8- Pesona Iqbal

Começar do início
                                    

Azel mengepalkan tangannya, ia benar-benar ingin menonjok wajah menyebalkan pemuda di hadapannya.
"Gue bakal nonjok muka lo!"

Lagi, Iqbal tertawa. Kali ini tawanya bahkan lebih kencang dari sebelumnya. "Gue nggak mau!"

Azel menjerit kecil dan hendak melayangkan tonjokan di wajah tampan Iqbal. Tapi lagi-lagi ia kalah telak. Jelas Iqbal akan dengan mudah menangkisnya.

"Lo harus mau! Gue nggak mau tau, lo nggak boleh sok kenal sama gue di sekolah. Dalam kesempatan apapun itu!" geram Azel.

Iqbal sebenarnya bisa saja mengeluarkan kartu mati Azel, tapi sepertinya pemuda itu sedang menikmati permainan yang dimainkan Azel.

"Liat aja nanti!" jawab Iqbal sambil lalu.

Eh? Jawaban macam apa, itu?

Azel mencak-mencak di tempatnya. "Bal, jangan berkeliaran di deket gue pokoknya! Lo nggak boleh sok kenal sama gue! Kalo kita ketemu, melengos aja! Ya-ya-ya?" Azel meloncat-loncat kecil saat Iqbal terus saja berjalan meninggalkannya.

Azel menghentakkan kakinya dengan kesal saat Iqbal tak mau repot-repot menyahuti teriakannya.
Azel tidak tahu saja, jika Iqbal tengah menyunggingkan senyumnya.

~♥~

"Murid baru itu namanya Iqbal Ramadi. Anak kelas X IPA 3. Demi apa? Gue semalem abis stalk instagramnya!"
Irma menjelaskan dengan sekali tarikan napas. Azel yang mendengarnya cuman mendengus dan mendengar tanpa minat.
Gadis itu mengaduk jus apelnya dan menyedotnya perlahan.

"Yah, brondong, kirain seangkatan sama kita. Atau nggak... kakak kelas gitu," kata Ica. Sahabat Azel yang lainnya itu ikut melihat apa yang terpampang dalam iPhone Irma.

"Iya sih, dia itu badannya bongsor gitu. Gue pikir dia juga kakak kelas, seangkatan Kak Ilham gitu."

"Iya, gue pengen nyapa dia pake panggilan "Kakak" padahal." Ica menimpali. Matanya menerawang, kemudian pipinya merona.

Azel mendengus sekali lagi. "Lebay lo pada!" gerutu Azel.

Kedua sahabatnya itu mengabaikan gerutuan Azel dan memilih sibuk mengamati berbagai macam pose foto Iqbal di instagram kepunyaan pemuda itu.

"Stalk orang itu dosa!" ketus Azel.

"Apaan sih, Azel! Nggak ada undang-undangnya juga," sergah Irma.

"Hooh. Nggak ada larangannya di ayat Al Quran." Ica menyoraki.

"Semerdeka lo pada deh! Seterah," kata Azel singkat.
Azel menyendok siomay goreng ke mulutnya sambil mengamati keadaan sekitar kantin kelas XI.

Di sekolah mereka, kantin tiap angkatan berbeda. Kantin kelas X di sebelah utara, kelas XII di sebelah selatan, dan kelas XI di tengahnya. Jadi mereka tidak perlu berdesakan dengan angkatan lain yang pastinya akan menyebabkan keributan.
Pasalnya kakak kelas Azel ini kebanyakan adalah murid veteran yang seharusnya lulus, tapi masih betah disini. Dulu sih, pernah ada konflik antar angkatan yang menyebabkan kantin terpaksa dibagi.

Ada juga murid seangkatannya yang mungkin kadang berseliwaran di area kantin kelas XII jika memang punya pacar disana atau kenalan. Tapi jarang.

"Itu Iqbal!" seru Irma tiba-tiba.

Azel merasakan lengannya ditoel-toel Irma. Dan hal itu membuat Azel terpaksa ikut menatap apa yang sedang jadi tontonan hampir semua siswi. Iqbal tertawa riang dengan teman-teman barunya yang tampak familiar di mata Azel. Mereka memasuki area kantin kelas X.

Teman-teman baru Iqbal itu ... ah, ada baiknya Azel menyebutnya dengan sebutan geng, memang sangat populer di sekolahnya.

Geng yang isinya anak-anak populer pemilik yayasan. Orang kaya yang hanya maunya berteman dengan yang sederajat dengan mereka. Sekaya-kayanya orangtua Azel, Azel juga tidak memilah-milih teman seperti mereka. Azel menatap sinis mereka.

"Iqbal keliatan bersinar sendiri disana!" Irma menopang dagunya dengan tangannya. Matanya menelisik kantin kelas X yang ramai itu.

"Dia paling mempesona!"

Azel menggelengkan kepalanya melihat kekaguman Irma pada Iqbal. "Udah ah, gerah gue disini. Cabut yuk!"

Azel beranjak dari duduknya. Ia menarik Irma dan Ica yang masih dalam mode cengo mereka. Mereka hanya pasrah dan mengikuti gandengan tangan Azel.

Satu-satunya jalan keluar dari kantin yaitu dengan melewati area tengah yang berarti mereka harus berpapasan dengan Iqbal cs. Azel mendengus. Sebenarnya bosan juga berpapasan dengan Iqbal.
Azel berharap Iqbal mengikuti perkataan Azel tadi pagi. Semoga Iqbal tidak sok kenal dengannya.

Eh! Apa gue barusan berpikir Iqbal bakal nyapa gue?

Azel mempercepat langkahnya saat ia hendak melewati Iqbal. Gadis itu mengalihkan tatapannya, menatap ke arah lain yang lebih menarik dibanding gerombolan Iqbal cs itu.

Iqbal berhenti tertawa. Pemuda itu juga menghentikan langkahnya. Hal itu jelas membuat teman-teman dibelakangnya ikut menghentikan langkahnya.

Bukan hanya teman-teman segerombolannya saja yang menghentikkan langkahnya, Irma dan Ica yang sedari tadi bagai orang linglung memandangi Iqbal, juga ikut menghentikan langkah mereka. Dan gerakan itu mau tidak mau ikut menghentikan langkah kaki Azel.

Sialnya, kejadian itu dijadikan tontonan oleh hampir penghuni kantin dari berbagai angkatan. Atau mungkin sejak pertama kali Iqbal memasuki kantin, pesona Iqbal langsung menjadi magnet tersendiri baginya.

Iqbal menyeringai saat Azel tengah menunduk dan mengalihkan tatapannya ke berbagai arah dengan kikuk. Pemuda itu semakin melebarkan seringaiannya.

Iqbal tersenyum ramah. "Hi, Kak Azel! Kita ketemu lagi." Bulan sabit terbentuk di mata Iqbal.

Azel yang mendengarnya dengan reflek menatap Iqbal. Pemuda itu semakin melebarkan senyumnya saat Azel menatapnya dengan mata bulat lebarnya.

Azel melongo di tempatnya.

Tunggu! Senyumnya.... Apa-apaan!

~♥~

a.n

Jangan lupa vote dan commentnya ya!

* * * *

Selasa, 9 Agustus 2016
Aster









Oh My Fiance! [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora