18. || Restu Alex dan Anan ||

80 8 1
                                    

"Ia mulai bermain dengan keduanya. Ia tak tahu bahwa setelah ini hidupnya akan jauh lebih susah dan menderita "

__________

Pagi ini, Lea berangkat sekolah sendirian dengan motor milik Raya yang kini sudah jadi miliknya. Tanpa harus berlatih pun Lea sudah bisa mengendarai motor yang cukup besar itu karena walaupun dirinya tak punya namun Raya selalu mengajari gadis itu. Lea berjalan dengan biasa setelah memarkirkan motornya. Mata Lea sembap, gadis itu terus menangis saat nomor ponsel Raya tak bisa di hubungi padahal baru beberapa jam gadis itu pergi. Mungkin, Raya tengah beristirahat.

Jam pelajaran sudah Lea lewati. Sungguh, jika tak ada Raya rasanya hambar. Biasanya saat pelajaran matematika Raya dan Lea akan melakukan tebak-tebakan saat mengerjakan tugas jika sudah di kumpulkan dan jawabannya salah, maka harus di coret-coret wajahnya sampai pulang sekolah. Tapi kali ini, semuanya terasa membosankan bagi Lea.

Mata sembap Lea sempat menjadi perhatian teman kelasnya namun Lea terlihat acuh saja.

Sebelum istirahat datang, Lea harus mengikuti pelajaran satu kali lagi dan sekarang sedang pergantian pelajaran.

Bukannya guru yang datang, justru Agra yang kini datang sembari duduk di samping Lea.

Melihat kehadiran Agra membuat Lea langsung menutupi wajahnya. Lea sangat malu jika Agra melihat mata sembap nya.

"Kenapa nangis, hm? " Agra menyingkirkan telapak tangan yang menutupi wajah Lea.

Tak sempat menjawab, Lea justru memeluk Agra dan di sambut dengan usapan halus di pucuk kepalanya.

"Agra... Raya pergi... " ujar Lea mengadu.

"Tenang, Le. Raya, kan cuma pindah kota, kan? " tanya Agra. Sejujurnya Agra sudah tau kabari itu dari siswa-siswi.

"Tapi gue nggak punya temen lagi, Gra. Raya sahabat satu-satunya gue, " Lea terus menangis di dada bidang milik Agra. Gadis itu tak bisa menatap wajah Agra.

"Masih ada gue, gue bakal selalu ada buat lo, kapan pun lo mau ".

*****


Setelah beberapa menit menunggu akhirnya jam istirahat pun tiba. Agra sudah kembali semenjak guru Ipa datang ke kelas Lea. Kini, Lea masih belum mempunyai niatan untuk mengisi perutnya yang lapar. Lea justru menatap lurus ke depan dengan pikiran yang entah sebanyak apa.

"Hai, Le, " sapa Helen, teman sekelas Lea.

Lea tersadar dari lamunannya, gadis itu menatap sirkel Helen yang paling terkenal di kelasnya.

Tak menjawab, Lea hanya memberikan senyum.

"Ke kantin bareng kita, yuk".

Lea menatap satu persatu wajah ketiga wanita yang di depannya. Mereka mengajak Lea untuk ke kantin? Tidak biasanya mereka melakukan itu. Dulu, waktu Raya masih ada di sini mereka bahkan sangat membenci Raya yang berani melawan mereka dan karena Lea berteman dengan Raya, Lea juga harus kena imbasnya ikut di benci mereka. Jangan kan untuk bertanya atau sekedar mengucapkan satu kata, melihat saja mereka tak mau pada Lea. Lalu, apa semua ini? Memang, ya, Tuhan akan memberikan gantinya dan manusia bisa berubah kapan saja.

"Ayo, Le" Kini giliran Olive yang mengajaknya.

Lea pun bagun dari duduknya. Gadis itu akan membuat Raya tak tenang jika dirinya tak mengikhlaskan. Lagipula, hanya beda kota.

Sesampainya di kantin sekolah mereka, Helen yang sebagai ketua dari geng itu menarik kursi untuk Lea duduki. Lea di perlakukan seperti ratu.

"Gue bisa sendiri, len"ujar Lea yang tak enak hati.

" Sans aja, Le. Yuk pesen makanan ".

Kini mereka fokus pada daftar menu yang Helen pegang. Semuanya sudah memilih bahkan pemilik kantin sudah mencatat nya namun, hanya Lea yang masih melamun.

Helen yang melihat itu menepuk pundak Lea yang membuat gadis itu tersadar dengan perasaan kaget.

" Iyah, Ray? "ucap Lea saat tersadar dari lamunannya. Lea merasa tak enak karena memanggil nama Raya padahal tak ada gadis itu.

" Nggak papa, Le. Jangan pikirin Raya lagi. Sekarang, kita semua temen lo, "Helen berujar seperti itu.

" Iyah, Le. Kita temen lo. Lo jangan ngerasa sendiri dan nggak punya temen lagi, ya? ".

Lea mengangguk meski di selimuti rasa tidak percaya dengan ucapan mereka. Mungkin saja mereka memang ingin berteman dengannya.

*****

" Gue kawal, ya Cantik, "Agra masih bersikeras meminta agar Lea mau di kawal oleh dirinya.

Sudah beberapa menit lalu bel pulang berbunyi. Mereka berdua yang sibuk meminta dan satunya menolak tertinggal oleh teman-teman yang lainnya.

" Gue bisa pulang sendiri, Agra. Makasih tawarannya. Gue, pulang sendiri aja, ya "ujar Lea dengan sangat lembut berharap Agra mau menuruti nya. Lea harus mengingat ucapan Raya yang menginginkan gadis itu menjaga jarak dengan Agra.

" Ya udah kalo lo nggak mau gue kawal, gue nggak bakal biarin lo pulang! ".

" Ini udah mau sore, Gra. Gue males debat. Hari ini gue bener-bener nggak punya tenaga. Biarin gue pulang, ya. Gue mau istirahat, Gra "terlihat mata Lea berkaca-kaca. Saat ini Lea memang terlihat tak menikmati harinya tanpa Raya namun bukan sebuah bangunan yang Lea butuhkan melainkan-

Dekapan yang kini Agra berikan.

Agra membiarkan gadis itu membenamkan wajahnya di seragam putih miliknya. Agra tau apa yang Lea butuh kan saat ini. Benar saja, tanpa Agra berbicara Lea sudah terisak lagi.

"Berat banget, ya, Le? ".

Gadis itu mengangguk. Tak lama kemudian Lea menarik wajahnya dari dada bidang milik Agra dan menghapus air matanya.

Tanpa berkata, Lea memberikan kunci motornya mengizinkan agar Agra yang membawa motor nya. Lea merasakan tubuhnya sangat lemas hari ini.

*****

"Ayah, Agra kenapa jarang ke sini sekarang? " Tanya Nara pada Ayahnya yang kini menyuapi gadis itu. Padahal, itu kebiasaan Agra.

"Mungkin Agra lagi sibuk sama Geng nya. Ayah denger 45 lagi sedikit kacau. Anak Ayah jangan khawatir, Agra pasti dateng kalau urusannya udah selesai " ujar Alex memberitahu pada putrinya.

Nara terdiam sembari memakan makanan yang di berikan Alex.

"Sayang... Nara sayang banget, ya sama Agra? ".

Nara yang sedang menatap kosong ke pintu langsung menoleh ke arah Alex. Nara mengangguk sembari berkata. " Restuin Agra sama Nara, ya Ayah. Agra orang baik dan Nara sayang banget sama Agra ".

Alex tahu itu. Alex juga tahu pengorbanan yang di lakukan Agra untuk melindungi putrinya. Alex juga yakin jika Agra memang menyayangi putrinya. Tak apa jika hubungan mereka akan berlanjut, yang terpenting Agra tak akan menyakiti anaknya yang kini sedang berjuang untuk sembuh.

" Cepet sembuh, ya. Ayah pergi dulu mau ada rapat, "Alex menaruh mangkuk yang sudah kosong itu di meja samping. Tak lupa Alex memberikan minum dan mencium kening putrinya sebelum pergi.


Jika sudah melihat tulisan ini berarti Anda wajib memvote, follow dan komen
Ini pemaksaan! Hahahaha!

See you

𝗔𝗚𝗥𝗔𝗟𝗘𝗔 [𝗖𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗕𝗨] Where stories live. Discover now