8. Pemimpin Liok-lim Dari Kang-Lam

4.5K 86 2
                                    

Siu-lam menyurut mundur, sahutnya tertawa: "Aku belum pernah melihat apa peta Telaga Darah itu. Bagaimana aku dapat mengunjukkan benda itu padamu?"

Nona baju merah tersenyum: "Ah, kan lebih enak minum anggur daripada minum racun? Jika aku sampai marah, jangan harap kau tinggalkan gunung ini dengan masih bernyawa!"

"Telah kuterangkan sejujurnya. Jika tak percaya silahkan nona menggeledahku!"

Sejenak nona itu merenung lalu menyuruh Siu-lam menanggalkan baju luarnya.

Apa boleh buat, Siu-lam terpaksa menurut.

"Hai, mengapa tak lekas-lekas membuka?" seru nona baju merah ketika melihat Siu-lam perlahan-lahan menanggalkan baju luarnya. "Kalau tak percaya, geledahlah! Masakan baju dalam harus kubuka semua?" teriak Siu-lam marah.

"Benar," si nona tertawa mengikik, "harus buka semua baru aku mau percaya kalau kau tak menyembunyikan peta itu!"

"Seorang lelaki boleh dibunuh tetapi jangan dihina. Aku seorang pria, masakan disuruh buka baju di hadapan seorang gadis!" teriak Siu-lam.

Sambil memainkan kebutnya, si nona baju merah tertawa: "Jika kau enggan, terpaksa aku harus bertindak sendiri." Ia maju dua langkah, tangan kiri mencengkeram bahu Siu-lam.

Siu-lam menghindar ke samping. Dengan gerak Kiau-bak-kim-leng, ia memukul dada si nona.

"Sayang sam-sumoayku sudah tak berada di sini. Kalau ada, ia tentu menolongmu!" seru si nona seraya menggeliat ke samping dan secepat kilat menyambar siku lengan Siu-lam sebelah kanan.

Seketika Siu-lam rasakan tenaganya lumpuh.

Sambil mengunjukkan kebut hud-tim di muka Siu-lam, nona itu berkata: "Jika kau tetap tak mau menyerahkan peta, terpaksa akan kusapu mukamu sampai hancur. Lihat saja, apakah sumoayku nanti masih suka padamu atau tidak!"
"Matipun bukan soal, apalagi hanya rusak muka!" sahut Siu-lam.

"Kau keras kepala benar," si nona tertawa tetapi aku tak percaya kau mempunyai tulang besi. Mari kita coba siapa yang lebih tahan!"

Tiba-tiba terdengar suitan nyaring dan bagaikan bintang meluncur turun, sesosok tubuh muncul di hadapan kedua orang. Nona baju merah dan Siu-lam terkejut melihat kegesitan orang itu. Ah, ternyata si tabib sakti Gan Leng-po.

"Kembalikan peta Telaga Darah!" teriak si tabib seraya gunakan jurus Thay-san-ya-ting (Gunung Thay-san Menindih Kepala) menghantam kepala si nona baju merah dengan tongkatnya.

Si nona menangkis dengan hud-timnya: "Hai, tua bangka, mengapa kau bertingkah seperti orang gila!"

Walaupun gila tetapi kepandaian tabib itu masih sakti melihat si nona menyongsong kebut, cepat ia geliatkan tongkatnya ke bawah untuk menyapu kaki.

Si nona baju merah terkejut melihat kelihaian orang gila itu. Cepat ia dorong Siu-lam mundur dan ia sendiri loncat ke belakang.

Walaupun berkepandaian tinggi, tetapi nona itu kurang pengalaman. Menghadapi serangan si tabib yang begitu dahsyat, ia gugup. Benar ia dapat menghindar tetapi ia pun lepaskan cekalannya pada lengan Siu-lam.

Si tabib makin kalap. Dengan jurus Sun-cui-tui-cou (menurut arus mendorong perahu), ia tusukkan ujung tongkatnya. Jurus itu sebenarnya jurus biasa. Tetapi dalam tangan si tabib, telah berubah menjadi jurus yang berbahaya sekali.

Kini si nona tak mau mundur lagi. Tusukan tongkat dihindari dengan sebuah geliatan tubuh kemudian ia menyerang dengan menamparkan kebutannya.

Gan Leng-po masih ingat akan keterangan Bwee Hong-swat bahwa yang mencuri peta Telaga Darah itu seorang nona baju merah. Maka begitu melihat nona itu merah bajunya, segera ia serang mati-matian. Tetapi ternyata nona baju merah itu lihay sekali. Serangan kebutnya, memaksa ia harus mundur tiga langkah. Kini Gan Leng-po makin yakin bahwa nona baju merah yang di hadapannya itulah yang mencuri peta Telaga Darah.

Wanita IblisWhere stories live. Discover now