Extra Chapter 3

1K 154 18
                                    

Sore hari kami baru sampai di apartemen gue. Melihat raut wajah Zani seperti kurang berkenan tinggal di apartemen ini. Dia terlihat sedikit cemberut sambil mengelilingi setiap ruangan. Sejak awal gue memilih dan menempati apartemen ini ada tujuan yang sedang gue usahakan.

Gue memang merasa hanya membutuhkan apartemen tipe studio untuk ditempati seorang diri. Dalam hal ini gue gak mau bersikap serakah terhadap diri sendiri. Sepetak kamar seharusnya cukup untuk ditinggali seorang diri. Lagipula waktu gue lebih banyak di luar. Separuh waktu gue dihabiskan dengan bekerja, jadi untuk apa menempati tempat tinggal yang luas jika jaramg ditempati?!

"Kenapa? Tidak suka?"

Dia menggeleng lalu tersenyum tipis.

"Kamu boleh istirahat. Setelah magrib, kita akan diskusikan peraturan kita masing-masing." Agak berat sebenarnya membahas peraturan.

Zani tersenyum kembali. "Iya." Dia pun menggeret kopernya masuk ke kamar kedua.

Sementara Zani di kamar sebelah, gue berpikir keras bagaimana caranya agar gue perlahan bisa mencairkan hubungan gue dengan Zani. Peraturan yang gue buat seharusnya tidak akan memberatkannya. Gue mulai berpikir hal apa saja yang akan gue cantumkan di kertas itu.

Jika Syazani tahu kalau tujuan gue menikahinya karena tantenya tentu saja itu tidak sepenuhnya benar. Gue punya alasan lain salah satunya saat dia mengambil obat gue yang jatuh ketika sedang berkumpul di hadapan papa. Selain itu dia juga diam-diam memberikan roti keju saat mag gue kumat. Dia pernah mendapati gue sedang mengerang kesakitan di tangga darurat, dan gue tahu karena siluetnya bisa terlihat dari dalam.

Kini kami berdua duduk berhadapan dengan kertas yang dipegang masing-masing. Jantung gue berdebar sedikit takut dengan aturan yang akan dia buat. Gue takut dia meminta jaga jarak.

"Kamu boleh nunjukkin aturan yang harus aku lakuin."

Syazani agak ragu, lalu dia menggeser kertasnya ke depan gue.

1. Anda harus membiarkan saya pulang-pergi kantor sendirian seperti sebelumnya.

2. Anda tetap memperlakukan saya di kantor sebagai staf seperti sebelumnya.

3. Saya tidak akan melarang apa yang menjadi kebiasaan anda sebelum bersama saya. Kecuali jika itu sudah melenceng dari syariat.

4. Jalani peran kita masing-masing.

Hanya ada empat aturan yang dia buat. Dua khusus untuk gue dan dua diperuntukkan bagi keduanya. Dia tidak membuat aturan di luar kewajiban gue sebagai suaminya dan juga di luar perannya sebagai istri.

"Cuma ini?" Tanya gue. Zani mengangguk yakin.

"Ini punya saya." Gue menyerahkan milik gue yang langsung dibacanya.

Ada lima aturan yang gue buat. Pertama gue meminta dia merahasiakan hubungan gue dengan papa. Kedua, gue meminta dia untuk terbuka dalam segala hal. Ini poin penting bagi gue sebagai suaminya yang wajib tahu apa yang terjadi padanya. Jika melenceng maka gue harus segera memperbaikinya.  Ketiga ini yang penting. Gue meminta dia bersikap layaknya atasan dan karyawan. Selain itu gue juga meminta dia menyembunyikan status kami.

Bukan karena gue gak mau mempublikasikan status kami berdua. Melainkan gue menghargai dia yang selalu memegang privasinya. Gue gak mau eksistensi gue hanya akan membuat hubungan ia dengan teman-temannya menjadi lebih restriktif.

Gue kembali ke kamar setelah selesai begitu pun dengan Syazani. Di dalam kamar gue malah jadi over thingking. Sebenarnya hubungan pernikahan apa yang gue jalani saat ini? Kami berdua bahkan harus menyepakati aturan yang seharusnya tidak perlu ada. Dampak apa yang akan didapat oleh orang lain atas pernikahan ini. Gue gak mau ibadah sakral ini malah akan berkonfrontasi dengan syariat.

Teras Kota (Overheard Beauty)Where stories live. Discover now