17. Undangan Gerombolan Beng-gak

3.6K 76 0
                                    

SIU-LAM tak mau mendesak tuan rumah. Berpaling kepada sekalian tetamu, ia berseru nyaring: "Meskipun sumoayku menyimpan kutungan Chit-jiau-soh, tetapi sama sekali aku bukan anak buah Beng-gak. Bahkan kamipun mempunyai permusuhan juga kepada mereka. Jika tak percaya kalian boleh tanyakan pada Su lo-cianpwe sendiri. Walaupun dia tak tahu sampai jelas, tetapi dia telah menyaksikan sendiri peristiwa itu!"

Berpuluh mata tetamu segera diarahkan pada Su Bo-tun. "Memang benar," Su Bo-tun menyahut dingin.

Tiba-tiba paderi jubah kelabu menyeletuk: "Menurut yang kuketahui, selain merupakan tanda pengenal gerombolan Beng-gak, tak kudengar orang menggunakan jarum itu."

"Kutungan jarum itu, sumoay memperoleh dari seorang lo-cianpwe. Dari mana beliau mendapatkan, akupun tak tahu," tukas Siu-lam.

"Tetapi satu hal yang dapat kuterangkan pada kalian..." tiba-tiba ia melirik ke arah meja dan serentak dengan terbeliaknya mata, ia menjerit kaget: "Hai, jarum Chit-jiau-soh..."

Gemparlah sekalian orang. Cepat-cepat mereka memandang ke meja. Wahai... kejut mereka bukan kepalang. Di atas meja yang tadi kosong melompong saat itu tahu-tahu terdapat sebatang jarum Chit-jiau-soh, jarum itu menindih sehelai kertas putih....

Su Bo-tun mendengus dingin. Diambilnya kertas itu dan dibacanya. Sekalian tetamupun segera mengerumuni.

Undangan:

Diminta saudara-saudara pada nanti hari Toan-ngo (Peh-cun) datang ke lembah Toan-beng-koh di gunung Beng-gak guna menghadiri permandian dosa pada pesta Ciau-hun (memanggil roh). Barang siapa tidak datang, akan dibasmi seluruh keluarganya!

Tertanda Ketua Beng-gak.

Su Bo-tun memberikan surat itu kepada orang tua jenggot putih: "Cobalah Ngo-heng periksa tulisannya. Apakah serupa dengan tulisan di lain surat undangan?"

Setelah memeriksa, berkatalah jago tua itu: "Ah, aku sudah tak ingat lagi. Tetapi menurut bentuknya, surat undangan ini tak berbeda...."

Su Bo-tun mendengus dan berpaling ke arah si hitam Kim-po: "Apa pagi tadi sewaktu menyapu, kau melihat surat itu?"

"Tidak! Baru siang tadi muridpun menyapu lagi, tetapi surat undangan itu belum ada!" sahut Seng Kim-po.

Su Bo-tun tak mau menanya lebih jauh. Jarum disimpan dalam bajunya. "Setelah menerima undangan itu, apakah Su sicu akan menghadiri?" tiba-tiba si paderi jubah kelabu berseru.

Su Bo-tun tertawa dingin: "Walaupun aku tak suka mencampuri urusan lain orang, tetapi ternyata mereka mencampuri urusanku. Terpaksa kali ini kulanggar peraturan. Ingin kulihat bagaimanakah orang yang menamakan dirinya sebagai ketua Beng-gak itu!"

"Ah, syukurlah kalau Su-heng sudi turun gunung. Dengan begitu jerih payahku tak siasia..." tiba-tiba si orang tua jenggot putih berseru lega.

"Ketua Siau-lim, akan menuju ke Tang-gak guna memimpin rapat besar para tokoh persilatan guna merundingkan langkah-langkah menghadapi ancaman itu. Rapat itu akan diadakan pada nanti bulan tiga tanggal tiga. Jadi kurang sebulan lagi. Kuharap Su-heng dapat menghadiri."

Paderi jubah kelabu pun menambahi: "Rapat di gunung Beng-gak itu, menyangkut kepentingan mati hidupnya kaum persilatan. Dengan hadirnya para tokoh persilatan dari seluruh penjuru, kiranya kita dapat mengikat persahabatan yang luas."

Su Bo-tun hanya menyahut dingin: "Sekali sudah kuterima untuk hadir, tentu takkan ingkar. Maaf, di pondok yang begini sepi, aku tak dapat menyediakan hidangan yang sepantasnya. Jika masih ada lain urusan, silahkan melaksanakan tugas masing-masing."

Mendengar ucapan tuan rumah yang bernada mengusir itu, berubahlah wajah sekalian tetamu.

Si orang tua berjenggot putih yang pertama-tama melangkah keluar. Menyusul kedua lelaki setengah tua dan gagah dan kemudian si paderi jubah kelabu. Mereka berbondong-bondong tinggalkan pondok itu.

Wanita IblisWhere stories live. Discover now