Teras 17

1.2K 162 15
                                    

Salam Syazani: Hai genks, apa kabar? Gimana hari ini, lancar jaya? Kasih tahu aku dong, kalian versi visual atau nggak?
Thank you bestie salam cantik...



Perkara CCTV

__________

Ngapain senyum-senyum sendiri? Saya itu nyuruh kamu buat revisi. Sekarang saya tahu, penyebab kamu sering lembur.—Boss


Panggilan selesai. Aku segera menghampiri Pak Yanto yang ternyata masih berdiri di sana. Istri Pak Yanto harus bersyukur bersuamikan beliau, sebab aku tinggal sebentar untuk menerima telepon saja dia masih setia berada di sana. Apalagi kepada istrinya.

"Maaf Pak nunggu lama,"

Pak Yanto menggelengkan kepala pelan, "nggak apa-apa Mbak. Amanah soalnya jadi saya harus sampaikan semuanya."

Salut. Di zaman sekarang sulit sekali menemukan orang yang memegang tinggi amanah.

"Back to topic ya, Pak! Jadi... dari siapa?"

"Dari Mas Adit Mbak. Tadi beliau nitipin ke pos sekuriti, kebetulan beliau ada rapat di Hotel Alpha infonya, jadi minta tolong saya buat antar ke Mbak Zani."

"Oh... gitu Pak," aku mengulum senyum begitu tahu siapa pengirimnya. Untung saja masih menggunakan masker, sehingga Pak Yanto tidak akan melihat betapa salah tingkahnya aku. Walaupun aku sendiri belum tahu isinya apa.

"Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, kalau gitu saya permisi dulu Mbak Zani."

Aku mengangguk tipis. Pak Yanto kembali menyusuri koridor dan aku kembali ke kubikel. Penasaran rasanya ingin segera kubuka, apa isi di balik paper bag coklat ini. Dengan tak sabar aku mengeluarkan isinya. Satu paket komplit chicken teriyaki dari salah satu restoran cepat saji.

Di atas box ditempeli secarik kertas. Notes berwarna kuning dengan goresan tinta yang terlihat indah. Tulisannya miring dan sedikit kurang rapi, tapi masih bisa dibaca.

Aku lihat yang lain makan siang. Kamu kayaknya sibuk sampai gak bisa gabung sama mereka. Tadi aku kelebihan order, but... itu orderan baru kok. Hehehe, enjoy your meal!!! :)

Regards,
Arditya

"Zani."

Lho? Bos gendeng itu masih di dalam? Perusak suasana! Mau merusak moodku kembali dengan suaranya yang seperti angin topan rupanya.

Secepatnya aku merapikan pakaian. Takutnya Si Bos kembali berulah dengan mulut pedasnya. Setelah merasa rapi aku segera menuju ruangannya sebelum suaranya kembali mengganggu gendang telinga.

"Tutup pintunya dari luar!"

Aku mengernyit heran. Bagaimana caranya? Dia pikir tanganku bisa menembus kaca?

"Ngapain masih diam?"

"Maksudnya gimana sih, Pak?" Aku mulai jengah.

"Ulangi!"

"Apanya?" Nyolot pertama.

"Ulangi cara kamu masuk ke ruangan saya. Terus gak usah nyolot-nyolot!"

Aku merotasi kedua bola mataku. Alih-alih melaksanakan perintah, aku malah berdiri sambil menatap sengit manusia yang sedang asik beradu pandang dengan lawan kencannya-laptopnya. Dengan sedikit menahan napas untuk menenangkan sejenak kekesalanku terhadap Bos gendeng-El, lalu keluar untuk melaksanakan perintahnya.

Teras Kota (Overheard Beauty)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora