Teras 32

1.5K 216 33
                                    

Status Baru

Dia nahkoda dan aku penumpangnya, kemanakah kapal ini akan berlayar? Menepi di tempat tujuan atau malah karam diterjang ombak?!

____________


Minggu sore dimana para penghuni bumi Jakarta sedang sibuk-sibuknya menikmati waktu luang bersama orang terkasih. Tentu saja hal ini berbeda denganku. Koper berwarna hijau tosca berdiri kokoh di bibir pintu. Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru apartemen tipe studio ini. Tak jauh lebih luas dari yang aku sewa.

Tidak terlalu banyak barang di dalamnya. Pemandangan pertama aku disambut oleh ruang keluarga yang tidak terlalu luas. Terdapat satu sofa panjang dan satu sofa kecil juga meja bulat yang menghadap ke TV. Spacenya lumayan sempit untuk berjalan. Tepat di samping kanan terdapat satu set meja makan yang berjumlah empat kursi minimalis yang menghadap langsung ke balkon dengan city view. Pandanganku beralih ke pintu pertama yang berada di belakang sofa. Informasinya apartemen ini terdapat dua kamar tidur.

Aku berjalan mengikuti sang empu. Dibukanya salah satu pintu kamar yang terletak di belakang samping kanan ruang keluarga atau ruang tamu. Benar, itu kamar. Di dalamnya terdapat satu kasur berukuran single, wardrobe dengan pintu geser, satu set meja rias  yang juga minimalis. Keunggulan dari kamar ini yaitu pemandangan yang disuguhkan langsung menghadap sisi ibu kota.

Kemudian aku diajak lagi ke kamar selanjutnya yang terdapat satu kasur dengan ukuran queen size, TV besar yang menempel langsung ke dinding, floating shelf warna cokelat kopi berukuran besar dengan kursi yang mungkin sering digunakan juga sebagai tempat kerjanya, wardrobe dua pintu ukurannya lebih besar dari kamar sebelumnya, bench storage berwarna putih dengan tiga bantal kecil berwarna abu-abu. Sebagian besar dinding dekat kasur ditempeli leather headboard berwarna abu-abu, dan dihiasi lampu gantung berbentuk bulat dengan warna warm white. Lagi-lagi city view menjadi pelengkapnya.

Berpindah ke ruangan selanjutnya, ada satu kamar mandi kecil di belakang kamar utama. Di dalamnya hanya ada wastafel, closet duduk, dan shower, tidak ada bathub. Lumayan sesak ketika memasukinya. Aku beralih ke dapur yang sama kecilnya dengan yang kupunya sebelumnya. Huh, bahkan kitchen setnya pun terlihat lebih minimalis. Kompor, dan bak cuci piring sangat berdekatan, ditambah space untuk kulkas yang juga jaraknya tidak sampai tiga langkah. Kesimpulanku apartemen ini lebih cocok dihuni oleh yang belum menikah.

"Kenapa? Tidak suka?"

Aku menggeleng pelan. Mungkin mimik wajahku kontras sekali di matanya.

"Kamu boleh istirahat. Setelah magrib, kita akan diskusikan peraturan kita masing-masing."

"Iya." Kataku singkat—sedikit malas. Tanpa dipersilakan oleh pemiliknya aku pun menggeret koper ke dalam kamar pertama.

Yup, kamar kecil dengan kasur ukuran single. Aku cukup tahu diri, kamar utama hanya milik yang berkuasa di apartemen ini. Dan kurang beruntungnya, orang tersebut telah menjadi suamiku per-pagi kemarin.

Aku dan El menikah tidak lama setelah ia memberikan cincin malam itu. Jangan berpikir akan ada adegan romantis saat itu. Ia memberikan cincinnya seperti saat menugaskan aku untuk revisi laporan. Selang dua hari saja. Tepat di hari Sabtu kemarin yang mana bertepatan juga dengan libur kerja, kami sepakat untuk menggelar acara pernikahan. Akad digelar di Bandung tepatnya di rumahku sendiri. Tamu yang diundang pun sebagian besar hanya keluarga kedua belah pihak. Bahkan teman-teman di kantor tidak ada satu orang pun yang tahu mengenai status terbaru antara aku dan El.

Teras Kota (Overheard Beauty)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora