Teras 11

1.4K 182 8
                                    

Selamat berbuka puasa!!!

Alana

_________

Tidak masalah dengan skincare-an terus. Karena merawat diri juga termasuk cara bersyukur atas pemberian Tuhan.



"Mbak, Mbak Zani ..."

Seseorang menghentikan maraton pagi ini. Memang, pagi ini aku datang terlambat. Seharusnya aku sudah sampai sejak lima belas menit yang lalu. Namun lakalantas terjadi di jalur menuju kantor, sehingga membuat jalanan sedikit macet. Kecelakaan tersebut terjadi pada seorang remaja yang baru saja belajar menyetir mobil, ia menabrak pembatas jalan. Sehingga mobilnya tak lagi berbentuk. Untung nyawanya masih bisa diselamatkan. Malang, usianya masih kisaran di bawah tujuh belas tahun.

Aku menoleh ke belakang. Ada Pak Adi sekuriti yang berusaha mengejarku. Bisa saja aku tinggalkan, namun melihat raut wajahnya yang sedikit kelelahan membuat ku urung mengabaikannya. Dengan langkah tegapnya Pak Adi menghampiri ku.

"Mbak, ada tamunya Pak El." Info Pak Adi.

"Mana?" Tanyaku setelah mengatur napas.

"Itu Mbak," Pak Adi menunjuk seorang perempuan muda yang sedang duduk di sofa lobi. Lengkap, masih mengenakan seragam putih-abunya.

"Siapa?"

"Alena Mbak, kalau tidak salah."

Aku pun mengangguk lalu segera menghampiri perempuan muda itu. Dia masih fokus bermain ponselnya. Kehadiranku di depannya membuat dia terperanjat begitu melihat ada orang yang berdiri. Entah karena terkejut ada orang di depannya, atau mungkin penampilanku pagi ini seperti makhluk gaib di matanya. Entahlah.

"Kamu siapa?"

What? Kamu? Dia manggil orang yang lebih tua darinya dengan 'kamu'? Aku tidak salah dengar kan?

Dasar anak muda zaman sekarang sudah lupa caranya berbicara dengan yang lebih tua darinya.

"Saya Zani,"

Dia manggut-manggut, kemudian berdiri.

"Gue Alana,"

Oh, Pak Adi salah. Dia Alana bukan Al- ... huh, Alana?

Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Kuperhatikan baik-baik gadis belia di depanku ini. Wajahnya seperti tidak asing, tetapi aku yakin bahwa pertemuanku dengannya untuk yang pertama kalinya. Tetapi di sisi lain aku merasa tidak asing sekali.

Entahlah, waktuku sudah terbuang banyak dengan menghampirinya saja. Lantas sekarang aku harus terbebani juga dengan memikirkan perjumpaanku dengannya? Tidak, itu buang-buang waktu saja. Lagipula mau yang pertama atau sering pun, kepastiannya aku tidaklah mengenalnya. Itu saja sudah cukup. Bebanku sudah terlalu banyak.

"Kamu bisa anterin aku ke ruangannya Kak El?"

Aku mengangguk, "ayok!" Dia pun mengikutiku dari belakang.

Kami berdua masuk ke dalam lift. Dia masih sibuk memperhatikan detail-detail sekelilingnya. Seperti saat ini dia begitu asik memperhatikan lantai lift dan juga tombolnya yang mulai diraba-rabanya.

"Kamu gak sekolah?" Aku mencoba mengajaknya berbicara.

"Daring kali woi,"

Woi?

Aku tercengang dengan tutur katanya. Miris, sepertinya di usia labil mereka perlahan mulai mengikis etikanya ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.

Teras Kota (Overheard Beauty)Where stories live. Discover now