BAB 32

43.4K 2.6K 121
                                    

HELLOOOO

SOOOOO SORRY LAMA UPDATENYA

BTW GUE MAU CHALLENGE LAGI AHHH BISA GA FOLLOWERS SAMPE 350

AHAAHHAAH BANYAK MINTA YAH

AYO PADA FOLLOW DULUU

BTW MASIH SAMUEL POV YAHHH

ENJOYY

-----

Arabella sangat ketakutan mendengar permintaanku. Bibirnya mengerucut ke bawah dan matanya berkaca-kaca. Tubuhnya juga menegang menahan sesuatu di bawah sana.

Jika Arabella benar-benar rabbit, pasti telinganya sudah turun ke bawah.

Jika Arabella benar-benar rabbit, pasti telinganya sudah turun ke bawah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Membuatku gemas saja.

Karena kasihan, aku keluar dari kamar mandi dan membiarkannya menuntaskan panggilan alam.

Aku masih bisa mengganggunya lagi nanti dan selama-lamanya. Intinya aku tidak akan menghilang dari pandangan Arabella.

"Sudah selesai?" Tanyaku saat Arabella keluar. Dia mengangguk dan hanya menatap sepatuku.

Kakinya menuju wastafel dan mencuci tangannya. Tanpa aba-aba aku memeluk Arabella dari belakang. Dia menegang, tapi tidak menolak ku. Lebih tepatnya tidak bisa melepaskan pelukanku.

Tubuhnya mungil sekali, sangat pas di pelukanku. Aku masih terbayang setiap malam ingin memeluknya. Sekarang hanya ada guling, pengganti Arabella ku.

"Urusan kita belum selesai," bisikku di telinganya.

Aku membalikkan tubuhnya hingga kami berhadapan. Dengan ringan aku mengangkat badannya hingga terduduk di wastafel.

"Kenapa kau selalu menggangguku."

Arabella mengerut dan mengerucutkan bibirnya. Semua tingkahnya selalu menggemaskan di mataku.

Namun, yang jadi perhatianku adalah Arabella sudah tidak begitu takut padaku. Dia berani menatap mataku dan menunjukkan sisi imutnya itu.

Peningkatan, bukan? Aku sudah tidak kasar padanya lagi selama sebulan ini. Walaupun mulutku masih sulit untuk dikontrol.

"Kau harus terbiasa, sayang. Aku akan seperti ini, selamanya."

Arabella menatapku tajam dan menggeleng.

"Aku tidak mau," tolaknya. Selalu saja ditolak. Akan tetapi, tidak apa-apa aku masih akan tetap mengejarnya.

Selama aku masih bisa menatap Arabella dan berada di satu ruangan bersamanya, ditolak berapa kali pun aku tidak apa-apa.

Menghirup wanginya saja sudah sangat menyenangkan.

"Sudah ku tebak, pantas saja sangat lama hanya untuk ke toilet," ucap seseorang di belakang kami.

Aku melihatnya dari kaca dan itu Jake. Wajahnya sebal dan menatapku sirat permusuhan. Sial. Kenapa dia harus datang di momen berdua ku dengan Arabella?

Jake maju tanpa ragu dan melepaskan pelukanku pada Arabella. Dengan cepat pula dia menggenggam Arabella dan menariknya menjauh dariku.

Mataku terbelalak melihat adegan itu. Berani-beraninya dia menyentuh tangan Arabella, di hadapanku. Aku tidak terima jika ada pria yang menyentuhnya.

"Menjauhlah, kau membuat Arabella tidak nyaman," ucap Jake membentengi dirinya di antara aku dan Arabella.

Arabella hanya menunduk dan tidak mau menatapku. Padahal aku tidak berbuat apa-apa, hanya memeluknya. Seakan di sini aku orang yang sangat jahat.

"Bukan urusanmu, Jake. Kau yang harus keluar."

Wajah Jake mengeras, begitu pula denganku. Kita berdua sama-sama tidak mau mengalah.

Aku masih dengan pendirianku. Namun, suara lembut dari balik tubuh Jake sedikit membuatku kecewa.

"Jake lebih baik kita pergi," ucap Arabella. Wanita itu menarik baju Jake dan melangkah menjauhiku.

Entah mengapa, di mataku terlihat seperti Arabella memilih Jake. Padahal bisa saja dia tetap di sini bersamaku.

Mau dulu atau pun sekarang, instingku mengatakan Arabella akan tetap memilih Jake.

Aku terdiam menatap dua sejoli itu yang menjauh dari pandanganku.

Dengan lesu aku keluar dari toilet. Tidak apa-apa, mungkin sekarang aku masih kalah, akan tetapi nanti aku pasti menang. Jake tidak ada apa-apanya dibandingkan aku.

Aku mengerut saat melihat suasana kafe yang ramai. Namun, tidak mendapati Jake maupun Arabella. Keduanya menghilang begitu saja di saat yang bersamaan, membuatku curiga saja.

Kakiku mengikuti wangi vanila yang samar-samar tercium di dalam gudang belakang. Apa yang mereka lakukan berdua di sana?

Napasku memburu ingin segera mengetahuinya.

Pikiranku sudah negatif membayangkan mereka sedang bercinta di dalam sana.

Namun, pada akhirnya aku hanya di balik pintu. Aku akan menjaga Arabella dari sini jika Jake berbuat macam-macam. Aku sudah sangat hapal tingkah laku Jake.

Dia orang yang sangat baik, akan tetapi jika sudah nafsu, dia tidak dapat menahannya dengan lama. Bahkan dia sudah beberapa kali mengisap darah orang secara random. Ya, dia sudah secandu itu dengan darah manusia.

Itu yang membuatnya menyeramkan di balik sifat lembutnya.

"Aku menginginkan darahmu," ucap Jake yang sudah ku tebak.

Aku hanya bisa mendengar suaranya dan tidak bisa meneliti ekspresi Arabella. Apa dia membuka bajunya agar Jake bisa menggigit lehernya? Membayangkannya saja sudah membuatku mendidih.

"Kau sudah memintanya tadi pagi."

Aku tersenyum bangga mendengarnya. Bagus Arabella, jangan sampai kau memberikannya pada Jake. Darahmu hanya milikku.

"Kenapa kau sangat pelit padaku? Apa tidak boleh aku memintanya 5 kali sehari?" Tanya Jake dengan sedikit menggeram.

Aku sudah menahan diriku agar tidak segera masuk dan menghajar pria itu. Lima kali sehari dia bilang? Dasar maniak darah manusia!

Aku yakin Arabella pasti akan tetap kekeuh tidak memberikannya. Wanitaku berpendirian teguh.

Sepertinya instingku benar, karena setelah itu tidak ada percakapan lagi. Keduanya terdiam.

Namun, aku tidak dapat menahan diriku lagi setelah mendengar paksaan Jake.

"Aku tidak peduli lagi, aku sudah menolong mu. Aku tidak perlu izin untuk mencicipi darahmu."

-----------

GAADA PLUS PLUS YA GESSS EHEHERHEHE

KASIAN SAMUEL DIHUJAT MESUM TERUS😔

BIARIN SAMUEL TOBAT DULU YAA

THANK UUU YANG UDAH BACAAA

VOTE COMMENT JANGAN LUPA!!!

BYEEEE🤍

Kidnapped By A Possessive VampireWhere stories live. Discover now