Siu-lam.

Tiba-tiba imam buta itu berdiri, ujarnya, "Kedatanganmu memang kebetulan tepat sekali. Terlambat setengah hari saja, mungkin aku sudah pergi dari sini!"

Setelah berhenti sejenak, wajah imam buta itu mengerut serius, "Pergilah kepada keretamu dan siapkan makanan yang lebih banyak. Dan lekas engkau kembali kemari, aku akan mencarikan daun obat untukmu!"

Wanita IblisWhere stories live. Discover now