Extra Chapter 12

888 123 28
                                    

Menyusun masa depan. Gue dan Syazani duduk bersama di sofa sambil saling memegang sebuah mini notebook. Ada beberapa list yang sudah selesai diceklis. Setelah melewati waktu bersama yang belum cukup dikatakan lama, kami mencoba untuk berdiskusi mengenai income serta outcome, kami juga sepakat untuk menaruh dana cadangan menjadi prioritas. Berhubung sampai saat ini kami belum melakukan perjalan berdua khusus berlibur terbesit ide untuk melakukannya dalam waktu dekat. Gue yakin gak cuma gue yang bosan menghabiskan waktu di rumah selama pandemi, maka gue mencetuskan untuk diskusi dan mengatur jadwal agar kami bisa pergi bersama walaupun dalam waktu yang singkat.

Pemerintah Arab Saudi masih menghentikan sementara kegiatan umrah di masa pandemi ini. Mengunjungi kota suci Mekah dan Madinah sebenarnya menjadi destinasi urutan pertama dalam catatan gue. Terpaksa harus ditunda dan mengikuti aturan pemerintah menjadi poin yang utama.

Catatan mengenai income dan outcome selesai kami sepakati. Giliran destinasi wisata yang masih kami diskusikan berjam-jam lamanya. Syazani memilih perjalanan domestic sementara gue memilih perjalanan internasional. Agaknya diskusi ini yang akan berjalan alot, terlebih Syazani sangat detil mengenai pengeluaran seperti pemilihan hotel maupun pembelian tiket pesawat.

“Menurut aku domestic juga seru kok! Lagian kita juga belum tentu tahu seluruh wilayah Indonesia, kayak misalnya ke Sumba lihat Padang Savana gitu?”

Gue mengerutkan kening. Dari tadi idenya benar-benar di luar prediksi.

“Mau apa kamu ke Sumba?”

Syazani menarik nafas panjang, kedua tangannya dilipat, tatapan matanya mengarah ke langit-langit. Drama berkhayalnya kumat.

“Banyak. Kita bisa ke Padang Savana lihat kuda-kuda liar di sana, terus kita juga bisa ke Danau Weekuri, terus ke Bukit Wairinding lihat hamparan perbukitan, atau kalau nggak kita juga bisa ke Pantai Nihiwatu. Ana sama suaminya habis dari sana juga tuh.”

Oh, ternyata dia fomo lihat temannya sudah pergi ke sana. Dia belum mendengarkan aja destinasi negara mana yang ingin gue datangi, dan gue sangat yakin kalau dia sudah mendengarnya semua ide yang ia pilih akan otomatis tergantikan. Sudah pasti dia sulit menolaknya.

“Gimana kalau ke Turki?”

Ucapan gue berhasil membuatnya menoleh dengan ekspresi terkejut. Sependek pengetahuan gue dia pernah mengatakan bahwa Turki adalah salah satu negara yang membuatnya jatuh cinta.

“Kemana aja? Kalau Cappadocia nggak dulu deh.”

Gue kembali menyeringai, dia pasti akan kembali terkejut.

“Topkapi Palace, Hagia Shopia, Selat Bosporus,-“

“Oke, deal.” Ujarnya buru-buru menyetujui.

Benar kan apa yang gue bilang? Dia tidak mungkin menolaknya. Dan sekarang Zani sudah sibuk mencari tiket pesawat juga booking hotel. Sampai-sampai dia harus membuka handphone, tab, dan laptopnya bersamaan untuk bisa membuka online travel agent yang berbeda. Tentu dia segera mencari tiket yang menurutnya worth it.

Perempuan dan laki-laki memang agak berbeda dalam mengambil keputusan saat membeli sesuatu. Perempuan cenderung memikirkan beberapa kemungkinan setelahnya membeli. Sementara laki-laki memilih jalan yang paling cepat tanpa memikirkan pilihan lainnya.

Sebetulnya selain gue ingin mengajaknya berlibur, terbesit dalam pikiran gue untuk memberitahu rencana selanjutnya. Dalam sepekan ini gue sibuk bolak-balik bertemu dengan Dyora untuk transaksi pembelian rumah. Gue sebenarnya masih bingung antara mengambil penthouse atau rumah, tetapi Dyo dan Syan yang notabenenya orang-orang yang bergelut di dunia properti menyarankan gue untuk membeli rumah sebagai kebutuhan jangka panjang. Karena sebelumnya gue bercerita bahwa Syazani mengatakan ingin tinggal di rumah yang jelas lahannya milik kami.

Teras Kota (Overheard Beauty)Where stories live. Discover now