Teras 21

1.5K 178 10
                                    

Camping with Boss

____________

Ketenangan tercipta bukan dari ketinggian sebuah tempat. Melainkan semakin tinggi rasa cinta kita terhadap Illahi, semakin tertancap pula ketenangan dalam hati.


Lingkaran hitam di kelopak mata tebalnya melebihi panda. Semalaman suntuk aku berkutat dengan hasil laporan yang dikirimkan si Bos via surel. Hasilnya pagi ini kepalaku berdenyut nyeri dan sedikit menimbulkan dampak mual pascalembur semalam.

Sebagai deadliners sejati, aku memegang prinsip pantang tidur sebelum selesai. Apa pun yang memenuhi isi  kepala harus terpecahkan saat itu juga. Mungkin ini salah satu efek karena terlalu sering lembur bersama Pak Bos. Sedikitnya kebiasaan anehnya mulai menular pada yang lain.

Tepat jam delapan aku sudah duduk di depan layar komputer. Menjadikan secangkir cappucino hangat sebagai pengusir kantuk. Saking tak bisa menahan kantuk, setelah shalat subuh tadi aku kembali tertidur tanpa melepaskan mukena. Niat hati hanya ingin terpejam lima menit saja, namun yang terjadi malah sampai tiga puluh menit. Padahal sudah jelas setelah shalat subuh jangan sampai tertidur lagi.

Saat mengetahui jam dinding menunjukkan jarum pendeknya ke angka tujuh, aku langsung buru-buru mandi dan bersiap pergi ke kantor. Tak sempat memoles wajah. Sehingga aku datang dengan keadaan wajah yang pucat. Bahkan sekuriti yang jaga pagi pun sempat curiga aku sedang sakit. Kontras mereka memberi jarak saat aku menghampiri mereka.

"Kamu sakit Zan?" Aku menggeleng saat Adit bertanya. Laki-laki itu sibuk membolak-balikkan kertas di depan mesin fotokopi.

"Kamu kelihatan pucat banget. Kenapa gak ambil cuti aja?" Tanyanya lagi tanpa menoleh. Dia masih sibuk dengan kertas yang keluar dari mesin fotokopi.

"Kalau aku cuti, gajiku bisa dipotong lima puluh persen."

Adit menoleh sedikit menelengkan kepala. "Lima puluh persen? Memang sekarang ada aturan baru ya?"

"Ada." Jawabku singkat.

"Sejak kapan?"

"Sejak adanya Pak El di KAIA." Aku berterus terang.

"Kok aku baru tahu ya?"

"Cuma divisi akunting yang dapat peraturan eksklusif kayak gitu."

Adit terkekeh kecil sambil kembali menyalakan mesin fotokopi. "Mas El becanda aja kali."

"Iya, tapi bercandanya kelewatan." Kesalku.

Lagi-lagi Adit tertawa. Sementara aku masih sibuk menggeser-geser tetikus. Ini baru jam delapan pagi tapi Adit sudah terlihat sibuk di antara yang lain. Bahkan di saat mereka saja belum sampai kantor.

Hening kembali tercipta di antara kami. Yang tersisa hanya suara kertas yang keluar dari mesin fotokopi. Aku masih melanjutkan membuka beberapa file pembuatan Invoice di tahun 2016 yang jumlahnya bukan hanya puluhan lagi. Mungkin ratusan atau lebih. Dan itu cukup meninggalkan efek mual.

Beralih dari satu file ke file yang lain membuat perutku terasa lapar. Berhubung tak sempat membuat sarapan di rumah, kini cacing-cacing di perut melakukan aksi demonstrasi. Segera kuambil handphone lalu membuka aplikasi delivery order dari salah satu restoran cepat saji sejuta umat yang buka dua puluh empat jam.

"Duluan ya Zan, thank you udah minjemin mesin fotokopinya." Ucap Adit yang aku balas anggukkan tipis. Setelahnya tubuh tinggi Adit menghilang di balik pintu.

Map berisikan fotokopian invoice aku buka dari mulai awal tahun 2016. Sambil membuka histori tamu yang menginap di bulan Maret 2016. Pak Bos mencurigai adanya fraud di bulan tersebut.

Teras Kota (Overheard Beauty)Where stories live. Discover now