PADAM

138 5 0
                                    


Sebelum pergi, ia telah berpamitan, namun bukan berpamitan pergi melainkan berpamitan untuk meyakinkan mereka bahwa ia akan kembali.

Waktu sudah menunjukan sebelas malam. Ruang tamu keluarga Fero terlihat hanya menyisakan Rangga yang belum mempunyai niatan untuk beranjak dari sofa dan masuk ke kamarnya untuk merebahkan badan seperti yang lain.

Berkali-kali Rangga menguap karena kantuk. Bahkan, beberapa kali juga Rangga tersadar saat tubuhnya hampir jatuh ke samping.

Ia kembali mengecek jam di handphone nya dan menatap jam dinding yang terpampang di dinding ruang tamu itu untuk mencocokkan, siapa tau ada kesalahan pada salah satunya.

Semakin larut malam, Rangga menjadi semakin khawatir dan cemas akan keadaan Lea. Rangga merasakan firasat tidak enak mengenai adiknya yang pergi dan sampai sekarang belum juga pulang. Rangga ingin menjelaskan beberapa hal pada Lea, Lea pergi dengan rasa kecewa pada dirinya.

Mata Rangga kembali terpejam namun segera terbuka lebar sesaat setelah ia di bangunkan oleh dering telpon rumahnya. Dengan mengucek matanya Rangga berjalan untuk menjawab telpon. Ia sendiri heran, manusia mana yang menelpon lewat telpon keluarga malam-malam seperti ini.

"Halo apa ini dengan Keluarga Lea Farassya?" tanya penelpon yang jika di dengar dari suaranya itu adalah wanita.

"Hmmm... " Jawab Rangga masih dengan mata kantuk nya.

"Maaf dengan siapa di sana?"

"Rangga. Kenapa? Ada apa? Perlu apa malam-malam gini telpon. Dari mana?"

"Mohon maaf Mas, saya suster dari rumah sakit Pelita Jiwa ingin mengabarkan bahwa  pasien kami, Lea Farassya yang mana merupakan keluarga Mas telah meninggal dunia---"

Rangga menjauhkan telpon itu dan berusaha mencerna ucapan Suster tersebut.

"Hahaha... Lo mau bohongin gue ya? Lo penipu yang mau gue kirim uang kan? Adik gue lagi maen sama temennya, nggak mungkin itu adik gue! " jelas Rangga. Jujur, di titik ini Rangga sendiri sudah sedikit was-was dengan kebenarannya.

"Saya tidak berbohong Mas, jika Mas nya tidak percaya, silahkan cek sendiri dan bawa ayah Ibunya juga karena Jenazah harus mendapat identitas yang di isi orang tua. "

Degg

Rangga terdiam sejenak. Telpon yang ia genggam itu terjatuh dan lelaki itu pergi berlari.

"Woy Mas yang bener dong ngendarainnya!! "teriak pengendara lain yang hampir di tabrak oleh motor Rangga yang di kendarai dengan ugal-ugalan. Rangga tak peduli dengan mereka, omelan mereka dan sumpah serapah dari mereka. Yang menjadi utama Rangga adalah Lea.

Tinnnnnnn.... Brukk

Tubuh Rangga terhempas ke aspal. Motor yang ia kenakan juga ikut terjatuh beberapa meter di depannya.

Seketika semua orang mengerumuni Rangga. Jalan itu di padati orang-orang yang penasaran dan pengendara yang berheniti karena ingin melihat.

Rangga hampir saja menabrak mobil avanza di depannya jika ia tak berbelok dan menabrak trotoar pasti ia akan menabrak mobil itu.

Dengan lecet di beberapa bagian Rangga kembali bangun dan berjalan. Kaki Rangga terlihat terluka namun laki-laki itu menempis semua bantuan yang menawarinya. Lagi dan lagi, fokus Rangga hanya tertuju pada Lea.

Setelah berhasil menaiki kembali motor nya, Rangga segera menancap gas tanpa mempedulikan mereka yang melihat dirinya.

*****

"Lo pada mau ikut-ikutan kaya mereka ya? " tanya Raga pada Indra dan Ghana yang berdiri di sampingnya. Lebih tepatnya di brangkar.

"Enggak. Kita nggak semaksa itu. Gue tau lo nggak bisa nerima hati dari Lea. Tenang aja, kita berdua ada di kubu lo, " ucap Indra yang mendapat Anglikan dari Ghana.

"Gue mau pulang, gue nggak sakit! " Raga hampir saja melepas infus yang menempel di tangannya jika tidak segera di hentikan mereka berdua.

"Eh eh eh! Mau apa lo! Kalo lo nggak mau nerima donor hati dari Lea seengaknya lo jangan berontak buat pergi dari pengobatan lo. Tetep di sini, kita semua nemenin lo di luar! " jelas Ghana panjang lebar.

Mereka berdua berbalik badan. Namun dengan cepat Indra dan Ghana terhenti oleh tangan Raga yang mencegah perginya mereka. Mereka berdua kompak menatap pada Raga.

"Gue mohon jangan lakuin itu... Lea masih hidup. Lea masih mau kasih semangat ke gue. Lea harus gue bawa pulang. Gue mau ketemu Lea, " Raga segera bangun dari brangkarnya namun di cegah Indra dan Ghana.

"Lo denger ucapan gue tadi? Lo diem di sini. Lo tidur istirahat! " kesal Ghana pada Raga. Raga masih tidak percaya jika Lea telah tiada.

"Gue cabut dulu. Jangan macem-macem, Ga! " Indra berujar sembari pergi membelakangi Ghana.

Setelah keluar dari kamar inap Raga, mereka berdua kini berhadapan dengan dokter dan Winara yang masih setia menunggu di depan.

"Lakuin aja, Dok. Ini wasiat dari Lea juga, " ujar Ghana dengan wajah tanpa ekspresi.

Indra mengangguk. "Kita bohong demi kebaikan nggak papa kan?"

"Tunggu keluarganya Lea ya, Dok" timpal Winara.

"Maaf Bu, ini harus segera di lakukan. Jika di tunda takutnya hal buruk terjadi. Kita sudah dapat bahkan perintah langsung dari pendonor untuk segera mendonorkan hatinya pada Raga. "


Halo... Malam ini double update
Vote dan komen nya ya

Thanks

𝗔𝗚𝗥𝗔𝗟𝗘𝗔 [𝗖𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗕𝗨] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt