•TAMAT•

172 11 1
                                    

Hai Hai haiiii
Gue comeback
Gimana kabarnya? Sehat kan? Masih setia?
Sorry, jarang banget up padahal udah end. Kalian masih nunggu ekstrak part?

Ini sudah saya revisi, ya.
Tolong, kerja samanya dengan cara vote dan komen cerita ini

Eh, saya juga mau ucapin Terima kasih banyak buat kalian semua!!!!
Terimakasih sudah mengawal cerita ini dari 0 sampai end. Terimakasih sudah memberikan semangat dengan cara Vote, komen atau cuma baca.
Tanpa kalian cerita ini nggak bakal sampe kayak sekarang. Tanpa kalian gue mungkin udah berhenti di tengah-tengah jalan atau bahkan hiatus.

Sorry, banyak kesalahan. Maafin ya.

Happy Reading!!!!

____________________________________





Kerikil tajam tersebar di sepanjang jalan yang Lea lewati, namun Lea tak merasakan sakit meski terlihat kakinya lecet. Wajah teduh gadis itu kini terlihat datar, biasanya segaris senyum tercipta untuk membohongi mereka tapi tidak dengan kali ini. Lea tak peduli dengan pandangan para pengendara yang melihat nya begitu tajam. Lea juga tak menghiraukan bisikan dari beberapa orang yang ia lewati.

Setelah puas Lea kembali menginjakkan kakinya di pelataran rumah megah milik Fero- Ayah tirinya. Gadis itu mengangkat pandangannya dan menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya kini. Ini bukan rumahnya, ini bukan tempat ia pulang. Tak ada Anan, tak ada kenangan. Seharusnya, Lea tak pulang kesini.

Manik itu melirik ke samping, tepatnya taman yang berada di samping rumah nya itu. Taman kecil itu menjadi tempat kedua setelah kamar nya yang menurut Lea nyaman. Meski tidak selalu ia kunjungi, tetapi Lea menjadikan taman itu sebagai tempat favorit nya.

Perlahan, tubuh Lea yang merosot lemas bergerak menuju taman. Dengan air mata yang susah payah Lea cegah, gadis itu menghampiri taman dan setelah sampai, Lea menjatuhkan tubuhnya di rumput tebal milik taman itu.

"Hahahaha... Ternyata gini, ya rasanya di bohongi semua orang? " Gadis dengan rambut panjang lurus hitam itu menertawakan nasib dirinya.

"Harusnya gue juga ngaca, siapa sih gue? Bisa-bisanya gue punya pikiran kalo orang se famous dia suka sama gue? Dan harusnya gue paham kalo mereka, orang yang bilang temen gue cuma manfaatin gue doang. Kok gue sebodoh ini? ".

Matanya berkaca-kaca, namun, gadis itu berusaha agar tidak menangis dengan sesekali mendongkrak ke atas menatap bulan yang memancarkan keindahannya.

Semburan tawa gadis itu lakukan. Gadis itu sangat merasa terhibur dengan lelucon semesta yang menimpa hidupnya.

" Lucu banget gue. Liat muka gue... ".

" Gue mau nangis tapi mulut gue ketawa. Apa gue gila? "Gadis itu terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali tertawa. " Iyah, gue gila! Hahahaha".

Gadis itu benar-benar sendirian sekarang. Jujur, ia ingin menangis dan sangat iba pada nasibnya namun nyatanya gadis itu tertawa. Iya, gadis itu tertawa agar semesta merasa ujian yang di berikan pada nya gagal. Padahal, Tuhan nya tahu apa yang gadis itu rasakan.

"Ayah... Andai Ayah masih ada mungkin nggak bakal kaya gini jadinya ".

" Nara... Ternyata dia... "Ia tertawa kecil.

" Orang yang harus gue lindungi. Iyah, gue pawang Nara. "

"Gue cuma bahan taruhan supaya Nara baik-baik aja dan gimana sama gue?... Mereka nggak bakal peduli. Luka di tangan ini, di wajah ini dan di seluruh tubuh ini. Bukan, bukan cuma di tubuh tapi juga di hati ini, itu sengaja mereka kasih buat gue? ".

𝗔𝗚𝗥𝗔𝗟𝗘𝗔 [𝗖𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗕𝗨] Where stories live. Discover now