112. Ahli Waris Bok-liong

2.6K 56 0
                                    

"Tempo sangat berharga sekali!" tukas imam buta itu, "tak perlu kau bilang ini itu. Mari kita manfaatkan tempo dengan cepat...."

Dan tanpa menghiraukan adakah Siu-lam mau mendengarkan dengan perhatian atau tidak, segera imam buta itu mengajarkan secara lisan melalui ilmu menyusup suara.

Siu-lam terpaksa mendengarkan dengan seluruh perhatian dan mencatat dalam hati. Selesai mengajarkan secara lisan, tiba-tiba imam itu berbangkit dan menyambar tongkatnya.

"Pak tua pemelihara tawon, hayo kita mulai!"

Sekali loncat, imam buta itu melesat keluar ruang. Sekalipun kedua matanya buta tapi ternyata gerakan luar biasa gesit dan tepat. Ia melayang turun tepat ditengah halaman kuil.

Nyo Ko tertawa gelak, seluruhnya. "Bagus. Berpuluh tahun tak berjumpa, ternyata engkau masih segagah dahulu!"

"Orang she Nyo, sebelum bertempur, aku hendak mengajukan sebuah permintaan kepadamu!" seru si imam buta.

Sambil mengangkat Bok-liong, Nyo Ko mengejar keluar seraya berseru, "Katakanlah!"

"Budak ini sebenarnya tak kenal padaku. Dia kemari karena hendak mengobatkan kakinya. Urusan kita berdua, janganlah ditimpahkan pada lain orang!"

Nyo Ko tertawa dingin, "Asal dia jangan mengganggu, tentu kululuskan permintaanmu Tetapi jika dia turut campur, berarti dia cari mati sendiri. Jangan mempersalahkan aku!"

"Bijaksana juga kata-kata itu...." kata si imam buta lalu berseru keras kepada Siu-lam, "Dengarlah, hai budak! Telah kucarikan Obat untuk lukamu itu. Asal engkau menuruti petunjukku, tentu sembuh dengan cepat. Aku mempunyai dendam permusuhan dengan si tua tukang tawon ini. Dia sudah menghabiskan waktunya selama berpuluh-puluh tahun untuk memelihara tawon besar yang beracun. Tujuannya hendak menghimpas hutang-hutang piutang sakit hati dengan aku. Karena itu, dalam pertempuran nanti, siapa saja yang kalah dan menang, jangan sekali kali engkau membantu!"

Siu-lam terkesiap tak menyahut.

"Engkau harus meluluskan nasehatku itu, baru akan lega hatiku!"

Tiba-tiba Nyo Ko berputar tubuh dan memandang Siu-lam dengan menyala-nyala. "Jika engkau hendak membantunya, sekarang jugalah engkau boleh ikut. Jika setelah kulukainya engkau baru membantu, berarti seperti telur diadu dengan tanduk!"

Sahut Siu-lam, "Totiang itu telah melepas budi kepadaku. Menerima budi orang, sudah selayaknya kalau dibalas. Berdasarkan peraturan kaum persilatan, aku tak dapat berpeluk tangan melihat saja...."

"Siapa suruh engkau membalas budi kepadaku! Hm, manusia yang tak tahu diri!" si iman buta memaki marah sekali.

Tetapi Siu-lam tak menghiraukan, katanya pula, "Karena locianpwe berdua hendak menyelesaikan dendam permusuhan yang lalu, aku tak mengerti siapa yang salah dan siapa yang benar. Maka tak dapat diputuskan, harus atau tidak aku turun tangan mencampuri urusan ini!"

"Budak kecil, besar benar mulutmu!" bentak Nyo Ko.

Siu-lam menghela napas, "Sebaiknya locianpwe dapat menghapus dendam lama itu, tak perlulah aku melihat suatu pertumpahan darah yang ngeri."

Rupanya kata-kata Siu-lam itu mempunyai pengaruh. Tampak wajah kedua orang tua itu mengerut rawan. Sepasang mata Nyo Ko yang menyala-nyala buas, tampak meredup padam. Dan si imam buta itupun perlahan-lahan menundukkan kepala.

Kata Siau lam lebih lanjut, "Mengingat locianpwe sudah berusia lanjut, kiranya tentu kenal akan dua tokoh yang disebut Lam-koay dan Pak-koay...."

Tiba-tiba Nyo Ko mengangkat kepala dan membentak marah, "Tutup mulutmu! Dendam kesumat yang tertanam dalam hatiku selama berpuluh puluh tahun masakan dapat terhapus begitu saja oleh sepatah perkataanmu...." ia menengadah ke langit dan berkata seorang diri, "ah, peyakinan selama berpuluh tahun masakan akan tersia-sia begini saja...."

Wanita IblisWhere stories live. Discover now