6. Jie-kounio, Gadis Berbaju Merah

4.8K 88 1
                                    

"Karena pembalasan pil sedang mencapai taraf penyelesaian, maaf, aku tak berani mengganggu tempo lo-cianpwe lebih lama dan segera hendak minta diri," kata Siu-lam.

"Sebenarnya kuminta saudara tinggal beberapa hari di sini. Tetapi rupanya kau mempunyai urusan penting yang harus diselesaikan. Baiklah tunggulah sebentar, kuambilkan obat itu!" segera ia masuk ke dalam kamar dan tak lama kemudian keluar membawa dua botol dari batu kumala serta sebuah doos berwarna kuning emas.

"Kedua botol ini berisi pil Kiu-coan-seng-ki-siok-beng-san dan doos ini berisi sepuluh butir pil Bik-tok-tin-sin-kim-tan. Untuk segala macam racun, pil ini mujarab sekali. Harap kau pergunakan sebaik-baiknya!"

Setelah menerima obat itu, Siu-lam pun segera minta diri.

Gan Leng-po mengantar tamunya sampai jauh, kemudian ia memberi petunjuk: "Lurus kea rah tenggara kira-kira dua puluh li, beloklah ke timur dan kau tentu keluar dari lembah ini. Maaf, aku tak dapat mengantar kau lebih jauh lagi."

Siu-lam menghaturkan terima kasih dan segera lari menuruni gunung. Saat itu rembulan terang, angin berhembus perlahan. Dengan gunakan ilmu lari cepat ia buru-buru hendak mencapai goa tempat kediaman wanita seram agar dapat membebaskan sumoaynya.

"Berhenti!" sekonyong-konyong ia dikejutkan oleh bentakan yang dikenalnya sebagai suara si tabib Gan Leng-po. Ia pun segera hentikan langkah.

Tabib itu mencekal tongkat dengan wajah merah membara, tegurnya bengis: "Seumur hidup belum pernah aku ditipu orang. Tak kira malah kini aku kena diingusi seorang anak kemarin sore!"

"Apa? Apakah peta Telaga Darah itu palsu?" Siu-lam terkejut juga.

Gan Leng-po tertawa dingin: "Aku percaya mataku belum lamur. Tak mudah untuk menipuku barang palsu!"

Siu-lam kaget. Mengapa dalam waktu beberapa saat saja sikap dan nada tabib itu berubah seratus delapan puluh derajat. Heran dibuatnya.

"Jika peta tidak palsu, mengapa lo-cianpwe menyusul aku dan tampaknya marah? Apakah lo-cianpwe menyesal karena memberi obat kelewat banyak?"

"Aku tak pernah menjilat ludahku!" sahut si tabib. "Habis, apakah maksud lo-cianpwe?" Siu-lam benar-benar heran.

Gan Leng-po merenung sejenak, ujarnya: "Kalau begitu apakah kau benar-benar tidak tahu?"

Tepat sekali Siu-lam menduga kemungkinan yang dialami tabib itu, serunya: "Apakah peta itu hilang?"

Gan Leng-po tertawa gelak-gelak: "Bukan saja peta tetapi orang itupun mencuri beberapa botol obat!"

Diam-diam perhatian Siu-lam tertumpah si darah baju putih. Siapa yang mampu melakukan perbuatan itu kalau bukan dara yang mempunyai ilmu tinggi?

"Celaka, apabila dia sampai marah kepadaku pil pemberiannya ini tentu diambilnya kembali," pikir Siu-lam.

"Aku tak mau menimpakan kesalahan pada orang. Tetapi yang jelas, selama dua puluh tahun tinggal di pondok terapung itu tak pernah mengalami peristiwa semacam ini...."

"Maksud lo-cianpwe menuduh aku bersekongkol dengan orang luar?" Siu-lam gelisah, namun ia masih berlaku setenang mungkin. Ia menanyakan bagaimana maksud tabib itu.

"Selama peristiwa ini belum jelas, terpaksa kau tak kuperbolehkan meninggalkan tempat ini," Gan Leng-po mendengus dingin.

"Apakah setahun lo-cianpwe belum dapat menyelidiki peristiwa itu, akupun harus tinggal selama setahun juga?" Siu-lam makin gelisah.

"Ya, selama belum terang, selama itu kau harus tinggal di pondok terapung!"
"Kalau sampai sepuluh tahun?"

"Sepuluh tahun kau harus tinggal!"

Wanita IblisWhere stories live. Discover now